SEPULUH

676 Words
10 "Dia juga hamil." "Hamil anakmu."lanjutnya penuh penekanan. Athar menegang kaku mendengar ucapan dengan nada datar yang barusan menyapa telak indera pendengarnya. Bahkan Athar terlonjak kaget, dan spontan bangun dari dudukannya diatas sofa yang berada di ruang keluarga rumah kedua orang tuanya. Athar dengan takut-takut melirik kearah kiri, dan kanan, depan belakang. Takut ada orang yang lewat, dan mendengar ucapan laki-laki tinggi tegap yang ada di depannya, tapi sepertinya tidak ada yang mendengar, dan orang lewat barusan . s**t, bodoh, Thar! Mama, Papa, dan Sabira sudah pergi entah kemana. Jalan-jalan, katanya. Karena setelah pulang dari rumah Inne, rumah dalam keadaam sepi, tapi sepuluh menit kemudian, Athar di kagetkan dengan kedatangan Sadam yang tiba- tiba. Athar menatap Sadam dengan tatapan tak percayanya. Tak menyangka sosok laki-laki yang berperawakan sebelas dua belas dengan dirinya yang sedang menatap dirinya dengan tatapan intimidasi saat ini, bisa tau hal itu. "Dari mana Kakak tau?"Tanya Athar tanpa sadar, dan Athar membekap mulutnya kuat dengan kedua telapak tangan lebarnya. Shit! Barusan sama saja kayak dia mengaku tentang pernyataan yang di lontarkan oleh Sadam barusan. Helaan nefas panjang Sadam, di dengar dengan jelas oleh indera pendengar Athar dalam ruang keluarga yang sangat hening saat ini. Sadam, semakin menghunus dirinya dengan tatapan tajam, seakan ingin menembus kulit bahkan tulang-tulangnya, tapi maaf saja, Athar tidak merasa takut, dan terintimidasi oleh Sadam. "Kamu lupa kalau aku adalah seorang Dokter Kandungan profesional!?"Sinis Sadam tajam. Berhasil membuat Athar dengan susah payah menelan ludahnya yang terasa pahit saat ini. Shit! Lagi-lagi ia seperti orang bodoh, dan pikun. Melupakan fakta kalau laki-laki yang sedang berusaha mengintimidasi, dan membuat takut dirinya adalah seorang dokter kandungan! Bodoh! Bodoh kamu, Thar! "Raut wajah lelah, dan letihnya. Postur tubuhnya, terbaca dengan jelas kalau dia sedang hamil."desis Sadam tajam. Sadam, dua minggu lalu melihat dari kejauhan Inne yang datang ke pesta pertunangan adiknya, Sabira. Gestur tubuh, semua tanda-tanda kehamilan ada pada diri Inne. Sadam adalah Dokter Kandungan profesional, dan hebat di umurnya yang baru menginjak angka 31 tahun. Dan Athar ingin menipu, dan mengelabuinya? Tidak akan bisa! Athar mendudukkan dirinya di kursi dengan lemas. "Huh! Ya, Inne memang tengah hamil saat ini. Hamil anakku, Kak."aku Athar dengan kepala menunduk dalam pada akhirnya. "b******k!"desis Sadam geram. "Lantas apa yang akan kau lakukan?!"Tanya Sadam tajam, masih menahan geram yang menyapa kuat dirinya saat ini. Menahan diri sebisa mungkin agar kedua tangannya tidak khilaf membuat babak belur wajah Athar, calon adik iparnya. Athar mendongak, menatap Sadam dengan tatapan tegasnya. "Seperti rencana semula. Aku akan tetap bertanggung jawab pada Sabira."Ucap Athar dengan nada yakinnya. "Terus?" "Maksudnya apa?"Tanya Athar bingung. "Bodoh! Bagaimana dengan mantan kekasihmu itu?!"Geram Sadam tertahan. "Kakak memberi ijin kalau aku menikahi Inne juga?Aku poligami?" Tanya Athar dengan nada pelan, dan Sadam langsung melompat dari dudukannya, memegang kuat kerah baju Athar. Menahan kepalan tangannya sebisa mungkin agar tidak membuat wajah Athar babak belur. Minggu adalah pernikahan Athar dengan Sabira. s**t! "Tidak akan! Aku nggak akan memberi ijin! Aku yakin begitupun dengan kedua orang tuamu tidak akan pernah memberi ijin, Athar!"Teriak Sadam marah, tak mampu menahan volume suaranya lagi. Siapa yang ingin adiknya memiliki seorang suami beristeri dua? Tidak ada jawabannya! Kemaharan, dan kekesalan Sadam sudah berada di puncak pada Athar. "Aku tau! Inne akan menjadi gadis malang, begitupun dengan anakku yang di kandungnya! Akan terlahir menjadi anak haram, dan tidak akan mendapat pengakuan dariku scara publik, dan surat kependudukan nantinya akan susah di urus karena kebresengkanku. Aku menghamili sabira tidak sengaja, kalau kakak lupa!"Pekik Athar tertahan. Geram, dan marah pada dirinya sendiri. Athar tak berdaya saat ini! "Sabira akan merasa bersalah. Nasib Inne? Nasib anakmu dengan Inne? Sabira akan merasa bersalah!"gumam Sadam pelan, dan frustasi. "Ya, aku tau bagaimana hati Sabira."lanjut Athar lirih. Luar dalam diri Sabira sudah Athar hapal mati. "Huh, apa kandungan Sabira di gugurkan saja?"Ceplos Sadam, membuat Athar meradang di tempatnya. "Tutup mulutmu! Mama dan papaku pasti akan sedih, dan marah besar!"Teriak Athar keras. "Akan ku paksa Inne agar ia menutup mulut tentang kehamilannya!"Lanjut Athar masih dengan teriakan kerasnya. Ya, Athar lebih memilih Sabira. Karena Sabira sudah Athar kenal bahkan sejak mereka masih memakai popok! Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD