Part 17

1634 Words
Kedua keluarga yang masih terikat hubungan saudara jauh itu terlibat obrolan santai. Mereka mulai membicarakan masa lalu dan kenangan serta kabar dari saudara-saudara lainnya. Suasana akrab tampak menyelimuti mereka. Apalagi kelakar dan ocehan Mami Ratih dan Ana yang terkenal humoris membuat suasana mencair. " Ayo atuh kita makan siang dulu, Tadi saya sama Vina teh sudah masak." Ana mengajak mereka makan. " Aduh jadi merepotkan begini." Seru Bu Ratih. " Tidak apa-apa atuh Teh, setahun sekali juga tidak." Ucap Agus. " Neng Vina cepet ke belakang minta tolong si Bibi siapin makanan " Perintah Ana kepada anaknya. Tanpa menunggu perintah lagi Vina menuruti kata-kata ibunya. " Hayu atuh kita ke ruang makan." Ajak Ana. Mereka pindah ke ruang makan. " Kursi makannya ga cukup jadi ngampar aja ya, duduk lesehan." seru Agus. Semuanya kini menikmati hidangan makan siang yang tersedia. " Semua masakan khas Sunda ya." Dany tampak berbinar. Pria itu terkenal hobi makan dan kuliner. Untung saja ia rajin olahraga sehingga bentuk tubuhnya tetap ideal. " Sok atuh dinikmati, punten ya seadanya saja." Ana mempersilakan tamunya. "'Seadanya gimana ini serba ada lho." Bu Ratih tersenyum. " Ini makanan kesukaan Diki, pepes ikan Mas." Beritahu Bu Ratih sambil melirik ke arah putra bungsunya. Diki tampak tersenyum senang. Vina langsung melirik ke arah Diki. Sama, Vina juga suka makan ikan. Pepes ikan, ikan bakar, pindang semua yang berbau ikan ia suka. " Dany juga suka Mi." Dany tidak mau kalah. Perasaan dirinyalah yang lebih suka. Modus Mami Ratih saja supaya Diki jadi pusat perhatian. " Apa sih Dan yang ga kamu suka." Pak Yusuf menahan senyumnya. Bu Ratih yang asli Yogya sudah terbiasa dengan menu masakan sunda, semua anggota keluarga nya lebih suka menu itu daripada masakan khas Jawa. Tentu saja ia mengikuti selera suaminya yang asli Bandung. Kini semuanya tampak menikmati sajian hidangan yang tersedia. " Kamu yang masak?" Bu Ratih sang kritikus makanan mulai beraksi memberikan penilaian. " Pepes ikan itu buatan Vina. Kalau yang lainnya itu buatan saya dibantu si Neng oge " Jawab Ana sambil mengalihkan pandangan ke arah Vina. Gadis itu tersipu malu. " Enak." Puji Ibu kandung Diki dan Dany itu. " Terimakasih, Alhamdulillah atuh kalau kalian suka mah. " Ana terlihat kegeeran. " Vina sama ibunya itu pinter masak. Tiap hari saya mah lebih memilih bawa bekal dari rumah ketimbang makan di luar." Agus yang berprofesi sebagai dosen menyombongkan anak istrinya. Saya juga sama Om lebih suka masakan istri. Makan siang selalu dikirim ke kantor. Batin Dany. Seperti biasa kalau acara makan bersama ada Nizam dan Si kembar selalu ribut minta ini itu dan mau disuapin. " Mau makan dicuapin cama Papi...." Teriak Nizam. Menolak makanan yang diberikan Dany. " Sama Papa aja, kasihan Opa." Bujuk Dany. " No..." Keukeuh Nizam " Udah sini duduk dekat Opa." Pak Yusuf dengan sabar mengambil alih Nizam. " Maaf ya kalau bawa anak kecil suka repot dan berisik." Heni merasa tidak enak dengan ulah anak-anaknya yang mengacak-acak makanan. " Ga bawa Babysitter jadinya begini." Ucap Heni. " Teu nanaon atuh Neng, justru mereka mah selalu bikin suasana jadi rame. Coba kalau usia saya masih muda saya juga mau punya anak lagi" Tutur ibu 2 anak yang berusia 46 tahun itu. *** Keluarga Pak Yusuf tiba di Villa selepas Maghrib. Vina dan orang tuanya juga ikut serta. Keadaan Villanya sangat nyaman dan terawat. Tentu saja karena di sana ada beberapa orang pekerja yang ditugaskan untuk mengurusnya. Selepas makan malam keluarga Dany dan Heni langsung mengurung diri di kamar. Anak-anak mereka juga sudah terlelap. Diki juga berada di kamarnya begitupun Vina ia langsung beristirahat sambil asyik memainkan gadget. Bu Ratih, Pak Yusuf, Agus dan Ana duduk di ruang belakang sambil menikmati bandrek yang dihidangkan ARTnya. " Ana, seperti yang sudah saya bicarakan di telpon waktu itu maksud kami ke sini, kami ingin memastikan bahwa kami berdua hendak menjodohkan Diki dengan Vina." Pak Yusuf langsung mengutarakan maksudnya. Kedua suami istri Ana dan Agus tampak gembira. Mereka menyambut niat baik Pak Yusuf dan Bu Ratih. " Kalau saya mah sih setuju-setuju aja. Kang Agus juga satu suara sama saya. Tapi saya belum mengatakan apa-apa sama Vina." Tutur Ana. " Alhamdulillah kalau kalian setuju." Bu Ratih bahagia. Ia sudah lelah melihat Diki yang sampai detik ini madih sendiri. " Kami akan bujuk Vina supaya mau." Ana berjanji. " Kalian tidak usah khawatir, anak bungsu kami itu pemuda baik-baik. Ia sudah mapan, kami jamin kehidupan dan masa depan Vina. Urusan kuliah pasti Diki juga mau memperhatikan nya. Jangan khawatir menikah bukan berarti mengabaikan pendidikan." Bu Ratih mempromosikan putranya. " Betul, Erik sama Tasya juga mereka menikah muda dan mereka masih melanjutkan kuliahnya." Timpal Pak Yusuf memberikan contoh. " Kami percaya seratus persen sama kalian." Agus tersenyum. " Kami mohon ya tolong usahain Vina mau menikah dengan Diki, kasihan si Diki udah mau 31 tahun belum menikah." Pak Yusuf tampak memelas. Ia tidak ingin Diki gagal lagi mendapatkan seorang gadis untuk dinikahinya. " Soal biaya pernikahan kami yang tanggung semua."Seru Bu Ratih mantap. " Iya, kami janji bakalan maksa Vina." Ucap Ana. " Jangan dipaksa atuh Bu, dibujuk." Agus meluruskan. " Iya Ayah, maksud Ibu teh kitu tah." Ana memandang suaminya. " Kalau nanti Vina setuju, kita langsung nikahkan saja mereka. Jangan lama-lama. Bulan depan langsung aja." Bu Ratih tidak sabaran. *** " Kamu kenapa berjalan buru-buru. Terus tadi wajahnya kenapa ditutup. Lihat hantu ya." Diki merasa heran dengan tingkah Vina yang aneh. Gadis itu berjalan tergesa-gesa dan baru saja tiba di taman bagian belakang Villa. Tanpa sengaja bertemu dengan Diki. " Saya mah ga percaya sama jurig." Jawabnya. " Terus kenapa?" Diki masih penasaran. "Ih, A Diki mah kepo yah." Vina berkata sambil berlalu dari hadapan Diki. Ia tidak mau lama-lama mengobrol dengan Diki yang menurut penilaiannya tipe pria playboy. " Neng tunggu dulu Neng." Diki berusaha mengejar. " Aya naon sih A?" Vina menahan langkahnya. " Kita jalan-jalan yuk, muter-muter sini. Kayanya seru. Udaranya seger banget. Pemandangannya juga indah." Diki mengajak Vina. " Barusan saya teh habis keliling tapi balik lagi." Jawab Vina. " Sama aku yuk jalan-jalan lagi. Kamu kan baru pertama kali ke sini. Aku tunjukkan tempat-tempat yang bagus." Diki terus membujuk. " Ga mau." Vina tetap pada pendiriannya. " Tante Vina...." Dhifa memanggil Vina. Gadis cilik berusia 6 tahun itu mendekati Vina dan Diki. Dari arah belakangnya muncul Dhira dan Nizam. " Kalian udah pada cantik dan ganteng, sudah pada mandi?" Tanya Vina ramah. " dah, mandiin cama Papi." Jawab Nizam. Ia lalu mendekati Vina. Nizam paling suka dekat dengan wanita cantik. " Aku sama kak Dhifa mandi sendiri." Seru Dhira. Anak berbadan gendut itu juga tampak manja kepada Vina. " Mama sama Papa mana Om?" Tanya Dhifa. " Ko nanya sama Om, Om ga lihat mereka." Jawab Diki. Sejak pagi setelah sarapan ia memang tidak melihat mereka. " Ayo kita cari mereka yuk Tante, Om." Dhifa menarik lengan Vina. Ketiga anak itu menunjukkan ketertarikannya kepada Vina. Menurut mereka Vina baik. Vina yang tadinya malas jalan sama Diki akhirnya mengalah demi mereka. Ia dan ketiga anak Dany sudah akrab. Vina memang senang sama anak kecil. " Boleh." Vina tersenyum. Mereka lalu berjalan bersama menyusuri jalanan sepi. " Mama sama Papa kalian kemana sih, pergi ga ngajak kalian." Diki kadang kesal dengan ulah abangnya yang kadang sering asyik berduaan bersama istrinya. " Saya tadi lihat mereka." Tutur Vina. Tentu saja Vina melihat mereka karena Vina habis jalan-jalan. Alasan yang membuatnya mengurungkan niat mengeksplorasi kawasan Villa itu juga kan mereka. Vina tidak sengaja melihat mereka sedang bermesraan di balik pohon. " Dimana?" Tanya Diki. " Itu Mama sama papa kalian." Vina menunjuk ke arah Dany dan Heni yang sedang berjalan santai menikmati pemandangan sekitar Villa. " Mama, Papa...!" Nizam memanggil orang tuanya. Anak lelaki itu langsung berlari menuju ke arah mereka. " Sayang, jangan lari atuh nanti jatuh geura." Vina mengkhawatirkan Nizam. "Om, Dhira mau ikut mereka." Pamit Dhira lalu menyusul adiknya. " Aku juga, Dag Om, Tante." Dhifa pun pergi meninggalkan Vina dan Diki. " Hai sayang, tadi kalian diajak sama Mama ga mau malah asyik nonton kartun." Ujar Heni. " Kita ke kandang kuda dulu yuk." Ajak Dany. Sekitar 300 meter dari sana ada peternakan kuda milik keluarga Pak Yusuf. " Mau...mau aku mau naik kuda." Dhifa paling antusias. Vina dan Diki yang kini sudah berada dekat mereka pun tertarik bergabung. " Saya juga mau lihat kuda." Ujar Vina. " Ayo." Diki pun mengikuti langkah keluarga Dany. *** Mereka beradadi kandang kuda Entah ada berapa puluh ekor kuda. Keluarga Dany sibuk memilih kuda untuk ditunggangi. Sementara Vina dan Diki masih diam memandangi mereka dari jarak yang tidak terlalu jauh. " A Diki sama A Dany beda berapa tahun sih." Vina memulai pembicaraan. Ia tidak sejudes sebelumnya. Ia mulai bersikap ramah sama Diki. " 2 tahun." Jawab Diki " Emang umur Aa berapa?" Entah kenapa giliran Vina yang kepo. " 31 ntar 5 bulan lagi." jawabnya jujur. " Oh jadi A Dany umurnya 33 ya." Ujar Vina polos. " Kenapa Neng Vina nanyain Dany terus. Suka ya sama dia?" Diki mengerutkan keningnya. Sejak dulu wanita cenderung tertarik dan mengejar Dany dibanding dirinya, walaupun Dany cuek dan paling sebal dengan para wanita tipe itu. " Mau tahu aja atuh A, habisnya dia sama istrinya meni romantis pisan. Sudah punya 3 anak juga masih kaya ABG yang lagi pacaran." Tutur Vina. " Mereka emang ga tahu diri banget. Ga ingat umur." Diki mencibir. " Artinya mereka saling mencintai A. Tadi saya juga lihat mereka lagi..." Vina tidak melanjutkan kata-katanya. " Lagi apa?" Diki penasaran walaupun dalam hati sudah bisa menebak. Sepertinya itu yang membuat Vina tadi jadi aneh. " Mesra-mesraan." Vina lalu melangkah hendak mendekat ke arah Dhifa yang sudah duduk di punggung kuda dipegangi seorang bapak-bapak. " Om,...Tante...." Teriaknya. Tanpa rasa takut dengan santai anak itu melambaikan tangannya ke arah Vina dan Diki. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD