Haru baru saja menyelesaikan acara mandinya, gadis itu kemudian keluar dari kamar mandi, dan melangkah dengan waspada ke arah kamarnya. Ia takut bertemu dengan kakaknya, ia jelas belum siap dengan hal tersebut.
Tetapi ... bagaimana pun keadaannya, ia harus bisa menghadapi sang kakak. Untuk keluar dari apartemen itu, dan memilih tinggal bersama ayah atau ibunya juga percuma.
Merasa aman, Haru segera melanjutkan langkahnya. Ia segera masuk dengan cepat ke dalam kamarnya, lalu menutup pintu.
Gadis itu tak sadar jika Sora mengawasinya sejak tadi, dan karena melihat tingkah adiknya yang sangat berhati-hati, Sora bertambah penasaran dengan apa yang membuat semuanya terjadi.
Pria itu bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi, ia sangat ingin sangat adik jujur kepadanya. Bahkan setelah menelepon ayah atau juga ibunya, kedua orang itu mengatakan jika tak ada yang aneh dengan Haru sebelum pindah ke apartemennya.
Sementara Sora sedang kalut memikirkan tingkah adiknya, di dalam kamar Haru menatap pakaian yang sudah disiapkan oleh sang kakak.
Ia kembali ingat saat sang kakak mencium bibirnya, dan saat itu pula Haru dengan cepat menyentuh bibirnya.
Ciuman tadi ... terasa manis.
Ciuman tadi ... berhasil membuat perasaan yang sudah ia simpan entah sejak kapan semakin dalam.
Ciuman itu pula yang berhasil membuatnya berpikir ingin memiliki sang kakak lebih daripada seorang saudara.
“Haru, apa kau akan membiarkan Kakak mati kelaparan?”
Haru yang sedang termenung langsung kaget, ia menatap ke arah pintu, dan melihat kakaknya sudah berdiri di sana.
“Kau belum mengenakan pakaian, kau akan masuk angin jika terus seperti itu.” Sora melangkah, ia kemudian menarik tangan adiknya, dan mendudukkan adik cantiknya itu di sisi ranjang.
“Kakak ... aku bisa sendiri.”
Sora yang sudah meraih celana dalam sang adik menatap. “Kakak akan membantumu mengenakan pakaian.”
“Aku bukan anak kecil lagi!”
Sora yang mendengar jawaban adiknya tertawa kecil, ia kemudian membungkuk dan mengecup lembut kening adiknya.
Haru terdiam.
“Bagi Kakak kau akan selalu menjadi adik kecil yang manis. Sudahlah ... Kakak sudah biasa melakukan ini. Bahkan saat kau masih kecil, Kakak selalu menjaga dan merawatmu.”
Haru lagi dan lagi hanya bisa diam, ia tidak lagi melawan, atau juga mengatakan dirinya menerima tawaran sang kakak. Sedangkan Sora tetap memasang semua pakaian yang sudah ia sediakan untuk Haru.
Setelah selesai dengan kegiatan memasang baju Haru, Sora langsung mengeringkan rambut adiknya. Ia terlihat begitu telaten saat melakukan semua itu, dan merasa sangat senang.
Haru lagi dan lagi hanya bisa menerima keadaan, ia kemudian kaget saat sang kakak sudah menyelesaikan semuanya.
“Sekarang waktunya sarapan.”
Haru mengangguk, ia kemudian berdiri. Sedangkan Sora ... pria itu langsung menarik tangan adiknya, dan keluar dari kamar bersama-sama.
Beberapa saat berlalu dengan cepat, Sora dan Haru juga sudah berada di dapur, dan duduk di meja makan.
Haru langsung menatap makanan yang masih hangat, ia kemudian meraih sumpit, dan memulai acara makannya.
“Haru,” tegur Sora.
Haru yang sedang fokus menatap kakaknya.
“Setelah ini bisa temani Kakak ke toko buku?”
“Ice cream,” ujar Haru pelan.
“Tentu saja, Kakak akan membelikannya nanti. Apa kau senang?”
“Hu’um ... aku senang.”
Sora kembali terheran-heran, adiknya sudah berubah seperti yang biasa. Tapi ... semua itu tidak membuat Sora puas.
“Haru,” tegur Sora lagi.
“Kakak, aku lapar.”
Sora hanya mengangguk, ia kemudian juga melanjutkan acara sarapannya. Sedangkan Haru ... ia mati-matian bersikap biasa saja.
...
Setelah acara sarapan pagi yang sunyi, kedua saudara itu memutuskan untuk berjalan kaki. Mereka keluar dari apartemen sambil berpegangan tangan, hal itu terjadi karena jika berada di tempat yang begitu ramai dan berisik, Haru akan merasa sangat tidak nyaman.
Sebagai kakak yang baik, Sora jelas tahu semua tentang adiknya itu. Ia juga sudah terbiasa bergandengan tangan dengan Haru, dan ia tidak peduli pada komentar orang-orang yang menganggap hubungan mereka dengan pemikiran yang berbeda.
Bagi Sora omongan orang lain tidaklah penting, yang jelas ia punya kenyataan dari hubungannya dan Haru.
Haru menatap kakaknya, sejujurnya ia sangat senang karena kakaknya belum berubah sama sekali.
“Haru, ada apa?” tanya Sora yang tahu sang adik tengah memerhatikan dirinya.
Haru menggeleng.
“Kau masih jarang bicara, cobalah lebih banyak bicara, dan Kakak akan merasa semakin senang.”
Haru yang mendengar penuturan kakaknya mengedipkan mata beberapa kali, ia kemudian menghentikan langkah.
“Ada apa?” tanya Sora.
“Apa jika aku banyak bicara Kakak akan semakin menyukaiku?” Haru balik bertanya.
Sora yang mendapat pertanyaan itu sedikit kaget.
“Kakak,” ujar Haru.
Sora menghela napas. “Tentu Kakak akan merasa senang, tapi ... jika kau tak bisa melakukannya, maka itu bukan masalah.”
Haru kemudian tersenyum. “Apa Kakak benar-benar akan semakin menyukaiku?”
Sora mengacak gemas rambut adiknya. “Bagaimana pun kau, Kakak akan selalu dan selalu menyukai, dan menyayangimu.”
Haru merasa semakin senang dengan jawaban itu.
“Haru, apa kau percaya?”
Haru mengangguk.
“Baiklah, kita lanjutkan perjalanan.”
“Ya!”
Keduanya kembali melangkah, mereka terlihat menghabiskan waktu dengan begitu senang.
Setelah beberapa saat berjalan, keduanya sampai di toko buku. Mereka kemudian masuk, dan memilih buku yang Sora inginkan.
“Kakak!” panggil Haru saat ia melihat sesuatu di rak paling atas.
Sora segera memerhatikan adiknya. “Ada apa, Haru?”
Haru menunjuk ke arah buku, dan Sora mengikuti arah tunjukkan itu. Ia sedikit bingung, sepertinya ... tidak ada buku yang dirinya cari di atas sana.
“Aku ingin membaca itu,” ujar Haru kemudian.
Sora kaget. “Se-sejak kapan kau membaca n****+?”
“A-anooo ... aku hanya ingin mencari hiburan.”
Sora yang mendengar jawaban itu merasa lega, ia tak menyangka jika sang adik akhirnya bisa menikmati dunia dengan baik.
Semula ia sempat khawatir karena Haru hanya membaca buku-buku pelajaran. Baik itu sejarah, sosiologi, ekonomi, biologi, dan buku-buku lainnya.
Namun, sekarang Sora merasa lega. Adiknya bisa mengenal dunia remaja dengan sebuah n****+, dan itu perkembangan yang sangat baik.
“Apa Kakak tak mengizinkanku membacanya?” tanya Haru.
Sora menggeleng. “Baiklah, Kakak akan membelikannya untukmu.”
Haru menatap kakaknya dengan mata berbinar, ia tak sabar ingin membaca n****+ itu, dan melihat bagaimana trik pemeran utama mengungkapkan perasaannya atau juga memberikan kode yang bisa membuat peran utama pria menyadari perasaan peran utama wanita.
Ya ... semoga saja ia menemukan n****+ yang tepat untuk mempelajari langkah-langkah dalam memperjuangkan perasaan anehnya kepada sang kakak.
“Ini, untukmu.”
Haru menatap buku yang baru saja diberikan kakaknya, dengan senang hati ia meraih buku tersebut, lalu memeluknya dan tersenyum.
“Terima kasih, Kakak.”
Sora mengangguk, ia kemudian tersenyum dan kembali memilih buku yang ingin dipelajarinya. Sedangkan Haru ... gadis itu tak sabar ingin pulang dan membaca novelnya di dalam kamar.