Chapter 17

2043 Words
“Iya, awalnya saat keluarga yang pertama menghilang, kami lama menyadarinya” ujar salah satu ibu yang merupakan penduduk disana tengah memakan buah mangga hasil panennya disamping kipas angin yang memang dibawa ke dekat halaman. Siang ini memang begitu terik hingga membuat ketiga orang ini berkeringat parah. Britta, Kael dan Zale. Ketiga anak muda yang kini ditugaskan oleh Farren untuk bertanya kepada warga sekitar mengenai kronologi hilangnya seluruh korban di kasus pertama itu pun sedang terduduk bersama warga warga yang sedang mengobrol, dan ikut memakan mangga yang disajikan. “Malam itu adalah malam yang cerah. Tak ada satupun awan yang menghalangi langit, hingga kami semua bisa melihat adanya bulan dan bintang yang bertebaran sangat banyak diatas sana. Tak disangka, malam yang indah itu merupakan malam terakhir kami bertemu keluarga mereka, sekaligus malam dimana awal mula terjadinya kasus hilang ini” ujar ibu tadi yang di aminkan oleh para penduduk lain. “Malam itu kami bercengkrama seperti biasanya, seelum akhirnya masuk kerumah masing masing untuk menyantap makan malam. Saat itupun, suara tertawaan dari keluarga korban masih terdengar, karena mereka adalah keluarga harmonis yang memiliki anak” ujar yang lain ikut menambahkan. “namun paginya, keluarga tersebut tidak memunculkan batang hidungnya meskipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Keluarga mereka adalah keluarga yang terbiasa bangun pagi untuk mengurus rumah dan kebun mereka. Namun kami pikir, ah mungkin mereka memang hanya sedang lelah dan sedang ingin bermalas malasan saja. Tapi tak ada pergerakan apapun dari mereka hingga keesokan harinya pun begitu” ucap pria berpakaian lusuh dengan topi dan keringat yang membasahi punggungnya. Sepertinya beliau habis pulang dari ladang. “kami takut mereka semua sakit hingga pingsan atau apa lah itu, makanya kami menyuruh kepala desa untuk mengecheck keberadaan mereka. Satu kali dua kali mengetuk tak ada jawabannya, hingga tak sengaja tangan anakku yang ikut bersama kepala desa bermain main dengan gagang pintunya hingga membuat pintu itu terbuka. Ternyata rumah tersebut tidak dikunci. Ketika ditilik kedalam oleh keluarga kepala desa dan beberapa diantara kami, mereka semua tak ada” ujarnya lagi. “Kami pikir mungkin mereka hanya pergi berlibur dan lupa untuk pamit juga mengunci pintu, hingga keluarga kedua pun menghilang, baru saat itu kami sadar ada yang tak beres” ucapan mereka yang saling melengkapi tadi kini sudah di ujung cerita yang membuat Britta mengunyah mangganya dengan mata yang semakin membulat. Gadis mungil itu memang berperawakan seperti barbie, namun pendek. “Apakah ada jalur lain yang bisa digunakan untuk pergi dari sini selain jalur yang kami tempuh saat datang dan jalur menuju desa sebelah?” ucap Zale yang buntu mengenai kemana hilangnya orang orang ini. “tidak ada. Jalur yang menjadi transportasi hanyalah dua jalur itu saja” “Kalau begitu, kami pamit untuk kembali ya, bapak bapak dan ibu ibu sekalian” ucap Kael memasang senyum manis yang membuahkan pekikan dari para wanita paruh baya disana. “ah.. jika anakku belum menikah, pasti sudah kukenalkan kepada kalian semua” ujar salah satu ibu ibu yang hanya mengenakan pakaian terusan khas tidurnya, yang hanya dibalas senyuman girang oleh si pemilik nama karena merasa wah.. dirinya memang tampan sekali. Mereka bertiga kini berjalan menyusuri padang rumput yang cukup luas dengan warna hijau yang cantik. Desa ini memang jauh dari dunia modern, namun luas desa ini sangatlah cantik dengan segala aspek yang dimilikinya. Belum lagi, setelah keluar dari jalanan penuh bahaya dan mulai memasuki pintu desa, yang disajikan oleh tempat ini adalah hamparan tanah yang sangat luas dengan rumah warga yang agak saling berjauhan karena ladang masing masing. Namun jika dipikir pikir, melihat bagaimana dekatnya mereka semua satu sama lain, sepertinya jarak rumah yang tak menempel tembok tetap membuat mereka sangatlah dekat. “Ah, sinyal hilang lagi” keluh Zale yang mencoba menelepon rekan mereka yang lain. Mereka bertiga memang hari ini hanya ditugaskan untuk berkeliling mencari jalur baru dan bertanya banyak hal kepada masyarakat, dan kelima orang lainnya akan masuk ke tempat kejadian perkara ke delapan untuk kembali mencari bukti. “Omong omong, karena sinyal hilang, kita jadi susah ya menerima hasil pemeriksaan dari laboratorium forensik mengenai beberapa hal yang kita kirimkan” ujar Britta yang sedang menggenggam setangkai alang alang berwarna cokelat. “mana mengirimkan sampelnya pun susah dan memakan waktu yang sangat lama” ketika mereka mengambil sampel dari rumah korban, yang dicurigai memiliki secuil bukti ( yang disemogakan ), Farren akan kembali ke perkotaan seorang diri ( namun kadang ditemani yang lain ) untuk mengantarkan kumpulan sampel yang telah mereka cari. Perjalanan bolak balik yang memakan waktu hampir tiga puluh jam itu sejujurnya tak menghasilkan banyak hal berguna karena nyatanya, mereka tak menemukan hal yang mencurigakan di sampel yang dikirim. Ini sudah dua minggu lebih, sudah tujuh rumah yang mereka cari dengan teliti, namun tak ada hasil yang bisa jadi setitik cerah untuk jalan keluar mereka di kasus kali ini. “Tapi dipikir pikir, mereka sebelum adanya kasus ini, sangat terbiasa dan bahagia hidup meskipun tak ada sinyal dan sering mati lampu. Tak ada yang mengeluh, hingga membenci negara kita ini karena infrastruktur yang tidak tersebar dengan sangat merata. Semuanya tetap bahagia. Tapi semenjak adanya kasus ini, aku kasihan melihat mereka yang menarik diri dan memasuki rumah masing masing setiap langit mulai menggelap karena semua kasus terjadi pada malam hari, kan” ujar Kael yang membayangkan suasana bercengkrama malam hari dipayungi bintang yang baru saja diceritakan oleh sebagian warga desa. “iy- ya hallo??” ucapan Zale terpotong ketika menyadari jaringan sudah muncul kembali dan sambungan teleponnya diangkat oleh Farren. “ada apa?” tanya Britta yang keheranan ketika Farren mematung, tak menggerakkan kakinya untuk berjalan dan menarik nafasnya terkejut. “Mereka menemukan sebuah bukti”      -------------------------     “tak ada apapun!! Tak ada yang berguna” keluh Syden yang sudah dua kali disuruh mengelilingi halaman belakang bersama Eric untuk mencari secuil evidence lainnya. Iya masuk kedalam rumah untuk menghampiri Eros, Farren dan Dylan yang juga tengah kepusingan akibat sebegitu bersihnya rumah ini jika menyingkirkan debu debu yang menempel akibat waktu yang cukup lama. Pria tak terlalu tinggi yang memiliki gingsul itu –Dylan- mencoba kembali mengelilingi kamar utama yang menjadi tempatnya mencari barang bukti. Tapi memang nihil. Tak ada satupun hal yang mencurigakan didalam sana. Eros bahkan sempat tak bisa tidur dua malam, memikirkan apakah tempat kejadian perkara ini merupakan alam palsu, dan mereka sedang ditipu habis habisan oleh si pelaku. Namun jika memang ini alam palsu, mengapa semua orang memang menghilang dirumah mereka masing masing saat malam hari?? Dan dengan keadaan yang seterpencil ini, memangnya dimana oknum itu bisa membuat alam nyata yang tersembunyi?? ”Aduh...” ditambah lagi Eric yang mengeluh perutnya sangat tak enak dari kemarin. Jika dihitung, sudah empat buah obat pencahar atau obat sembelit yang ia makan, namun perutnya masih terasa melilit karena terlalu banyak memakan mie instan selama mereka dua minggu berada disana. Lidahnya yang tak terbiasa dengan makanan asing memang membuatnya cukup susah untuk memakan makanan aneh yang dibuat oleh rekannya yang lain. Ya tapi mau bagaimana lagi? Dari kedelapan orang ini, tak satupun dari mereka yang bisa memasak dengan ahli. Semua yang mereka masak selama ini dengan bahan dan rasa yang benar benar seadanya. Bukan karena kekurangan bahan, tapi memang mereka tak mengerti bahan ini untuk apa dan bahan itu untuk apa. “Aduh.. sepertinya obat yang dari kemarin baru bereaksi sekarang” umpatnya dengan wajah pucat menahan perut yang mulas. “Aku tidak boleh ikut buang air besar disini ya?” ia memasang wajah memelas, yang tentu saja diberikan tatapan tajam oleh Eros. “bisa bisanya kau berpikir untuk mengotori tempat kejadian perkara” “Ya habis bagaimana, aku sudah mulas dan bau sabun di kamar mandi membuatku semakin mulas” “....bau apa??” “bau sabun??” tanya Eric yang ikut bingung dengan perubahaan mimik wajah rekannya itu. “ini sudah tiga belas bulan semenjak keluarga ini menghilang, dan kau masih mencium bau sabun??” tanyanya dengan kerut yang semakin mendalam di dahi. Dengan langkah kaki yang lebar, Eros mendahului yang lain untuk menghirup udara kamar mandi, yang surprisingly memang tidak memiliki bau yang menyengat, malah memiliki bau sabun yang kental. “...mungkin tidak sih ini ada hubungannya dengan alkali?” ujar Dylan yang kini tangannya –tentu saja sudah memakai sarung tangan. Sesuai prosedur itu penting!!- meraba beberapa bagian dinding hingga cermin yang ada di dalam mandi. Hidungnya pun mendekat untuk mencari sumber bau menyengat yang menjadi sumber keheranan mereka semua. “alkali itu apa??” tanya Syden yang masih tak mengerti kenapa rekan rekannya ini heboh hanya karena bau dari sabun. “alkali itu adalah unsur kimia logam atau tanah, yang mendefinisikan zat basa yang larut dalam air. Biasanya pH nya lebih dari tujuh” jawab Dylan yang sejujurnya masih tak menjawab pertanyaan dari Syden –dan juga sejujurnya, Farren dan Eric sama penasarannya dengan pria berparas model itu. “lalu memang apa hubungannya dengan bau sabun??” “Sabun kan merupakan garam alkali yang berasal dari asam lemak suhu tinggi, sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu, larutan sabun bersifat basa. pH sabun biasanya sekitar sembilan sampai sepuluh, bahkan bisa ada yang sampai empat belas. Juga.. sabun tidak menyublim, namun aku baru tahu bahwa benar benar tidak menghilang meskipun sudah lewat satu tahun” jawab Eros yang kini tengah mengeluarkan dua buah toples benar benar kecil dari dalam tas yang berisikan perlengkapan forensiknya. Sebuah tabung yang biasanya ia gunakan untuk mengambil barang bukti. Namun kali ini tidak. Tabung itu untuk- “fenolftaein?” tanya Dylan yang diangguki oleh si pemilik tabung. “jadi maksudnya apa?? Ceritakan sekarang atau aku akan mati penasaran!??” “Kau membawa obat pencaharmu itu kan??” Bukannya menjawab, Eros malah melirik kearah Eric untuk merampas obat yang bahkan Ericnya saja belum sempat mengatakan apapun saat memberikan obat yang hanya tersisa satu butir itu. Dengan berhati hati, Dylan menghancurkan satu butir obat yang sangat berharga milik Eric itu untuk dimasukkan kedalam tabung yang pertama. Sehabis itu, Eros yang ada dihadapannya, dengan perlahan lahan memasukkan enam puluh mili alkohol, atau setara dengan empat sendok makan kedalam tabung pertama yang sedari tadi masih dipegang oleh Dylan. Mereka mengaduk kedua bahan tersebut hingga setidaknya sedikit larut –karena tablet tersebut tidak akan benar benar larut-, akan ada beberapa potong yang mengendap di dasar larutan tersebut. Kemudian, ia menuang larutan yang jernih –yang tidak memiliki sisa endapan- kedalam toples yang lain, kemudian mempersiapkan hatinya sembari melirik Dylan yang juga memasang wajah gugup. “Ada apa sih??” ujar Farren yang lama lama ikut jengkel juga karena penasaran dan ingin ikut excited, namun ia tidak mengerti apa apa. Menjadi detctive terbaik bertahun tahun  bukan artinya ia pintar dalam segala hal. Makanya kepolisian selalu membutuhkan forensik. Bukan mereka yang bodoh, namun Dylan sebagai polisi yang hanya terlalu pintar. “Karena sabun tidak menyublim, kemungkinan masih ada sisa sabun yang tertinggal disini. Dengan alkali yang tinggi dan fragrance yang kuat, memang terkadang membuat aroma sabun tetap ada ditempat dalam jangka waktu yang sangat lama jika tidak tersiram air. Sabun dengan alkali yang tinggi akan memiliki pH yang sangat tinggi juga. Seperti kataku tadi, bisa ada kasus sabun memiliki pH yang sangat tinggi yaitu empat belas. Namun, sabun yang normal kisaran sembilan sampai sepuluh, karena jika dibawah delapan, tak akan bisa menjadi sabun” jelas Eros dengan cepat. “maka dari itu, kenapa orang biasa di desa anti limbah seperti ini memiliki sabun berbahaya dengan pH tinggi??” gumamnya pada diri sendiri. “maka dari itu, aku membuat fenolftalein, yaitu indikator pH” “ya terus memangnya mengapa? Kan kau yang bilang tadi pH nya kemungkinan tinggi, bisa sampai empat belas. Apakah dengan mencari tau indikator jelas pHnya, itu akan memberikan bukti??” tanya Eric yang masih juga tak mengerti –dan masih mulas- “tidak, kita tidak mencari nominal pHnya karena kita sudah tau pH itu tinggi. Kita mencari warnanya” ucap pria itu sembari memasukkan fenolftalein tadi kedalam tabung dengan semprotan. Menyemprotkan benda cair itu ke beberapa bagian dinding yang kini beberapa sisinya berubah warna. “kita mencari arti yang tersembunyi di warnanya” ujarnya menatap tajam salah satu sisi dinding yang kini warna dindingnya berubah dari putih menjadi ungu kemerah mudaan. Warna yang coraknya sangat jelas, membentuk huruf ‘r o b o t’. “hubungi kepala kepolisian dan forensik. Ini bukti yang sangat penting”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD