Mata itu mengerjap beberapa kali dengan otak yang berpikir keras. Tangannya yang masuk ke dalam saku celana tampak sudah mulai berkeringat dan keningnya pun juga. Wajahnya beredar ke sekitar dan celingak-celinguk bak seorang maling yang ingin mencuri sesuatu. Tapi di saat melihat keadaan di sekitarnya sepi, ia malah menghembuskan napas berat. Akhirnya ia mengacak rambutnya frustasi lalu mengambil ponselnya dan membaca pesan yang dikirim sejak 30 menit yang lalu.
My mom
Zio tolong kau belikan ibu roti Jepang!
Dan disinilah Zio sekarang, di depan rak-rak yang berisi bermacam-macam pembalut dari segi ukuran dan tipe. Ia sama sekali tidak menyangka kalau membeli pembalut akan serumit ini. Ini bahkan lebih rumit dari pelajaran akuntansi yang dulu ia sering bolos.
Menghubungi ibunya pun juga percuma karena pasti sekarang ibunya itu sedang sibuk mengurusi bayi besar. Siapa lagi kalau bukan ayah Asrein.
"Bersayap atau tidak?" Dahi Zio berkerut dengan memandang dua pembalut berbeda yang berada di tangannya. Maksudnya jika bersayap bisa membuat terbang begitu?
Zio tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya cekikikan sendiri. "Wah, berarti selama ini Galen bisa terbang karena memakai pembalut?"
Zio tertawa terpingkal-pingkal saat membayangkan apa yang ada di pikirannya sekarang. Membuat seorang ibu paruh baya yang baru lewat mengira kalau Zio adalah pasien rumah sakit jiwa yang melarikan diri.
"Ah daripada membuatku pusing, lebih baik aku beli semua saja." Zio mengambil bermacam-macam pembalut dari berbagai merk dan tipe ke dalam keranjang belanjaannya. Ia sama sekali tidak khawatir dengan uang karena ia bisa memalak ayah Zarel kapanpun ia mau.
Berjalan dengan santai, Zio menghela napas lega ketika antrian di depan kasir cukup sedikit. Ia mengantri nomor tiga di belakang dua orang gadis yang menatapnya dengan pandangan memuja sebelum akhirnya berubah menjadi tatapan horor saat melihat isi keranjang Zio.
Di minimarket, Zio tampak terlihat mencolok dengan posturnya yang sangat tinggi dengan rambut yang dicat merah kecoklatan. Lelaki itu memang suka sekali menggonta-ganti warna dan gaya rambut, tapi itu masih lebih baik daripada bergonta-ganti pacar.
"Anda yakin ingin membeli ini semua, sir?"
Zio menatap aneh pertanyaan yang dilontarkan oleh wanita yang mengatur kasir di depannya. Bukankah seharusnya wanita itu senang karena ia membeli banyak barang?
"Of course, babe. Apa ada masalah?"
Wanita itu menggeleng sembari memproses isi keranjang belanjaan Zio. Terkadang wanita itu senyum-senyum sendiri dengan mata melirik kepada Zio yang sibuk mengedarkan pandangan ke sekitar.
"Ini, sir. Semuanya 105 Sfr." Wanita itu menyerahkan bungkusan plastik berukuran cukup besar yang berisi pembalut.
Zio mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya lalu menaruhnya di depan kasir. "Ambil saja kembaliannya!" ucapnya sembari mengerling nakal.
Wanita itu tersipu malu tapi langsung berubah mendengus ketika uang yang diberikan Zio ternyata pas. Apanya yang mau diambil?! Matanya menatap dongkol ke arah Zio yang mulai keluar dari minimarket dengan belanjaannya.
Cuaca Kota Zurich sore ini terbilang cukup ramai dengan anak-anak sekolah yang mulai pulang ataupun pegawai yang pulang dari kantor. Membuat jalanan menjadi sedikit macet dan tentunya digunakan oleh Zio untuk bermain game di dalam mobil. Selama menunggu lampu hijau menyala, Zio memang kerap sekali menyempatkan waktu untuk bermain game walaupun akhirnya harus di 'pause' akibat suara klakson pengendara di belakangnya.
"Woy, aku menekan tombol kiri! Siapa yang menyuruhmu untuk berbelok ke kanan?!" Zio berteriak heboh ketika mendapati mobil balapnya keluar jalur dan menabrak pohon.
'Game over' tampak tertulis di layar ponsel Zio, mengakibatkan lelaki itu mendengus lalu melempar asal ponselnya ke kursi penumpang.
Mencengkeram stir di depannya, Zio mengalihkan pandangannya ke sekitar dan mendapati sosok Thea yang baru saja masuk ke dalam rumah sakit. "Thea masih memakai seragam? Berarti dia belum pulang."
Lampu hijau menyala, Zio segera melajukan mobilnya dan membuat gerakan memutar untuk pergi ke rumah sakit yang dikunjungi oleh Thea tadi. Mobil open kap milik Zio memasuki pelataran parkir dan sempat ditegur oleh penjaga parkir karena lelaki itu memarkirkan mobilnya sembarangan di parkiran khusus motor. Akhirnya dengan terpaksa Zio pun membenahi letak mobilnya dengan menggerutu.
"Maaf, sir. Anda dilarang masuk." Seorang satpam yang berjaga di depan pintu masuk rumah sakit mencegah Zio untuk masuk ke dalam.
Zio mengernyit, "Memangnya kenapa?" tanyanya bingung. Ia rasa dirinya tidak membawa benda-benda berbahaya seperti pisau, revolver, ataupun obat-obatan terlarang.
"Plastik yang anda bawa sungguh mencurigakan. Boleh saya periksa?"
Zio spontan melirik ke arah plastik belanjaan yang ia bawa. Tanpa berpikir lagi, ia menyerahkan plastiknya lalu kemudian memasukkan tangannya ke saku celana. Selama menunggu si satpam yang kepo, ia sibuk mencuri perhatian ke gadis-gadis yang lewat dan ia pun mengerling nakal hingga membuat mereka memekik tertahan.
"Maaf, anda tidak boleh membawanya masuk." ucap satpam setelah melihat isi plastik Zio dengan wajah memerah karena malu.
Bibir Zio terbuka sedikit tak percaya. Namun ia tidak ingin memprotes karena itu akan terlalu banyak menyita waktunya. Jadi ia pun segera merebut plastiknya sembari menatap sengit si satpam sebelum berbalik dan berjalan menuju ke mobilnya. Ia meletakkan plastik belanjaannya di bawah jok kemudi karena takut ada yang mencurinya. Bisa tekor ia nanti!
"Aku sudah tidak membawanya!" ucap Zio sinis ketika bertemu satpam tadi yang kini membukakan pintu untuknya dan dibalas dengan senyuman oleh si satpam.
Room 119
Zio berhenti tepat di ruangan bertuliskan tulisan tersebut. Membenarkan poni rambutnya, ia pun memutar knop pintu dan kepalanya langsung menyembul masuk. Membuat Thea dan Nathan yang berada di dalam memusatkan perhatiannya pada lelaki itu.
"Kak Zio?" gumam Thea yang duduk di sebelah Nathan yang sudah sadar beberapa jam yang lalu.
Zio berjalan masuk lalu berdiri di samping Thea. "Kau sudah sadar, ketan?"
Nathan yang kondisinya masih tampak lemah hanya bisa mengangguk pelan karena untuk berbicara saja ia masih susah.
"Baguslah kalau begitu. Ayo Thea kita pulang!" Ujar Zio yang secara terang-terangan tidak suka kalau Thea berlama-lama disini.
"Tidak. Thea mau menjaga Nathan. Paman Nathan sedang melunasi administrasi."
Thea merengut, "Lagipula namanya Nathan, bukan ketan."
Zio memutar bola mata namun tidak memaksa Thea lagi. Lelaki itu mendudukkan dirinya di sofa terdekat. Matanya terus mengawasi Thea yang mencoba berinteraksi dengan Nathan. Entah kenapa hatinya merasa tidak suka melihat interaksi mereka berdua. Kalau misalnya Thea berpacaran dengan Nathan, mau ditaruh dimana mukanya nanti? Ia belum mempunyai kekasih dan Thea malah sudah memiliki. Damn, ini tidak bisa dibiarkan!
"Nathan, Thea mau ke kamar mandi dulu. Baik-baik sama Kak Zio." Thea berujar dan ditanggapi dengan anggukan oleh Nathan. Lalu kemudian gadis itu beranjak dari kursi dan berjalan memasuki kamar mandi.
Dan hal itu tidak disia-siakan oleh Zio untuk mendekati Nathan. "Hey, Ketan. Tentunya kau tahukan siapa aku?"
Nathan menggeleng tidak tahu. Dan hal itu membuat Zio mendengus, Dasar kudet! Youtubers dan dancer setampan dan sekece Zio lelaki ini tidak tahu?! Yang benar saja!
"Kalau begitu perkenalkan, namaku Verlon Fawzio. Orang-orang biasa memanggilku orang ganteng dari negeri jupiter. Tapi khusus untukmu, kau bisa memanggilku 'Zionel Messi'." ucap Zio menirukan kata-kata Sean, paman sekaligus gurunya sejak lahir.
Mata Nathan hanya mengerjap beberapa kali seraya bibirnya mengulas senyum tipis hingga hampir tak terlihat.
"Oh ya, ketan. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu! Ini mengenai Thea!"
Kali ini ucapan Zio membuat wajah Nathan berubah menjadi serius. Mengenai Thea?
Zio melipat kedua tangannya di d**a, "Asalkan kau tahu, Thea itu kalau sedang tidur suka mendengkur keras! Dia kalau makan juga belepotan seperti anak kecil, dan dia juga tidak pernah mandi!" ucap Zio yang mengutarakan segala keburukan Thea yang tidak benar adanya.
"Jadi kau lebih baik jauh-jauh saja dari Thea. Cari gadis lain yang lebih baik!" lanjut Zio.
Namun Nathan hanya tersenyum. Ia tahu kalau ucapan Zio itu adalah kebohongan, namun jika itu benar—ia sama sekali tidak masalah.
"KAK ZIOOO!!"
Suara teriakan Thea dari kamar mandi mau tak mau membuat Zio langsung panik dan menghampiri pintu kamar mandi lalu mengetuknya keras. "Thea ada apa? Tolong buka pintunya!"
Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka. Kepala Thea langsung menyembul keluar dengan menyembunyikan sebagian tubuhnya di balik pintu. "Kak Zio.."
"Ada apa sebenarnya? Apa telah terjadi sesuatu?" Tanya Zio dengan wajah khawatir yang sangat kentara.
"Thea kedatangan tamu bulanan." ucap Thea dengan pipi memerah karena malu. "Tolong belikan roti Jepang!"
Raut panik dari wajah Zio langsung memudar seketika. Sepertinya hari ini ia tidak bisa lepas dari yang namanya 'Roti Jepang'!