Part 6

1988 Words
Sejak 2 bulan yang lalu Diki terus memikirkan Silmi sahabat Tasya, Pria itu sudah mendapatkan nomor kontaknya. Namun setiap kali dihubungi tidak pernah dijawabnya.  Diki sedikit frustasi. Rupanya Silmi bukan tipe gadis yang mudah didekati. Silmi juga bukan tipe gadis yang eksis di sosmed. Dia bukan sosok yang mudah akrab dengan sembarang pria. Tak terkecuali Diki yang notabene adalah paman sahabatnya. " Tasya kenapa ya Silmi susah banget dihubungi?" Diki mulai menanyakan tentang Silmi. " Mungkin no HP Om belum ke save. Silmi emang cuek gitu. Apalagi kalau itu no asing. Harus kenal dulu baru bisa akrab." jawab Tasya. " Udah lama juga dia ga ke sini." serunya. Entah mengapa gadis berjilbab itu selalu menbuatnya rindu. " Sibuk ngeles sama ngasih private Om." Beritahu Tasya. " Oh..." " Kalau mau deketin dia, sebaiknya In langsung ke kampus aja." Tasya memberi ide. Mengejar gadis bernama Silmi adalah tantangan tersulit sepanjang karirnya di dunia percintaan. Butuh proses yang lama padahal ia ngecenginnya sudah sejak 2 bulan lalu. Seperti yang disarankan oleh Tasya, Diki mendadak jadi rajin ke kampus Tasya. Jika kebetulan jadwal keluar kelas Tasya dan Diki sama, maka Diki akan menjemput Tasya. Tujuannya pasti supaya bertemu Silmi dan sekalian mengajaknya pulang bareng. Rencananya perlahan membuahkan hasil karena Silmi yang suka pulang bareng Tasya mau berkenalan dan diajak ngobrol. Perkembangan yang lumayan. Hal yang paling diingat tentang gadis itu adalah saat di Rumah Sakit ketika Tasya akan melahirkan, dia membelikannya minuman. Sampai hari ini Diki masih menyimpan botol bekas minumannya itu. Kenang-kenangan katanya. Diki memang sosok rada aneh. Silmi Az-Zahra dialah gadis yang selalu menghiasi mimpi Diki, membuatnya jatuh cinta lagi, membuatnya semangat dalam menjalani hari-harinya. *** Seminggu sejak terakhir bertemu saat Tasya melahirkan, Akhirnya Diki kembali bertemu dengan Silmi di acara Akikah nya Ehsan. Hari Kamis ini akan diadakan acara Aqiqah. Ehsan sudah berumur 7 hari. Ini adalah acara cukur rambut dan jadwal peresmian pemberian nama bayi itu, hampir dua jam lamanya si bayi lucu berbobot 3,5 kg itu rambutnya dibotakin. Deri kakaknya Diki bcc yang mencukurnya sampai plontos. Pemotongan 2 ekor kambing pun sudah dilakukan tadi pagi. " Ya Allah, Anak ayah jadi botak gini." Erik menatapnya sedih. Padahal rambutnya kan lebat. " Ntar juga tumbuh lagi kok. Tunggu sebulan rambutnya pasti bagus." Ucap Oma Ratih. Ia lalu membawa cicitnya ke dalam untuk dibersihkan dan diganti bajunya. Pukul selepas Dzuhur nanti akan dimulai acara pengajian. Suasana rumah kediaman Hadiwijaya menjadi ramai. Semua keluarga dekat dan jauh telah hadir, tetangga dan kerabat dekat pun turut diundang. Di halaman rumah telah terpasang tenda. Tak terkecuali teman-teman Tasya dan Erik. Diki yang sedang sibuk menjadi fotografer di acara itu segera beranjak ketika dilihatnya sosok Silmi sang pujaan hati datang ke acara itu. " Hai Silmi sama siapa ke sini?" Diki menyambutnya dengan suka cita. " Sendiri Om, Tadi Alin kan sama Asep ke sininya." Jawabnya ramah. " Masuk yuk. Teman-teman kamu udah pada di dalam." Diki mempersilahkan. " Makasih Om." Jawab Silmi masih dengan senyuman yang menawan. Senyumnya yang membuat jantung Diki hampir copot. " Kamu jangan panggil Om ya, rasanya gimana gitu. Saya kan masih muda." Diki keberatan dengan panggilan Silmi. " Terus Silmi harus manggil apa? Om kan Omnya Tasya." Tanya Silmi polos. Perasaan semua teman-teman Tasya memanggil pria itu dengan sebutan Om, kenapa dirinya dilarang. " Gimana kalau panggil Mas aja." Diki memberi usulan. " Iya deh Mas." Tanpa banyak nanya gadis itu setuju. " Nah gitu kan lebih enak di dengar." Diki tersenyum puas. Keduanya masuk ke dalam rumah menemui Tasya dan bayinya. Sepanjang acara Diki tidak mau jauh dari Silmi. Diam-diam ia mencuri banyak foto-fotonya kebetulan ia memegang kamera. *** Beberapa hari ini Diki dan Silmi mulai akrab. Silmi tidak secuek dulu lagi. Semua pesan Diki selalu dijawabnya. Bahkan keduanya sering bertelepon.  Sayangnya Diki tidak bisa menemuinya lagi untuk waktu 2 bulan ke depan. Silmi keburu mudik ke Malang untuk berlibur panjang. " Mas Diki, Silmi pamit dulu ya mau pulang kampung ke Malang." Pamitnya lewat SMS. " Iya, hati-hati. Salam buat keluarga." jawab Diki Silmi gadis cantik berjilbab itu belum pernah punya pacar. Niatnya ia ingin langsung menikah saja. Menurutnya pacaran hanya membuat banyak dosa. Apalagi ia berasal dari keluarga yang religius. Soal Omnya Tasya yang sering mendekati nya ia pun mulai mengerti maksudnya. Tasya sudah memberikan bocoran kalau Om gantengnya itu naksir dirinya. Setelah dipikir-pikir, Silmi pun mengakui Om Diki itu ganteng, baik, udah mapan, solatnya juga ga pernah bolong. Tapi ia masih bingung dengan perasaannya. *** Hari Sabtu pagi 2 hari setelah acara akikah, " Diki tolong ya jam 10 nanti jemput Babysitter Ehsan." Perintah ibunya. " Oke, Mi." Diki bersedia. " Ini alamatnya." Wanita memberikan secarik kertas berisi alamat biro. Hari ini Mami Papi, Keluarga Deri, Keluarga Dimas, dan Juga Dany pergi jalan-jalan ke Ancol. Mumpung lagi ngumpul dan weekend. Sejak kemarin anak-anak pada ribut mau lihat badut gara-gara lihat foto Tasya waktu difoto bareng Diki yang jadi badut. Diki tidak turut serta, selain masih trauma dengan yang namanya badut, ia sudah punya jadwal sendiri bermain futsal dengan Vicky dan teman-teman nongkrong nya. Diki yang asyik bermain Futsal sampai lupa pesan sang Mami. Hingga tak terasa waktu sudah jam setengah satu. " Astaghfirullah, sampe lupa pesan Mami." Gumamnya. Ia segera bergegas ke ruang ganti mengganti kostumnya. " Vicky, gua balik duluan." Pamitnya. " lho kok buru-buru." Vicky keheranan. " Ada perlu." Diki segera bergegas. Pukul setengah 2 ia tiba di sebuah biro penyalur Babysitter langganan keluarga nya. " Selamat siang Mas, ada yang bisa saya bantu?" Seorang resepsionis wanita menyapanya. " Siang. Saya Diki Hadiwijaya mau jemput Babysitter." jawabnya. "Oh, Jemput Mbak Siti ya mas? Baru saja pergi setengah jam yang lalu. Nunggu dijemput kelamaan jadinya tadi pergi sendiri." Wanita itu sudah diberitahu kalau Keluarga Hadiwijaya akan menjemput Babysitter bernama Siti. " Oh makasih ya Bu. Kalau begitu saya permisi" ucap Diki. " Sama- sama." Jawabnya. Dengan perasaan bersalah ia lalu segera menuju mobilnya. Diki harus siap-siap kena omelan Mami Ratih. Mudah-mudahan Babysitter itu sudah nyampe rumah. *** Seorang gadis manis berkerudung keluar dari taksi tepat di sebuah rumah no 1 jalan Anggrek IV. " Makasih ya Pak." Ia memberikan ongkos taksi nya. Ia kemudian mendekati gerbang rumah yang dituju. " Cari siapa ya mbak." Satpam rumah menegurnya. " Apa benar ini jln Anggrek VI no 1 rumahnya Pak Yusuf Hadiwijaya." Tanyanya. " Maaf ini kediaman Nugroho, sepertinya salah alamat. Ini Anggrek IV." Jawab si Satpam berkumis tebal. " Ya Allah, salah baca tadi." Gadis itu mengamati kembali kertas berisi alamat rumah yang hendak ditujunya. " Kayanya anggrek enam pak bukan empat, he...he..." Tadi ia salah membaca angka Romawi. " Anggrek VI masih terus ke arah sana." Satpam itu memberi petunjuk. " Makasih ya Pak."ucapnya. Gadis itu lalu meninggalkan satpam tersebut dan berjalan dengan tas besar yang dibawanya. Naha make salah sagala atuh ah, jadi weh riweuh (kenapa bisa salah sih, jadinya repot deh) Ia merutuki dirinya sendiri yang ceroboh membaca alamat rumah. Ia terus berjalan menuju arah yang ditunjukkan satpam tadi, katanya 300 meter lagi sampai. " Aww..." Ia setengah menjerit. Sebuah mobil Lamborghini hitam hampir saja menyerempet nya. Mobil itu seketika berhenti. " Maaf, kamu ga knapa-napa?" Sang Pemilik mobil yang ternyata Diki menghampiri nya. Ia tampak terkejut. " Ga knapa-napa gimana. Aku mau ketabrak Om." Serunya dengan nada kesal. " Kamu gak lecet atau sakit kan?" Tanyanya khawatir. " Alhamdulillah, gak Om." Jawabnya. " Kamu mau kemana? Sebagai permintaan maaf saya, saya antar kamu ya." Diki menawarkan diri. " Makasih, ga usah Om." Gadis itu menolak. Ia ingat pesan orang tuanya kalau di kota besar jangan sembarang menerima ajakan dari orang asing yang baru dikenal. Bahaya! Apalagi akhir-akhiri ini marak diberitakan kasus penculikan, pemerkosaan dan perdagangan manusia. " Ayo, kenapa kamu takut ya sama saya?" Diki tersenyum melihat pandangan gadis itu yang menatapnya penuh kecurigaan. " Sudah sana Om pergi aja, bentar lagi saya sampei kok." Gadis itu malah mengusir Diki. " Ya udah kalau ga mau. Sekali lagi saya minta maaf ya." Diki berlalu meninggalkan gadis aneh itu. " Iya, saya maafkan." Jawab gadis itu ketus. *** Alhamdulillah akhirnya sampai juga. Gadis itu tersenyum bahagia. Sekarang ia tidak salah alamat lagi. " Cari siapa Dek." Satpam rumah bernama Pak Purnomo itu mendekatinya di balik pintu pagar. Dari tadi ia mencurigai gerak-gerik nya. " Ehm, apa benar ini rumah kediaman keluarga Hadiwijaya?" Tanyanya. " Benar." Jawab Pak Pur. " Saya Siti, Babysitter." Katanya sambil memperlihatkan surat-surat pentingnya. "Ayo masuk." Kata satpam itu sambil membukakan pintu pagar. Sesuai pesan Diki barusan jika ada yang mengaku bernama Siti ajak masuk. Pak Pur dan Siti pun dengan menggunakan motor menuju rumah. Siti yang berasal dari Bandung merasa takjub dengan rumah gedong dengan halaman luas itu. " Ada tamu namanya Siti Babysitter ." Beritahu Pak Pur kepada Diki yang sedang menikmati minumannya di ruang tamu. " Suruh masuk ke sini mas, akhirnya datang juga." Perintah Diki. " Assalamualaikum." Siti mengucap salam. Sementara Pak Pur langsung pamit balik ke pos. " Waalaikumsalam." Jawab Diki. " Kamu!" Diki kaget melihat Siti. Ternyata gadis yang hampir kena senggol mobilnya. " Eh, kok Om ganteng ada di sini sih?" Siti juga terkejut. " Ini rumah saya." kata Diki. Siti jadi menyesal tadi ga mau ikut. " Perkenalan nama saya Siti Aisyah, saya Babysitter yang ditugaskan merawat bayi Ehsan." Ia memperkenalkan diri. " Jadi kamu orang yang bernama Siti." Diki menatapnya dari ujung kaki sampai rambut. Menurutnya terlalu muda untuk jadi Babysitter . " Iya betul. Kayanya kita jodoh ya Om." ucapnya asal. " Eh ngomong sembarangan, ntar dipecat baru tahu rasa." Diki marah. " Maaf Om. Jangan dong baru sehari, masa udah dipecat sih. O iya saya ditugaskan untuk mengurus bayi, Bayi Ehsan umurnya Seminggu lebih anak Bapak Erik van Vollenhoven, kayanya anak bule ya." Ia mengeluarkan dokumennya. " Betul, Ehsan cucu saya." Kata Diki. " Haah? Cucu?" Siti mengernyitkan dahinya. Kok bisa itu cucunya. " Anak keponakan saya." Terang Diki seolah faham dengan perubahan raut wajah Siti. " Oh" Siti faham. " Mana lihat dulu dokumen nya." Diki sok teliti. Tentu saja ia juga tidak mau tertipu. Zaman sekarang kan banyak sekali modus penipuan. Apalagi orang yang mengaku Siti datang sendiri ke rumah. " Asli semua itu Om." katanya. " Jangan panggil Om, panggil mas" Pinta Diki. Sejak awal Siti manggil Om terus. " Baik mas." " Kamu yakin bisa kerja, pengalaman kamu baru sekali, itu pun baru 2 bulan." Diki meragukan. " Iya Mas,.." Tanpa sepengetahuan mereka berdua Tasya sudah berada di ruang tamu. Ibu muda itu tadi mendengar ada ribut-ribut. " Neng Tasya!?" Siti berdiri memanggil Tasya. " Siti" Tasya juga memanggilnya. " Kalian saling kenal?" Diki menatap mereka bergantian. " Neng Tasya mah teman Siti waktu SD." Jawab Siti. " Siti apa kabar? waktu SMP kamu kan pindah ke Cianjur ya?" Tanya Tasya. " Alhamdulillah, kamu juga kan pindah ke Jakarta." " Eh ga nyangka kita ketemu lagi ya. Ayo ke atas yuk, Lihat Ehsan. Aku udah nikah dan Ehsan itu anakku" Tasya menarik lengan Siti. " Kebetulan sekali." Siti tampak senang ternyata majikannya itu teman kecilnya. Keduanya pun menuju lantai atas. " Om ngapain ngikutin kita?" Langkah Tasya terhenti di anak tangga ke 2. " Om yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu di rumah ini." Katanya. " Udah sana Om, Siti itu teman baik Tasya jadi Om jangan khawatir." Tasya mengusir Diki yang curiga. " Maaf ya, Om aku emang kelewat kepo." Tasya menatap Siti sambil tersenyum. " Tetep harus waspada." Diki tidak jadi membuntuti. " Ngomong-ngomong, thanks ya Om udah jemput Siti." Tasya berterima kasih. " Aku ga dijemput Om ini, aku kesini sendiri. Abis tadi nungguin hampir 3 jam ga ada yang jemput. Sampai nyasar segala." Siti memberi penjelasan. " Apa!?" Tasya kaget sampai melotot ke arah omnya. "Maaf tadi Om lupa." Diki menyesal. Ia memang bersalah. Kalau sudah marah Tasya jadi mirip Maminya serem. Diki juga takut. "Om emang beneran udah jadi Opa-opa ya. Tasya akan bilangin ke Oma." Ancamnya, galak. Sambil buru-buru meninggalkan Om tersayang nya. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD