7. Mobil

1460 Words
"Aku selesai. Nanti malam kakak tidak pulang." Semua pasang mata serempak langsung mengalihkan perhatian ke arah Gerald yang berdiri dari kursi setelah meminum kopi sekilas. Di genggamannya terdapat sebuah iPad berisi pekerjaan yang memang hampir selalu ia bawa kemana-mana. "Memangnya Kak Gerald mau pergi kemana?" tanya Thea yang baru saja menelan makanannya. Gadis itu terlihat menggemaskan dengan rambut yang dikepang dua. "Kakak harus pergi ke luar kota untuk rencana pembukaan cafe baru. Penerbangan satu jam lagi, dan kemungkinan kakak tidak pulang selama tiga hari ini." jelas Gerald panjang lebar. Kelima adik Gerald tampak menghela napas jengah. Sudah tidak mengherankan jikalau Gerald sangat jarang di rumah, lelaki itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga menyita waktu dengan keluarga. Padahal seandainya kalau Gerald tidak bekerja, mereka tetap bisa hidup berkecukupan. Lihat saja, kelima ayah mereka kan adalah pangeran yang mewarisi harta kekayaan yang melimpah. "Kalian semua jaga Thea selama aku tidak ada." ucap Gerald dengan dibalas anggukan oleh keempat adik lekakinya. Lalu tanpa kata lagi, Gerald berjalan pergi meninggalkan ruang makan ini. "Ayo dimakan Thea, nasimu masih tersisa banyak." Thea mendengus setelah mendengar ucapan dari Astra. Nasi di piringnya memang masih tersisa hampir setengah, namun perutnya sudah terasa kenyang. Memang sedari dulu perutnya mudah sekali kenyang walaupun baru makan sedikit. Tidak seperti Zio yang porsi makannya harus banyak agar bisa membuatnya kenyang. "Thea sudah kenyang, kak." Thea mengembuskan napas berat. Matanya sedikit melirik ke arah Galen yang berlalu tanpa berkata sepatah katapun. "Lagipula Thea ada piket hari ini. Jadi Thea harus masuk sekolah lebih awal." "Ck, Thea, Thea. Kau ini memang terlalu polos!" Zio meletakkan sendok dan garpunya lalu menelan makanannya. "Ini kakak kasih ilmu ya, kalau kau mendapat jadwal piket—kau itu harusnya berangkat siang. Kalau kau berangkat siang, pasti kelasnya sudah disapu oleh temanmu yang lain—jadi kau tinggal santai-santai saja!" "Ajaran apa itu Zio?! Kau mengajarkan hal yang tidak baik pada Thea!" Mata Nio menyipit tidak suka ke arah Zio yang tepat duduk di sampingnya. "Jangan dengarkan Zio, Thea. Dia itu aliran sesat!" Thea tersenyum tipis ketika Zio melototi Nio dan dibalas balik dengan cubitan oleh Nio. Tanpa Nio beritahu pun, Thea juga tidak akan pernah mendengarkan nasehat dari Zio yang memang tidak ada manfaatnya. "Thea, hari ini kau berangkat bersama Nio. Kakak harus latihan basket di luar sekolah." Thea menoleh saat mendengar ucapan dari Astra yang duduk di sebelahnya. Ia mengangkat jempolnya untuk merespon."Memangnya Kak Nio tidak masuk kuliah?" tanyanya kepada Nio. Nio menggeleng dengan senyum lebar, "Tidak. Hari ini Nio libur!" "Oh, kalau begitu Thea berangkat bersama Kak Zio saja. Kalau Kak Nio libur, Kak Zio pasti juga libur!" Thea berkata dengan santainya tanpa memedulikan Nio yang tampak memasang wajah menyedihkan. "Aku tidak bisa, Thea. Pagi ini aku harus menemui Mr. James. Pria bermata empat itu menyita ponselku!" Tolak Zio cepat. Ia memang harus menemui Mr. James yang menyita ponselnya kemarin karena menonton video ena-ena saat guru itu sibuk mengajar. Thea merengut. Berangkat bersama kakaknya Nio memang mengasyikan sebenarnya, tapi terkadang lelaki itu bisa berubah menjadi sangat menyebalkan. "Kau tidak suka berangkat dengan Nio, Thea?" Wajah Nio berubah muram dengan ekspresi sedih yang tak ditutup-tutupi. "Ah, bukan seperti itu. Thea sama sekali tidak bermaksud." sanggah Thea seraya meremas ujung dress yang ia kenakan. Wajahnya menoleh ke Astra untuk meminta pertolongan. Saat merajuk, Nio akan bertambah berkali-kali lipat lebih tampan dan itu tidak bagus bagi jantung Thea. "Lebih baik kalian berangkat sekarang. Katanya Thea ada piket kan?" ujar Astra membuat Nio langsung berdiri dan mengisyaratkan Thea untuk mengikutinya keluar. Meninggalkan Astra yang menahan u*****n ketika Zio mencuri ayam gorengnya, padahal lelaki itu sudah memakan tiga paha ayam. "Ayo masuk, Thea." ujar Nio yang membukakan pintu mobil untuk Thea dan disambut dengan ucapan terima kasih. Ia pun menutup pintu lalu memutari kap mobil lantas masuk ke dalam dan menyalakan mesin. Sembari mengatur rem tangan, dia berkata "Sabuk pengamannya jangan lupa. Mau Nio pakaikan?" "Ah, tidak perlu." tolak Thea cepat karena jaraknya dengan kakaknya ini pasti akan sangat dekat nantinya. "Thea bisa memakainya sendiri." Nio hanya mengangguk mengerti lalu perlahan mulai melanjutkan mobil Rolls royce miliknya. Mengendalikannya dengan kecepatan normal, tak lupa menyalakan radio yang kebetulan mengalunkan lagu Exo yang berjudul Tempo—lagu favorit Thea. "Kak Nio!" Nio langsung menoleh ketika Thea memanggilnya. "Ada apa?" tanyanya dengan sesekali fokus ke jalan. "Thea ingin membeli album terbaru Exo." ucap Thea cepat. Walaupun lagu Exo yang berjudul Tempo sudah rilis awal bulan kemarin, Thea sama sekali belum membeli albumnya. Dan sekarang tabungan Thea sudah habis untuk membeli album Jennie 'SOLO'. Nio tersenyum tipis, "Hanya itu? Baiklah, nanti Nio transfer ke rekening Thea." Senyuman Nio menular pada Thea, spontan gadis itu memeluk Nio dari samping. "Terima kasih kak Nio!" Dan Nio hanya mengulas senyum kembali. Apapun yang Thea inginkan, Nio akan selalu memenuhinya. Jangankan album, nyawa Nio saja boleh Thea ambil. Menit demi menit berlalu, pintu gerbang sekolahan Thea mulai terlihat. Mobil Nio melaju masuk ke dalam walaupun Thea meminta untuk berhenti di depan gerbang saja. Mobil Nio pun memasuki pelataran parkir sebelum akhirnya berhenti tepat di samping pohon akasia. Melepaskan seatbelt, Thea membuka pintu mobil lantas keluar. Dahinya kontan mengernyit ketika mendapati Nio yang ikut keluar dari mobil. "Kenapa Kak Nio ikut keluar?" "Nio antar sampai kelas." ucap Nip santai tanpa menghiraukan suara pekikan di sekitar yang mengagumi ketampanannya. Mata Thea membulat, baru sampai disini saja ia sudah malu, apalagi harus diantar sampai kelas. Bisa-bisa ia diinterogasi oleh teman-teman kelasnya nanti. "Tidak perlu. Thea bisa masuk ke kelas sendiri." Namun Nio tampak acuh tak acuh, lelaki itu bahkan merangkul bahu Thea lalu mengajaknya berjalan beriringan. Membuat semua perempuan yang berada disitu bertanya-tanya siapa gerangan lelaki yang berjalan bersama Thea. Dan mengapa lelaki yang bersama Thea pasti memiliki paras yang rupawan?! Dulu Daniel, Galen, Astra, Nathan, dan sekarang?! "Sudah sampai. Kak Nio balik gih!" usir Thea secara terang-terangan setelah mereka sampai di depan kelasnya. Mata gadis itu sontak membulat ketika Nio malah berjalan menerobos masuk ke dalam kelas. Membuat teman-temannya yang sedang piket di kelas memekik tertahan dan bahkan ada yang menjatuhkan sapunya. "Kak Nio!" Teriak Thra tidak terima. Ia bergegas masuk ke dalam kelas dan menghampiri Nio yang kini memegang sebuah sapu. "Kak Nio mau apa? Kenapa pegang-pegang sapu?" "Nip mau menggantikan Thea piket, Nio mau menyapu kelas!" Thea langsung terkejut tak percaya, "Tidak perlu, kak. Thea bisa melakukannya sendiri!" tolaknya mentah-mentah seraya berusaha merebut sapu dari genggaman Nio. "Tidak, Thea duduk saja. Kalau Thea menyapu, nanti Thea bisa lelah. Biar Nio saja!" Ah so sweetnya! So cute! Suara-suara dari teman-teman kelasnya membuat Thea tersadar bahwa sedari tadi ia dan kakaknya ini menjadi tontonan. Dengan menahan malu, Thea akhirnya membiarkan Nio menyapu kelas. Matanya terus mengawasi kakaknya yang sibuk menyapu dengan sesekali berjongkok untuk menjangkau kertas di bawah kursi. "ish, menyebalkan!" Thea mendengus setelah meletakkan tasnya di kursi tempat duduknya. Dengan langkah sedikit menghentak, Thea ikut menyusul Nio yang sudah menyapu sampai depan kelas. Lelaki itu menaruh hasil sapuannya ke tempat s****h tanpa merasa malu sedikitpun dilihat banyak banyak orang di koridor. Demi Thea, buat apa Nio harus malu? "Kak Nio sudah." Thea bergerak merebut sapu yang dipegang oleh Nio. "Sebaiknya kakak pulang!" "Kau mengusir Nio?" Pipi Nio menggembung kesal, namun ia menurut dan langsung berjalan pergi setelah sebelumnya sempat mencium kening Thea. Membuat suara pekikan terdengar dimana-mana. Dan Thea hanya bisa mendengus seraya mengamati punggung kokoh Nio yang mulai menghilang di balik koridor. Setelah ini, Thea tidak akan mau berangkat bersama kakaknya itu lagi! "Wah, Thea! Siapa lelaki tampan dan juga menggemaskan tadi?" Suara Clarity yang menyambut Thea pertama kali saat dia masuk ke dalam kelas. "Kakakku." jawab Thea singkat sebelum tertegun ketika tak mendapati ponselnya di saku. "Lho, ponsel Thea dimana?" Jangan-jangan... Tanpa babibu lagi, Thea langsung berlari keluar kelas dengan kepanikan yang kentara. Nanti ada pelajaran Bahasa Perancis, dan kamusnya ada di ponsel itu. Bisa bahaya nanti jika Mrs. Janney tahu kalau ia tidak membawa kamus! Mata Thea beredar ke sekeliling parkiran dan langsung menghembuskan napas lega ketika mendapati mobil Nio yang masih terparkir di tempat semula. Dengan cepat ia berlari menghampiri mobil Nio. "Kak Nio, buka pintunya!" Thea mengetuk kaca jendela mobil Nio beberapa kali. Tak lama kemudian jendela mobil Nio terbuka dan muncullah wajah Nio yang mengernyit bingung. "Ada apa lagi, Thea?" "Ponsel Thea tertinggal." Nio langsung menoleh ke samping dan mendapati ponsel Thea yang tergeletak begitu saka di atas dashboard. Tangannya terulur untuk mengambilnya lalu memberikannya pada Thea. "Ini!" "Terimakasih Kak Nio." Thea mengulas senyum lega. "Kakak pulang dulu. Hati-hati dan jangan berdekatan dengan laki-laki, ingat itu!" Ujar Nio yang membuat Thea memutar bola mata jengah. Kaca jendela mobil Nio pun mulai tertutup dan mobil Rolls royce hitam metalik milik Nio pun perlahan bergerak meninggalkan Thea yang kini mulai tersadar. Pikirannya berputar dan bertanya-tanya, Mengapa mobil milik Kak Nio sama persis dengan mobil yang menabrak Nathan kemarin? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD