Sora menatap Haru dengan saksama, pria itu kemudian menatap sekitar. Sejenak Sora menghela napas, mereka kini sedang berada di rooftop gedung apartemen, dan kekasih tercintanya sedang berada di ruangan apartemen bersama calon adik iparnya.
Sora tak tahu apa yang terjadi antara Mugi dan Haru, tetapi jujur saja ia tak suka. Ada sesuatu yang aneh saat ia melihat Haru sedang berciuman dengan Mugi, ada sesuatu yang begitu janggal dan membuatnya semakin tak menentu.
“Bagaimana kau bisa dengan begitu mudah mencium seorang laki-laki?” Sora yang sudah tak tahan dengan pikirannya bicara secara gambling.
Haru menatap sang kakak. “Apa yang salah? Bukankah Kakak juga melakukan hal yang sama dengan wanita itu?”
Sora yang mendapat jawaban sedemikian rupa tak bisa mengelak, ia memang sering berciuman dengan Akane, bahkan melakukan hal yang lebih daripada itu.
Sora kemudian tersadar, ia mendekat ke arah Haru. “Bagaimana kau bisa tahu jika Kakak sering melakukannya?”
“Karena aku mencintai Kakak, dan naluriku berkata jika Kakak sering melakukannya. Tidak ... bahkan sering melakukan hal yang lebih.”
“Haru ... Kakak juga mencintai dan menyayangimu. Maka dari itu, jangan berciuman dengan sembarang laki-laki, walau pun Mugi adalah adik kekasih Kakak, tetap saja dia orang asing.”
Haru mengangguk, ia kemudian menjinjingkan kakinya, lalu melumat bibir Sora. Gadis itu kemudian melepaskan ciumannya, ia menatap Sora yang malah terdiam.
“Bagaimana jika berciuman dengan Kakak? Bukankah Kakak bukan orang asing?”
Sora menyentuh bibirnya, pikirannya kosong karena ciuman itu. Pria itu merasa dirinya sedang dipermainkan, dan ia memutuskan untuk menatap ke arah lain.
Haru yang tidak mendapatkan jawaban meraih tangan kakaknya. “Bagaimana jika berciuman dengan Kakak? Apa itu tidak masalah?”
Sora yang kembali terdesak oleh pertanyaan Haru menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. Ia kemudian menelan ludahnya dengan kasar, lalu menatap Haru yang masih setia ada di hadapannya.
“Haru,” tegur Sora.
Haru tidak menjawab, ia kembali menjinjingkan kakinya, lalu menciumi Sora. Kali ini Haru melumat bibir Sora, ia menggigit bibir bagian bawah Sora, lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut Sora.
Haru memeluk Sora, ia memejamkan mata. Ciuman yang ia berikan jelas saja tak mendapat balasan, tetapi Haru tidak berhenti. Ia juga mengelus bagian perut sang kakak yang masih terhalang oleh baju, gadis itu kemudian memainkan lidahnya di dalam mulut sang kakak.
Sora yang mendapat perlakuan demikian segera sadar, ia melepaskan ciumannya dengan sang adik. Bagaimana ... bagaimana bisa adiknya mampu berciuman seperti itu?
“Kenapa Kakak melepaskannya? Bukankah aku harus berciuman dengan seseorang yang kukenal secara baik?”
“Siapa yang mengajarimu hal tidak senonoh seperti ini?” Sora terlihat marah, ia tak terima jika adiknya yang polos sudah sangat ahli dalam berciuman.
“Aku belajar sendiri, dan aku juga melihat adegan itu dari kaset yang ada di laci paling bawah di kamar Kakak.” Haru yang sudah menjawab terlihat begitu santai, ia menatap Sora yang sedang menepuk keningnya.
“Kakak ayo menikah denganku,” ujar Haru secara terang-terangan.
“Apa?” Sora kaget dengan ucapan adiknya. Ia kemudian tertawa terbahak-bahak karena ulah sang adik. “Haru, bukankah kita sudah memiliki ikatan yang lebih erat daripada pernikahan?”
Haru diam.
“Kita punya darah yang sama, kita lahir dari rahim yang sama, dan kita dibesarkan bersama. Itu lebih kuat dari ikatan pernikahan,” jelas Sora. Pria itu kemudian menghela napas dan ia melanjutkan kata-katanya, “Kakak tahu kau sangat mencintai Kakak. Tenanglah ... Kakak tak akan melupakan rasa cinta Kakak kepada adik Kakak yang sangat manis setelah menikah nanti.”
“Kakak bodoh!” Haru langsung meninggalkan rooftop, ia kecewa dengan tanggapan kakaknya.
Pria itu ... kenapa tak juga mengerti? Harus berapa kali ia mengungkapkan agar Sora tahu jika cinta yang dirinya maksud bukan sekedar cinta biasa.
Sora yang tinggal seorang diri di rooftop merasa semakin bingung dengan kelakuan adiknya, ia tak pernah melihat Haru seaneh itu dan semarah itu. Sebenarnya ... apa yang salah di sini? Kenapa semuanya semakin hari semakin memusingkan?
Sora yang tak ingin berlama-lama di tempat itu segera meninggalkan tempat tersebut, ia berusaha mencari keberadaan Haru, dan meminta adiknya menjelaskan segala sesuatu secara terperinci.
Ia ingin Haru menjelaskan duduk perkara yang sedang ada, dan kenapa semuanya semakin parah seperti sekarang. Ahhh ... intinya Sora ingin Haru memberikan banyak ucapan yang bisa membuatnya mengerti dengan situasi dan kondisi, lalu hal itu juga bisa membuat Sora memperbaiki hubungannya dengan Haru secara perlahan-lahan.
...
Akane dan Mugi masih sama-sama diam, mereka tidak ada niatan untuk bicara. Yang mereka lakukan hanya duduk di ruang tamu apartemen milik Sora dan Haru, mereka juga menunggu dua saudara itu kembali masuk ke dalam apartemen.
Mugi sejak ditanya apa hubungannya dengan Haru hanya diam, ia kemudian menjauh dari Akane dan berhasil membuat sang kakak semakin merasa buruk.
“Mugi, apa kau ingin terus diam dan tak bicara pada Kakak?”
Mugi sama sekali tidak merespons, ia hanya diam dengan tatapan mata yang cukup tajam.
“Kenapa semakin hari kau semakin bersikap aneh?”
Mugi yang kembali mendapat pertanyaan dari kakaknya sama sekali tidak melirik atau pun bersikap seakan ia sedikit peduli dengan hal tersebut.
“Jika kau tak menjawab, bagaimana Kakak bisa membuatmu bahagia?”
Mugi yang tak tahan dengan ulah sang kakak lekas berdiri, ia kemudian menuju ke arah pintu, membukanya, dan kaget saat melihat Haru yang baru saja tiba.
Mugi bisa melihat air mata Haru yang tertumpah, ia dengan cepat menarik tangan Haru, dan mereka segera pergi dari tempat itu.
“Mugi ....” Suara Haru terdengar parau.
Mugi yang mendapat panggilan dari Haru hanya diam, ia kemudian memeriksa bagian sakunya, dan ternyata masih ada sedikit uang di sana.
“Ingin makan ice cream?” tanya Mugi.
Haru yang mendapat tawaran tersebut mengangguk, ia tak tahu harus berbuat apa saat ini. Mungkin ... jika bersama dengan Mugi maka ia bisa melupakan kekesalan dan rasa sakitnya sebentar saja.
Keduanya kemudian masuk ke dalam lift, kemudian setelah lift kembali tertutup mereka menuju ke lantai dasar.
“Terima kasih,” ujar Mugi.
Haru yang mendengar hal tersebut menatap Mugi aneh. Ia tak merasa sudah melakukan sesuatu yang menguntungkan Mugi kali ini, tetapi ... kenapa Mugi mengucapkan terima kasih padanya?
“Mugi, bagaimana tadi?”
“Aku ingin mengatakannya dengan jelas, tetapi aku malah dianggap seperti anak kecil. Dan bagaimana denganmu?”
Haru diam, ia tak ingin mengingat hal sampah yang dilaluinya bersama Sora di rooftop beberapa menit lalu.
“Apa tak berjalan lancar?” tanya Mugi.
Haru mengangguk.
“Sepertinya kita benar-benar sama,” ujar Mugi.
Haruu yang mendengar hal itu segera memeluk Mugi, ia merasa sedikit lebih tenang saat ini. Tidak berapa lama ... Haruu segera melepaskan pelukannya, dan di saat itulah pintu lift terbuka.
Kedua muda-mudi itu segera keluar dari dalam lift, mereka yang kini sedang berada di lobi segera beranjak untuk menuju pintu keluar dan meninggalkan wilayah apartemen.
Keduanya bergandengan tangan, mereka juga sama-sama memasang wajah datar. Benar-benar pasangan yang serasi bagi orang yang melihatnya, tetapi kenyataannya mereka adalah pasangan senasib yang begitu malang. Yahhh ... memang pasangan yang serasi dalam hal kemalangan.