Bab 9 - Lagi-lagi Robert

1279 Words
Queen menatap pantulan dirinya di cermin. Beberapa menit yang lalu, dirinya baru saja selesai mandi. Bahkan saat ini, dirinya masih memakai handuk yang membungkus kepala dengan gaun tidur bermotif hewan Panda. Dia memang sengaja tak mengeringkan rambutnya yang basah. Sensasi dingin dari air yang masih tertinggal di rambutnya sekalian untuk mendinginkan otaknya yang tiba-tiba terasa panas setelah bertemu dengan Robert di rumah nenek Ans tadi. Dia masih tak habis pikir kenapa bisa bertemu dengan Robert secepat ini? Tolonglah, Washington itu sangat luas bukan hanya selebar halaman rumahnya saja. Queen mengusap wajahnya sedikit kasar. Sampai sekarang, warna memerah di pipinya karena merasa kesal sekaligus malu pada Robert masih saja membekas di pipinya yang putih. Warna merah itu muncul begitu saja dan tak bisa dia tutupi dengan apa-apa. Kesalnya, Robert pasti sudah melihatnya. Kruyuukkk! Kruyuukkk! “Aku lapar.” Queen memegang perutnya. Dia merasa sangat lapar sekarang. Andai saja tak ada Robert di rumah nenek Ans, pasti saat ini dirinya dan nenek Ans sedang makan malam dengan lahap. Queen melangkah menuju dapur. Semoga saja, masih ada sesuatu yang bisa dia masak mengingat dirinya tak sempat membeli kebutuhan dapur karena terjebak di klub juga kompetisi hari ini. Oleh karena itulah, dia membeli makanan untuk makan malamnya. Tapi, sayang. Makan malamnya gagal total. “Yah, tidak ada apa pun untuk aku masak.” Queen kembali mendesah lelah. Sepertinya, malam ini dirinya harus tidur dalam kondisi kelaparan. Tapi tak apa. Lebih baik dirinya kelaparan dari pada berada di rumah nenek Ans dan melihat si penjilat. Tok! Tok! Tok! Terdengar pintu rumahnya diketuk. Queen segera melangkah menuju pintu. Siapa tau, nenek Ans mengantarkan makan malam untuk dirinya yang begitu menyedihkan ini. Ceklek! “Ya, Nek—“ Lagi-lagi, suara Queen menggantung di udara. Demi apa, dia harus melihat wajah itu lagi berada di depannya dalam jarak se dekat ini? Robert yang mendengar permintaan nenek Ans untuk mengantarkan makanan pada Queen sebelum dia pulang, tentu saja tak bisa menolak permintaan wanita tua itu yang sudah berbaik hati menyiapkan makan malam dan kue-kue yang memanjakan lidahnya. Akhirnya, dia pun memberanikan diri untuk tampil lagi di depan Queen dengan nampan berisi makanan. Dan lihat, bagaimana ekspresi wanita itu lagi begitu melihatnya? Sangat lucu dan menggemaskan dengan mata membulat dan pipi yang mulai menunjukkan rona memerah. “Nenek Ans memintaku untuk mengantarkan makanan ini untukmu,” ucap Robert sambil memberikan nampan itu dan Queen belum mau menerimanya. Queen masih saja terdiam--lebih tepatnya tercengang. “Kau tidak sedang mencurigaiku memberikan obat tidur di makanan ini untuk membuatmu tidur denganku lagi ‘kan?” Blus! Jangan tanya bagaimana memerahnya wajah Queen sekarang. Dia tau, seorang polisi itu bermental baja. Tapi tidak seharusnya kan, dengan mental bajanya tersebut Robert mempermainkan dirinya yang labil dalam sekejap ini? “Terima kasih,” jawab Queen sambil mengambil alih nampan di tangan Robert setelah mempertimbangkan kalau dirinya tak harus terpancing emosi yang akhirnya akan membuatnya lebih lama berinteraksi dengan Robert yang membuat kesehatan jantung dan juga otaknya terancam penyakit mematikan. Setelahnya, Queen berniat untuk menutup pintu rumahnya tanpa mengatakan apa pun lagi. Polisi itu harus segera pergi dari hadapannya, sebelum dirinya benar-benar berubah menjadi siluman banteng yang akan menyeruduk pria itu untuk pergi dari hadapannya. Tapi, lagi-lagi Robert membuatnya kesal karena menahan pintu rumahnya yang hampir tertutup dengan sebelah tangannya dengan posisi tubuh yang bersandar di pintu rumahnya juga. “Kau tidak ingin mengajakku mampir?” tanya Robert dengan seringaian jahil. Entahlah, melihat wajah Queen yang takut dan malu-malu saat berada di depannya membuatnya begitu terhibur. “ngomong-ngomong, kau terlihat imut dengan gaun tidur Panda mu itu.” Lanjutnya ingin mencairkan suasana meski dia tidak tau bagaimana reaksi Queen nanti. Bagaimana pun, insiden yang terjadi antara dirinya dan Queen sebelumnya, pasti membuat Queen marah dan dirinya ingin sedikit merubah nya. Setidaknya, dirinya dan Queen lebih bersahabat mulai dari sekarang. Queen menatap Robert dengan tajam. Jika terus dibiarkan, rasa-rasanya Robert akan semakin bertindak kurang ajar padanya. Mulai sekarang, dirinya tidak boleh takut atau malu lagi pada pria m***m itu. Yang ada, Robert akan semakin mengganggunya jika dirinya takut. “Rumah penjahat sekaligus p*****r ini terlalu kotor untuk polisi seperti Anda, Pak polisi.” Sekakmat! Robert membatu di tempat. Dia tidak menyangka, Queen akan menjawab perkataannya tadi dengan pernyataan yang menembak tepat pada sasaran di mana dirinya sudah melakukan kesalahan. Dia tentu saja mengeti dengan maksud lain dari perkataan Queen tadi. Queen menangkap maksud yang tidak baik dari perkataannya tadi. “Queen, aku tidak—“ “Sekarang pergi dari rumahku, atau aku akan berteriak jika dirimu adalah polisi m***m!” Queen memotong perkataan Robert. Cukup sudah Robert merusak ketenangannya. Pria itu harus segera dia usir pergi dari hadapannya. Robert memilih mundur. Suasana di antara dirinya dan Queen belum bisa diperbaiki hari ini. Queen terlalu kesal, dan sekarang semakin dibuat marah oleh perkataannya tadi. Sial! Inilah akibatnya jika dirinya tak tau bagaimana caranya berbicara dengan seorang wanita dengan benar. Brak! Robert melihat dengan jelas, bagaimana sorot mata permusuhan yang Queen tunjukkan padanya sebelum menutup pintu rumahnya dengan keras. Baiklah. Sepertinya, dirinya dan Queen memang tak perlu bertemu lagi setelah ini. “Aku hanya ingin meminta maaf, Queen!” teriak Robert sebelum memutuskan pergi. Dia tau, Queen pasti mendengar suaranya. Dan bagaimana reaksi Queen di dalam sana, dia tidak tau. Yang terpenting, dirinya sudah meminta maaf karena menuduh sekaligus sudah mengambil keuntungan dari wanita itu. Queen menyandarkan tubuhnya ke daun pintu. Dia menarik napasnya dengan teratur untuk menetralkan detak jantungnya yang rasanya akan segera meledak. Jujur saja, mendengar kata-kata terakhir Robert tadi, dia merasa bersalah karena sudah bersikap tidak sopan dengan menutup pintu rumahnya dengan kuat di depan Robert seperti tadi. Tapi, dirinya tak punya pilihan lain selain bersikap kasar agar tak ada interaksi antara dirinya dengan Robert lagi. Ya, interaksi konyol ini harus berakhir sampai di sini. *** Robert mendorong pintu rumahnya. Setelahnya dia melangkah masuk kemudian menutup pintu dengan raut wajah lelah. Di saat lelah seperti ini, dirinya memang sering berada di rumah untuk menyelamatkan otaknya agar tenang. Dari pada kembali ke apartemen yang membuatnya merasa sendiri dan kesepian. Di sini, setidaknya dia punya teman untuk dia ajak bicara. “Siapa kau?!” Baru saja Robert memutar tubuhnya, dia melihat seorang pria yang tengah duduk santai di ruangan tamu rumahnya sembari menonton televisi dengan begitu santai. Tak mau mengambil risiko besar, Robert segera menarik senjata yang berada di gesper sebelah kanannya dan menodongkan senjata itu, sehingga membuat pria yang tak dikenalnya itu mengangkat ke dua tangannya—pertanda menyerah. “Tenanglah. Aku bukan penjahat seperti yang kau pikirkan.” “Diam dan jangan bergerak atau aku benar-benar akan menembakmu!” teriak Robert dengan raut wajah mengancam. “Lily! Lily! Di mana kau? Kau baik-baik saja ‘kan?” teriak Robert lagi. Yang paling dia khawatirkan adalah sepupunya, Lily. Tak lama, seorang wanita muda tergesa keluar dari kamarnya dan sontak saja terkejut melihat Robert yang sedang menodongkan senjata ke arah kekasihnya. “Robert, apa yang kau lakukan?! Jangan gila! Apa kau ingin membunuh kekasihku hah? Turunkan senjatamu sekarang, atau aku akan memukulmu dengan tongkat bisbol agar kau impoten seumur hidup!” Lily yang melihat Robert sedang menodongkan senjatanya ke arah Erick, tentu saja terkejut setengah mati. Apa yang Robert pikirkan sehingga melakukan tindakan itu pada Erick? “Please, pria itu kekasihku bukan penjahat yang harus kau tembak dengan senjatamu, Robert!” Lagi-lagi, Lily berteriak sehingga membuat Robert benar-benar menurunkan senjatanya dan menyimpannya kembali. Ancaman Lily juga sama gilanya. Bisa-bisanya Lily ingin membuatnya Impoten? Baru saja dia merasakan bagaimana keindahan bercinta dengan Queen. Queen? Lagi-lagi, nasib Queen harus dipertaruhkan di sini. Kebenaran terbesarnya adalah, Lily adalah sepupu Robert. Sepupu yang Lily ceritakan pada Queen, sehingga membuat Erick marah. Sepertinya, interaksi Robert dan Queen tak akan berakhir sampai hari ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD