10. Rasa

1429 Words
 "Kejutan!" Suara serempak dari Dreynan beserta keluarganya terdengar bersamaan dengan pintu besar yang terbuka dan menampilkan sosok Yezra yang tampak sangat terkejut. Matanya memandang seluruh keluarganya yang berkumpul dengan Dyeza sang istrinya yang tercinta tengah membawa kue ulang tahun. Lalu manik merahnya bergulir memerhatikan sekeliling ruangan yang telah didekorasi sedemikian rupa. "Selamat ulang tahun, Yezra." Dyeza bergerak maju lalu berjinjit untuk mencium mesra pipi Yezra. "Suamiku tercinta." Raja Dreynan juga ikut bergerak maju dan menjentikkan jarinya di atas lilin hingga membuat lilin itu menyala seketika. Setelah mendapat instruksi dari Dyeza, Yezra meniup lilin itu setelah sebelumnya sempat membuat sebuah permohonan dari dalam hati. Diiringi oleh sorakan riang dari semua yang berada disitu. Ups, terkecuali Eyden dan Galen—mereka hanya tersenyum sekilas. "Mari masuk!" Dyeza mengajak Yezra dan yang lainnya untuk segera duduk di meja makan yang berada di tengah-tengah ruangan. Semua jenis hidangan telah siap tersaji di atas meja yang besar dan juga panjang sehingga cukup untuk keluarga besar mereka, termasuk Sean dan ayahnya yaitu Raja Victor—penguasa Kerajaan Ezyerna. "Ish, Nio duduk di samping Thea! Minggir!" "Tidak! Aku yang duduk di samping Thea!" Nio dan Zio sibuk berebut kursi yang letaknya berada di samping Thea. Mereka berdua sama-sama tidak ada yang mau mengalah dan terus beradu mulut seperti anak kecil. Padahal mereka sudah menginjak usia 20 tahun! "Enrico! Verlon!" Raja Dreynan memperingatkan mereka. Mengisyaratkan agar mereka berhenti berebut kursi. Thea memutar bola mata malas. Ia pun berdiri dari tempat duduknya, "Kak Zio duduk disini!" Tangannya menarik Zio untuk duduk di kursinya lalu kemudian menarik Nio untuk duduk di samping kursinya. "Dan Kak Nio duduk disini!" "Tapi Thea.." Kedua lelaki itu hendak memprotes. Namun Thea tampak tak menggubris dan berjalan mendekati Eyden lalu duduk di pangkuannya. Eyden pun juga tidak terlihat keberatan atau risih, malah lelaki itu membelai lembut rambut Dyeza. "Ish, gara-gara kau Zio!" Pipi Nio menggembung kesal dengan melipat tangannya di d**a. Matanya melirik sinis kepada Zio yang menjulurkan lidah mengejek. "Dalam memperingati ulang tahun Yezra yang ke 44, maka aku akan menghadiahkan sekantong keping emas kepada setiap kepala keluarga di kerajaan. Gerald, kau tahu apa yang harus kau lakukan kan?" "Baik, ayah. Aku tahu apa yang harus kuperbuat." jawab Gerald untuk merespon ucapan Raka Dreynan. Setelah pulang dari Jenewa, Gerald memang langsung menyusul saudara-saudaranya ke istana ini. "Raja Victor." Dreynan menganggukan kepalanya sekilas, mengisyaratkan raja Kerajaan Ezyerna itu untuk memulai makan malam ini. Raja Victor berusia lebih tua daripada dia, jadi sudah sepantasnya ia menghormati ayah dari Sean itu. Raja Victor balas tersenyum tipis dan akhirnya mengajak semuanya untuk menikmati hidangan yang tersaji. Dyeza bertugas sebagai seorang istri dengan mengambilkan makanan untuk kelima suaminya. Meskipun sedikit ada percekcokan antara Zarel dan Asrein yang sama-sama ingin didahulukan. "Ayah, Thea mau udang!" Jari Thea menunjuk udang bakar yang letaknya jauh dari jangkauannya. Eyden bergeming. Namun tangannya bergerak ke arah sepiring udang bakar di depan Astra yang akhirnya melayang sampai di tangannya. "Satu atau dua?" tanyanya karena ukuran udang yang besarnya hampir menyamai lobster. "Hm, tiga!" jawab Thea seraya memamerkan deretan giginya yang putih. Masih dengan wajah datar tanpa ekspresi, Eyden menaruh kembali piring udang bakar tadi setelah menaruh tiga udang ke piringnya dan Thea. Ya, dia dan Thea akan makan dalam satu piring. "Ini untuk ayah!" Astra mengambil kotak berisi gelang bertuliskan nama-nama kimia dari dalam kantong jubahnya. Yezra menelan makanannya sembari menerima hadiah dari Astra. "Terima kasih." "Ini dari aku, Asrein, dan Gerald!" Dyeza juga ikut menyerahkan hadiah yaitu jubah yang ditenun dari kain sutera asli. Mereka bertiga sama-sama menenun jubah itu ketika waktu luang. Dan Yezra kembali mengucapkan terimakasih. "Ini untuk ayah! Dari Thea dan Kak Zio!" Ghea menyerahkan lukisan wajah Yezra yang ia lukis bersama dengan Zio. "Terimakasih." Yezra mengamati lukisannya yang terlihat Indah dan tampak nyata. Tak ia sangka kepiawaian Zarel dalam melukis ternyata menurun pada Zio anaknya. Ia melihat ke arah Zio, namun yang dilihat malah sibuk menggigiti paha ayam dengan rakus. Thea tersenyum sekilas sebelum membuka bibirnya untuk menerima suapan dari Eyden. Selain makan dalam satu piring, Eyden juga menyuapi Thea layaknya perhatian seorang ayah kepada anak. "Ini hadiah dariku dan Sean." Zarel berujar sembari menyerahkan sebuah gel rambut. "Supaya kau menjadi semakin tampan dan keren seperti kami!" ucapnya tidak bersemangat. Sangat kebetulan sekali, Zarel dan Sean hari ini sama-sama terlihat tidak sehat sehingga mereka berdua sedikit sekali berbicara dan lebih banyak diam. Namun membuat semuanya bersyukur karena tidak mendapati perilaku mereka yang abnormal jika sedang sehat. "Ini dari Nio, ayah." Nio mengambil miniatur spongebob dari kantong jubah. "Ini spongebob! Dia baik seperti ayah!" "Baik darimana? Bodoh itu yang benar!" Zio menyahut dengan mulut penuh dengan nasi. "Zio, telan terlebih dahulu!" Dyeza memperingatkan, takut kalau lelaki itu tersedak. "Maklum ibu, Zio kan mesin penghabis beras kerajaan." Nio langsung sedikit bergerak menjauh ketika Zio mendelik tajam ke arahnya. "Dia juga omnivora!" Sontak saja hal itu membuat semua yang ada disitu tertawa, terkecuali Zio yang tampak dongkol dan Eyden yang hanya tersenyum tipis. Namun tidak dengan Galen, lelaki itu malah beranjak dari duduknya lalu pergi entah kemana. Dan hal itu tak luput dari pandangan Thea. Gadis itu segera turun dari pangkuan Eyden dan segera mengejar Galen. Matanya bisa melihat sosok Galen yang berdiri di bawah pohon apel dengan posisi membelakanginya. "Aduh!" Baru saja tiga langkah Thea berjalan, gadis itu harus terjatuh ketika tersandung bebatuan di depannya. Ia meringis ketika merasakan lututnya terluka hingga menciptakan ruam merah di lututnya yang putih bersih. "Bodoh!" Thea semakin menundukkan kepalanya ketika suara dingin itu terdengar tepat di hadapannya. Berbarengan dengan Galen yang tiba-tiba mengangkat Thea ke dalam gendongannya. "Punya mata digunakan!" Thea menghela napas tanpa berani untuk menatap Galen. Matanya menatap lurus ke dalam jubah Galen yang sedikit terbuka sehingga menampilkan pahatan tubuh sempurna yang terlihat dari celah-celah jubah. Membuat pipi Thea langsung memerah seketika. "Maaf." Tentu. Hanya kata itu yang bisa diucapkan oleh Thea sekarang. Ternyata Galen membawa Thea di kursi panjang tepat di bawah pohon apel. Dengan hati-hati lelaki itu menurunkan Thea disana lalu segera menyingkap jubah Thea hingga kaki jenjangnya terlihat. "Sakit?" Thea menggeleng. "Ahk!" Thea langsung memekik ketika Galen malah menekan lukanya hingga membuat darah mengalir keluar dari lukanya tadi. "Itu tidak sakit?" Galen melirik sinis kepada Thea sebelum akhirnya merobek ujung jubahnya lalu membalut luka Thea dengan kain jubahnya itu. "Te-terima kasih." ujar Thea ketika Galen telah selesai membalut lukanya dengan telaten dan penuh kehati-hatian. Ia sedikit bergeser untuk memberi ruang agar Galen bisa duduk. Namun Galen malah hanya berdiri di hadapannya dengan bergeming. Membuat kesunyian mulai menghinggapi mereka dikala malam penuh dengan bintang ini. Thea berpikir, apakah Galen tidak suka duduk dengannya? Buktinya lelaki itu lebih memilih berdiri daripada duduk di sampingnya. Namun dugaan Thea salah. Galen tiba-tiba bergerak untuk duduk di samping gadis itu dengan menyilangkan kedua kakinya. Rambut hitam kelam lelaki itu tampak beterbangan akibat tertiup oleh angin malam. Membuat Thea menelan salivanya dengan susah payah karena pahatan wajah Galen yang terlihat sempurna dari samping. "Bukankah tidak sopan menatap seseorang dengan tatapan seperti itu?" Galen berkata dingin sembari menoleh tiba-tiba. "M-maaf." Thea langsung memalingkan wajahnya setelah sempat terkejut. Gadis itu menggigit bibirnya lalu berusaha mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya berkata "Kak Galen, Thea mau apel!" Alis Galen terangkat sebelah, "Kau menyuruhku?" Thea tersentak dan langsung gelagapan. "Ti-tidak! Thea tidak bermaksud, Thea hanya--" Perkataan Thea terhenti ketika sebuah apel datang sendiri bersama dengan ranting pohonnya yang bergerak turun untuk memberikan buah itu kepada Thea. Dan tangan Thea spontan terulur untuk memetik apel itu lalu ranting pohon tersebut kembali ke tempat semula. "Terima kasih, kak." Thea menatap Galen dengan senyuman tulus. Selain kemampuan terbang, Galen memang juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan tumbuhan, jadi Thea merasa tidak heran melihat hal barusan. Galen hanya diam tak menjawab. Lelaki itu kembali menatap lurus ke arah bintang-bintang yang bertaburan di langit. "Bintangnya indah ya, kak?" ucap Thea sebelum menggigit apelnya. Ia berusaha untuk mencairkan suasana di antara mereka. "Biasa." Thea menghela napas. Jawaban dari kakaknya terlalu singkat dan menyebalkan. Ia menggigit apelnya dongkol namun masih tak menyerah untuk memancing Galen agar berkata panjang lebar. "Kak Galen, kenapa kakak jarang sekali berbicara?" "Malas." "Kakak lebih menyukai suasana yang sepi, bukankah itu tidak menyenangkan?" "Tidak." "Kak Galen! Kak Galen! Kakak tahu tidak kalau Blackpink mau konser di Indonesia? Tolong bawa Thea terbang ke Indonesia ya, kak?" "Tidak." Wajah Thea langsung tertekuk kesal seraya mendengus saat mendengar jawaban Galen yang singkat-singkat. Pertanyaannya tinggal satu, jika Galen masih menjawabnya singkat, maka Thea hanya bisa mengangkat tangan menyerah. "Kak Galen, tolong belikan album terbaru Wannaone. Tahun depan mereka sudah tidak ada lagi!" Galen sempat terdiam. Namun lelaki itu kemudian berkata "Baiklah." Wajah Thea langsung berbinar. "Tapi ada satu syarat." Syarat? "Jauhi Nio!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD