Bab 6 - Memukau

1703 Words
Queen masih membatu. Dia belum bisa mengatakan apa-apa untuk menjawab perkataan wanita itu yang bisa dibilang sudah merendahkan dirinya. Bahkan juri di sana yang terlihat berbisik-bisik pun membuat semangatnya seolah dihempaskan begitu saja. Sepertinya, dirinya memang gagal dan perjuangannya harus berhenti sampai di sini saja. “Maaf,” Queen memegang d**a sebelah kirinya lalu menundukkan sedikit tubuhnya. Sebenarnya, dia tidak begitu yakin untuk mengikuti kontes ini dengan statusnya sekarang yang bisa dibilang wanita miskin. Tapi, karena semangat dari Lily dan keinginannya untuk membuktikan jika kemampuan tanpa didasari status terpandang bisa memenangkan sebuah kompetisi, akhirnya dia memberanikan diri. Namun ternyata, semangatnya memang harus dipatahkan oleh kenyataan jika wanita miskin memang tak mempunyai tempat dan kesempatan di sini. Tak apa, dirinya masih bisa pergi ke belahan dunia lain sampai dirinya bisa menjadi model karena perjuangannya sendiri. Baru saja Queen ingin memutar tubuhnya, sebuah suara tiba-tiba saja terdengar di sana hingga berhasil membuatnya terdiam. “Siapa yang mengizinkanmu pergi?” Queen kembali ke posisinya tadi. Dia mendongak dan melihat ke asal suara yang ternyata adalah seorang pria. Salah satu dari 5 juri yang berada di depan sana. “Maafkan saya. Tapi, saya tidak pantas untuk berada di sini,” jawab Queen sejujurnya. Dia melihat Lily yang juga sedang melihat ke arahnya. Dia tau, Lily tak bisa melakukan apa-apa. Lily bukan bagian dari orang yang akan menilainya. Lily hanya bisa memberikannya dukungan. Juri pria itu tersenyum tipis mendengar jawaban jujur Queen tadi. “Yang menentukan seorang peserta pantas atau tidak, juga bertahan atau keluar dari kompetisi ini, ada pada keputusan kami. Bukan seseorang yang menjadi peserta juga.” Sekakmat! Para kontestan yang lain, mendadak bungkam dengan wajah memerah begitu mendengar kata-kata juri pria tadi. Terlebih Elsa yang saat ini tiba-tiba kembali ke tempat duduknya dengan wajah yang terlihat memendam rasa kesal. “Mereka salah jika menganggap kompetisi ini hanya untuk kaum berkelas. Yang kami cari, adalah model yang memiliki kemampuan bukan kekuasaan, kekayaan, pakaian ber merk atau apa pun. Sekali lagi aku tegaskan. Kompetisi ini adalah ajang untuk menunjukkan kemampuan kalian, bukan ajang mencari masalah.” Queen kembali terdiam. Jujur saja, dirinya salut kepada pria itu. Di antara ke 5 juri itu, hanya pria itu yang bersikap tegas seperti ini. Bahkan tak segan memberikan peringatan keras yang tentunya, akan membuat wanita yang mencemoohnya tadi tak bisa hanya untuk sekadar mengangkat kepala. “Dan kau. Apa kau tau apa yang menjadi alasan mereka mengomentari penampilanmu tadi?” Pria itu kembali bersuara. Dan kali ini, pertanyaan itu tentu saja untuk dirinya. Queen menarik napasnya pelan sebelum menjawab, “Tidak ada senyum yang aku tunjukkan saat melangkah di atas catwalk tadi.” “Benar. Lalu, apa kau memiliki alasan tentang hal itu?” tanya pria itu lagi. Tepatnya, memancing bagaimana jawaban Queen nanti. Saat pertama melihat Queen yang penampilannya berbeda dengan peserta lain, tentu saja membuat pria bernama Darel itu tertarik untuk melihat dan mengetahui potensi spesial yang wanita itu miliki. “Dunia modeling bertrsnformasi dari waktu ke waktu. Setiap tahun, pasti saja ada pembaharuan seputar model pakaian, Fashion style, merk terkenal sampai pada bagaimana caranya seorang peraga busana memeragakan busana rancangan desainer di atas catwalk. “Menurut buku yang saya baca. Era modeling tahun ini, mengalami perubahan besar. Peraga busana, tak lagi diwajibkan untuk tersenyum di semua peragaan busana yang dia lakukan. Memang, ada beberapa jenis peragaan busana yang masih menggunakan kebiasaan itu sesuai tema busana yang sedang diperagakan. Misal, peragaan busana dengan tema liburan, dan yang lainnya. “Namun, di era ini. Dilansir dari The conversation, Para perancang busana, lebih menginginkan para modelnya tak menunjukkan kepribadiannya sendiri, namun menyampaikan maksud dari rancangan desainer yang sedang dia pakai. Sederhananya, sebuah senyuman dari peraga busana bisa mengalihkan perhatian penonton dari pakaian yang harusnya menjadi pusat perhatian di sana. “Dan juga. Tanpa senyuman, seorang model akan lebih memancarkan jika dirinya pribadi yang kuat dan tak tergoyahkan. Terima kasih.” Ruangan itu masih saja hening setelah Queen menyampaikan pendapatnya. Queen meremas tangannya yang berkeringat. Dia tidak tau, apa pendapatnya tadi akan diterima atau tidak. Yang jelas, dirinya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan di sini dan menyampaikan pendapatnya sendiri tentang dunia model yang harusnya memang sudah mengalami perubahan besar demi kemajuan. Elsa yang terduduk di kursinya, mencebik kemudian tertawa lepas dalam hati. Penjelasan wanita itu sama sekali tak masuk akal. Sebentar lagi, wanita itu pasti akan segera tersisihkan dari kompetisi ini. Namun tiba-tiba .... Prok! Prok! Prok! Sebuah tepuk tangan dari pria tadi, tentu saja memancing tepuk tangan dari juri lain dan akhirnya ruangan itu riuh oleh tapuk tangan yang diikuti oleh kontestan lain. Bahkan, Lily yang berada di pojok ruangan sampai bersiul meriah. Queen tersenyum lebar. Matanya mendadak berbinar setelah menerima respons seperti ini. Pendapatnya diterima, dan hal itu tentu saja membuatnya senang. Rasa gugup dan kekhawatirannya tadi, mendadak sirna begitu saja. “Selamat! Kau harus tetap di kompetisi ini sampai babak akhir nanti.” Sekali lagi, Queen tersenyum lebar bahkan dengan manik mata berkaca-kaca. Usahanya berhasil. Dia berhasil menjadi bagian dari kompetisi ini. Queen mengucapkan terima kasih sekali lagi, dan dia pun turun dari sana—bergabung dengan kontestan lain yang duduk di tempatnya masing-masing. Queen mengusap air mata bahagia yang sempat jatuh di sudut matanya. Dia tak perlu khawatir lagi akan tersingkir dari kompetisi ini karena status. Karena kompetisi yang diadakan oleh agensi ini benar-benar profesional dengan mencari bakat dan kemampuan terbaik para pesertanya. Akhirnya, acara hari itu ditutup setelah salah satu juri menyampaikan bagaimana rules ajang kompetisi ini. Mirip seperti pemilihan Miss Universe, semua peserta akan tetap mengikuti kompetisi sampai babak terakhir nanti, karena model terbaik akan ditentukan saat itu juga. Tentu saja, dalam beberapa hari ke depan, akan begitu banyak kegiatan yang harus Queen ikuti. Menentukan jadwal kegiatan kompetisi dan juga pekerjaannya di restoran. Ya, untuk beberapa hari ke depan dia harus meminta izin kepada pemilik restoran karena tak bisa bekerja penuh hanya paruh waktu saja. *** Seorang wanita muda terlihat tergesa-gesa setelah meminum cappuccino yang dipesannya tadi. Saking tergesanya, wanita itu bahkan belum sempat mencicipi makanan yang juga dipesannya dan keluar dari restoran dengan terburu. Queen mendekati meja. Kebetulan, dirinya lah yang melayani pengunjung wanita tadi. Begitu dia ingin membereskan meja, sebuah dompet berwarna hitam dengan manik-manik indah yang melingkar, membuat Queen tau, jika wanita tadi tak hanya melupakan makanannya tapi juga melupakan barang-barangnya. Bahkan barang se penting ini. Queen menghela napasnya pelan. Dia mengambil dompet itu kemudian berlari keluar dari restoran. “Nona, dompetmu!” teriak Queen, namun wanita itu tak mendengarnya karena sudah lebih dulu memasuki mobilnya dan pergi dari sana. “Astaga, bagaimana ini?” sekali lagi, Queen menghela napasnya pelan. Wanita itu benar-benar meninggalkan dompetnya di sini. Dompet yang isinya bisa dia tebak berisi barang-barang penting. Tak menunggu lama, dia pun membuka dompet itu. Bukan berniat mencuri atau apa pun, dia hanya ingin tau siapa pemilik dompet itu dan di mana wanita itu tinggal karena dia ingin mengembalikannya. Queen kembali ke dalam restoran, dan menghampiri salah satu teman pelayannya. “Jika bos bertanya ke mana aku pergi. Tolong, katakan jika aku ada sedikit urusan di luar. Aku akan segera kembali.” Setelah mengatakannya, Queen pun keluar dari restoran dan segera menaiki taxi. *** Beberapa menit kemudian .... Taxi pun berhenti. Queen turun dari taxi dan meminta si sopir untuk menunggunya karena dia masih ada urusan sebentar. Begitu turun dari mobil, seketika tatapannya tertuju langsung pada gedung megah dan besar di depannya yang tentu saja membuatnya takjub. RedRose. Agensi terbesar dan terbaik di Washington Dc Queen membuka dompet wanita itu lagi. Dia memastikan, jika alamat tempat wanita itu bekerja memang sudah benar. Dan, ya. Dia tak salah. Wanita itu memang bagian dari RedRose--agensi dunia modeling terbaik di negara ini. Ragu-ragu, Queen melangkah mendekati pintu masuk. Tentu saja, dia merasa ragu sekaligus malu menginjakkan kaki ke dalam sana yang penuh dengan hingar bingar dunia Fashion, sedangkan penampilannya sekarang dengan baju pelayan yang ditutupi oleh mantel tebal, sangat tak cocok berbaur dengan suasana elegan di dalam sana. Queen melangkah mundur lagi sampai-sampai dirinya menabrak sebuah bener yang terpajang di sudut gedung dekat pintu masuk. Kompetisi pemilihan model terbaik tahun ini. Queen membatin begitu membaca tulisan yang tertera di banter itu. Sudut bibirnya terangkat. Apakah kesempatan itu, datang padanya sekarang? Menjadi model terbaik seperti mimpinya selama ini? Apakah dirinya bisa? “Erick, kau salah paham!” Tiba-tiba suara wanita terdengar, bersamaan dengan itu, seorang pria yang terlihat menahan kesal keluar dari pintu itu kemudian masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan wanita yang mengejarnya tadi. “Erick!” Masih terdengar panggilan wanita itu untuk menahan pria yang sudah memasuki mobilnya, tapi pria itu tetap saja pergi—melesat cepat dengan mobilnya yang berwarna hitam dan mewah. Queen sedikit menundukkan kepala, begitu melihat wanita itu mengusap wajahnya kasar dengan raut wajah menyesal di depannya. Tapi, se detik kemudian, dia mengangkat wajahnya lagi begitu mengenali siapa wanita itu. Wanita itu, adalah wanita pemilik dompet yang sedang dia cari. “Lily?” Panggilan Queen yang refleks, tentu saja membuat wanita yang memang bernama Lily itu mendongak ke arahnya. “Ya? Kau memanggilku?” tanya wanita itu dan Queen mengangguk cepat. Dia harus segera memberikan dompet itu dan secepatnya pergi mengingat suasana hati wanita bernama Lily itu sedang tidak bagus. “Aku hanya ingin mengembalikan dompetmu yang ketinggalan di restoran, Nona. Maaf, sebelumnya karena aku sudah lancang membukanya untuk melihat identitasmu,” ucap Queen sambil memberikan dompet itu dan Lily menerimanya dengan senang hati. Beberapa menit yang lalu, dia sempat kalang kabut mencari dompet itu dan akhirnya dia menemukannya lagi. “Ya, ini memang milikku. Terima kasih banyak karena sudah mengantarnya ke sini,” jawab Lily dengan senyuman lebar. Dia tak menyangka, di masa ini masih ada orang sebaik wanita di depannya ini yang mau mengembalikan barang se privasi ini tanpa mengurangi isi di dalamnya. Ya, dia sudah membuka dan melihat jika isi dompetnya tak ada satu pun yang berkurang. Queen mengangguk. “Sama-sama, Nona. Aku pergi dulu. Selamat tinggal,” balas Queen hendak melangkah pergi dari sana. Tapi, wanita bernama Lily itu justru menarik tangannya dan membawanya masuk ke dalam gedung agensi itu. “Aku akan mentraktirmu minum kopi dulu sebelum pergi.” Titik! Queen tak bisa menolak. Akhirnya, dia memilih diam saja saat Lily membawanya semakin masuk ke dalam gedung itu dari pada menolak dan malah terjadi keributan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD