Chapter 18

1060 Words
Ini sudah sembilan belas hari melelahkan yang mereka lalui di desa Asgardia. Lima hari setelah penemuan mengejutkan dari tulisan ‘r o b o t’ yang dibuat menggunakan sabun dengan alkalin tinggi, yang disinyalir merupakan bukti tesirat dari pemilik rumah sebelum dirinya berakhir menjadi korban pula. Kini, Eros memantapkan dirinya untuk kembali ke tempat kejadian perkara pertama dimana biasanya terdapat banyak kesalahan saat pelaku melakukan kejahatan pertamanya. Hari ini tak ada yang menemani, karena semua sepakat untuk beristirahat setelah hampir tiga minggu melelahkan yang hampir dua puluh jam setiap harinya dipakai untuk berpikir dan bekerja dengan keras. Jangan kalian pikir karena mereka ada di tempat yang nyaman dan memiliki tenggat waktu tiga bulan, mereka akan santai santai saja. Bahkan beberapa diantara mereka kini jadi mengidap insomnia parah karena saat saat tidur malah keterusan memikirkan kasus yang hilalnya baru saja muncul itu. Jarak dari rumah singgah mereka hingga ke tempat kejadian perkara pertama memang tak dekat, namun juga tak bisa dikatakan jauh. Butuh waktu sekitar lima sampai sepuluh menit untuk sampai, namun pemuda itu sama sekali tak akan mengeluh karena angin segar dan ladang hijau memanjakan matanya disepanjang perjalanan. Langkahnya yang ringan dan bibirnya yang tadinya menyandungkan nada nada lembut seketika berhenti ketika matanya menangkap kilatan siluet seorang gadis yang ia kenal sebagai warga daerah sana yang baru menempuh usia sekolah menengah atas. Seorang gadis dengan senyum menyipit hingga membentuk bulan sabit yang biasanya menyapa mereka dengan ramah dan sedikit jahil. Gadis yang sama yang kini bersimbahan air mata dan mencoba melemparkan dirinya kedalam jurang dihadapannya yang dalamnya bisa mencapai hotel dengan dua puluh lantai. Eros dengan berteriak dan tergesa gesa mneghampiri gadis tadi. Tangannya menggapai untuk mencapai pinggang si gadis, namun tiba tiba sebuah dorongan muncul dari belakangnya, membuat pemuda tampan itulah yang kini menjadi lauk bagi jurang yang seakan akan membuka mulutnya itu ---         “Eros belum pulang?” tanya Farren yang baru saja keluar dari mandi setelah mandi tengah harinya. Yang lain bergerombol di hadapan televisi tua yang terkadang channelnya tiba tiba hilang itu menggeleng serempak karena memang tidak ada tanda tanda kedatangan dari pria yang menjadi satu satunya bukan anggota penyidik disana. “Omong omong, aku tadi membuat kopi di dapur, lalu menyadari bahwa kita kehabisan bahan makanan selain sayur” ujarnya yang membuat Kael menatapnya dengan wajah dramatis yang berlebihan. Oh tidak, dia tidak suka kelaparan, dan tidak mau menjadi kambing. “siapa yang mau volunteer untuk membeli ke warung nona Seje?” tanyanya yang membuat rekannya yang lain pura pura tak mendengar, enggan untuk berjalan kaki sekitar dua puluh menit karena warung tersebut memang cukup jauh dari kediaman mereka. Masalahnya, disana hanya ada satu warung yang sering bolak balik ke perkotaan demi memenuhi keperluan warga desa Asgardia. Sisanya dari mereka hanya berkebun dan beternak, lalu jika sudah musimnya, baru mereka akan ke perkotaan untuk menjual hasilnya dan menerima uang. “ya sudah, kalau begitu kita hanya akan makan sayur tanpa rasa karena garam sisa sedikit dan kitapun kehabisan msg” ujar Farren lagi yang membuat mimpi buruk seakan menjadi nyata. Dengan tergesa gesa –bahkan kelewat bersemangat-, Kael dan Zale langsung bersiap siap untuk pergi karena enggan memakan sayuran tanpa rasa. Membayangkannya saja sudah membuat mereka merinding. “Msg, kopi, s**u, garam, mie instan, telur, saus, bawang bawangan, cabai, kacang polong, sosis, roti tawar, jagung kaleng.. apa lagi ya?” yang paling tua berusaha mengingat ingat sembari Kael sibuk dengan catatan belanjaannya. “jangan lupa mampir ke rumah tuan El untuk membeli daging dagingan” ujar Eric mengingatkan. Merasa selesai dengan semua list yang disebutkan oleh rekan rekannya, kedua pemuda dengan tinggi yang tidak berbeda jauh itu mulai mengenakan alas kakinya dan berjalan menuju toko nona Seje demi masa depan perut mereka yang lebih baik. Hingga sampailah mereka berdua di toko serba ada yang dimaksud. Seorang wanita muda yang memang sudah tidak bisa dibilang muda lagi itu tersenyum ketika melihat dua anak muda melongokkan kepalanya mencari cari keberadaannya. Memang ia tadi sedang ada di samping rumahnya untuk mengambil beberapa jambu air yang sudah memerah dan siap dipanen. “ingin membeli apa??” ujarnya ketika dua pria tadi semakin celingukan merasa bahwa tidak ada yang menjaga warung cukup besar tersebut. “eh..” ujar Kael sembari cengengesan karena merasa dirinya seperti orang bodoh. “kami ingin membeli ini” ujar Zale sembari menyerahkan catatan yang tadi dibuat oleh Kael kepada nona Seje secara langsung, terlalu repot jika ia harus menjabarkannya satu persatu. “Ah..kalian kehabisan bahan makanan rupanya” ujar wanita tadi sembari mulai mengepak satu persatu bahan yang ada di list. Kael da Zale duduk duduk manis sembari menunggu belanjaan mereka selesai di kumpulkan. Tangannya satu saling menggapai jajanan yang tergantung rapih di warung tersebut, mulutnya sibuk mengunyah makanan dengan warna warna yang mencolok, mengingatkan seje kepada anak anak kecil yang biasanya mengambil jajanan tersebut, membuat wanita itu terkekeh kekeh yang yang menghasilkan kerutan tak mengerti dari dua orang yan menjadi objek tertawaan. “omong omong” ujarnya lagi sembari mengepak belasan telur kedalam kardus dengan hati hati, antisipasi jika nantinya saling bertabrakan dan pecah. “aku memiliki pohon jambu air dan beberapa ubi manis yang baru saja berbuah banyak, matang dan manis. Aku tak akan bisa menghabiskannya sendiri, apakah kalian mau?” tanyanya yang langsung dijawab dengan tidak tahu malu oleh Kael si pencinta makanan, membuat Zale ingin menepuk dahinya sendiri karena pria disampingnya itu sama sekali tidak ada basa basinya. “oh tentu saja boleh, hehehe” ujar Kael dengan cengiran yang tidak hilang di bibirnya. “kami akan menampung dengan senang hati” ucapnya berseri seri sembari menangkupka kedua tanganya didepan d**a. Sok sok an memejamkan matanya terharu. “kalian ini lucu sekali” ucap Seje yang terus merasa terhibur dengan kedatangan pendatang baru itu. “Kuingat team kalian yang datang kemari banyak ya? Ada berapa orang?” “Ada delapan, hehe” “Ah baiklah, aku tinggal sebentar ya untuk mengambil buah dan umbinya” ujar Seje dengan senyum yang menyipit sembari menyerahkan terlebih dahulu belanjaan yang tadi sudah di pack. Wanita itu beranjak masuk kedalam rumahnya untuk mengambil tas dan memasukkan beberapa hal yang ia maksud, pun sedikit memberikan beberapa cookies yang ia bake kemarin sore karena terlalu banyak membuatnya. Namun, ketika ia kembali ke depan, ke bagian warungnya, ia mengerutkan dahi ketika menyadari bahwa kedua pemuda tadi sudah tak ada, namun belanjaannya malah tergeletak begitu saja di lantai. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD