Episode 4

2021 Words
Sesuai rencana, Sina bangun lebih awal dari biasanya. Ada dua alasan, pertama karena dia tidak ingin di hukum jika terlambat kuliah lagi. Kedua, dia tidak ingin melihat wajah Arsen di rumahnya. Selesai mandi dan berpakaian rapi, Sina merias wajahnya dengan pelembab dan juga bedak saja, tak lupa memakai lipstik merah muda tipis-tipis agar tidak terlihat pucat lalu menguncir rambutnya dan keluar dari kamar. Sina turun dari tangga dengan bersenandung. Sina tersenyum saat kakaknya tengah menyiapkan sarapan. "Na, tumben jam segini udah siap?" Ucap Nataya yang tengah meletakkan makanan di meja makan. "Iya dong." Sina duduk di kursinya, dahinya mengernyit saat melihat ada tiga piring berada di atas meja, "Kak Nat, kok siapin tiga piring? Satu piring lagi buat siapa?" Dan tiba-tiba seorang laki-laki berpakaian formal baru saja keluar dari kamar mandi dekat dapur. Sina melebarkan matanya melihat Arsen, dengan santainya laki-laki itu berjalan ke ruang makan. Arsen duduk di depannya. "Lo--!" "Hari ini Arsen ada rapat, jadi dia harus berangkat pagi-pagi. Makanya Arsen datang kesini lebih awal." Arsen menaikkan kedua alisnya lalu mengendik. Sina meremas tangannya geram dengan Arsen. Sial! Sina pikir dengan dia bangun pagi-pagi, dia tidak akan bertemu dengan Arsen, tapi apa ini--? Arsen ini benar-benar membuat Sina dongkol pagi-pagi. Sina tidak mengerti maksud Arsen selalu sarapan, makan siang, bahkan makan malam di rumahnya. Sina pikir, Arsen hanya ingin membuat Sina kesal saja. Mau tidak mau, Sina harus mengikhlaskan hatinya untuk sarapan bersama Arsen. "Kak Nat, hari ini kayaknya aku pulang telat, soalnya aku ada urusan lain." "Kamu kabari kakak aja kalo mau pulang, nanti kakak jemput." Setelah selesai sarapan, Sina pergi lebih dulu. Sina menunggu taksi online yang sudah ia pesan di depan rumahnya. Ponsel Sina berdering, dia mengangkatnya. "Halo pak? Gimana?" "Maaf mbak, saya mau mengcancel pesanan, soalnya ban mobil bocor, sekarang saya lagi di bengkel. Saya minta maaf mba." "Hah?! Gimana bisa pak? Saya sudah--- halo pak-- halo?" Sambungan terputus, Sina mengerang kesal. Percuma dia bangun pagi-pagi sekali, kalau nantinya dia juga akan telat kuliah karena taksinya di cancel. Sina ingin sekali berteriak sekencang mungkin. Arsen dan Nataya baru keluar, mereka melihat Sina masih di depan rumah. "Na, kamu belum berangkat?" "Taksi aku di cancel kak, katanya bannya bocor." "Ya udah, kamu berangkat sama kakak aja. Kalo pesen taksi lain takutnya kamu telat berangkat kuliah." Kata Nataya. Sina bingung, kalau dia berangkat dengan kakaknya itu berarti dia juga satu mobil dengan Arsen. Tapi kalau Sina tidak berangkat dengan kakaknya, dia pasti akan telat seperti apa yang kakaknya katakan. Oke! Memang tidak ada pilihan lain lagi. Sina mengangguk, terpaksa dia harus ikut dengan kakaknya dan Arsen. "Yuk." Nataya duduk di depan bersama Arsen, sedangkan Sina duduk di belakang. Tidak ada pembicaraan di dalam mobil, hanya saja Sina melihat Arsen menyetir dengan satu tangan memegang tangan Nataya dan mengelusnya membuat Sina bergidik. Sina turun dari mobil saat mobil Arsen berhenti tepat di depan gerbang kampus. Saat mobil Arsen sudah melaju, Sina masuk. "Oi! Lo tadi berangkat sama siapa?" Tiba-tiba Alma mengejutkan Sina, membuat Sina tersentak kaget. "Arsen." Jawab Sina dengan nada malas. Sina lalu berjalan lebih dulu, Alma mengikutinya. "Bukannya lo nggak suka sama Kak Arsen? Kenapa lo berangkat sama dia?" Alma kepo. Sebagai sahabat, Alma sudah paham bagaimana bencinya Sina pada Arsen. Alma sering kali mendengarkan ocehan demi ocehan Sina saat menceritakan tentang Arsen. Tidak ada yang baik-baik, semua yang Sina ceritakan pada Arsen seakan Arsen tidak punya sisi baik, hanya buruk saja. "Gue terpaksa. Gue juga berangkat sama Kak Nataya kok. Jangan lo pikir gue berangkat berdua sama cowok itu." Sina masuk ke kelasnya dan duduk di kursinya. Alma menarik kursi sebelahnya untuk duduk lebih dekat dengan Sina. Alma mengernyit, dilihat dari raut wajah Sina, sepertinya sahabatnya itu sedang bete. "Lo lagi ada masalah apa gimana? Muka lo kusut gitu Na?" Sina berdecak, dia menyandarkan punggungnya dan menyilangkan kedua tangannya di depan d**a, "Gue udah berkorban mengurangi jam tidur gue untuk bangun pagi-pagi biar gue nggak liat muka Arsen di rumah gue, tapi nyatanya waktu gue mau berangkat ternyata si Arsen itu udah di rumah, gimana gue nggak bete coba?" Alma menganggukkan-anggukkan kepalanya, menurut curhatan Sina. Arsen memang sering sarapan, makan siang, bahkan makan malam di rumahnya. Kalau Alma jadi Sina, dia tidak masalah karena Alma tau Arsen itu gantengnya nggak ketulungan. Alma akan semakin nafsu makan jika di temani dengan Arsen. Tapi sayangnya, Sina tidak. Alma rasa Sina sudah menyia-nyiakan momen makan bersama dengan cogan. Alma tersenyum kecil, ada kabar baik yang bisa membuat Sina tidak kesal lagi. "Na, hari ini Sam mau tanding sepak bola, dia minta gue buat ajak lo nonton pertandingan dia." Mendengar hal tersebut Sina langsung melotot dan menggebrak meja, "Masa! Yang bener?!" Alma sampai mengelus d**a terkejut, dia lalu mengangguk, "Sam sendiri yang bilang sama gue." Hati Sina langsung berbunga-bunga, Samudera memintanya untuk melihat pertandingan sepak bolanya? Mungkin saja Samudera berpikir jika kehadiran Sina bisa membuatnya lebih bersemangat. Sina sudah kepedean sendiri. "Oke, bilangin sama Sam kalo gue pasti nonton dia kok." Sina senyum-senyum sendiri. Sina nanti pasti akan berteriak sekencang mungkin untuk menyemangati Samudera. ****** "Go Samudera Go Samudera Go!" "Ayo Samudera! Lo pasti bisa! "Samudera! Semangat! Gue disini buat lo! Alma menepuk jidatnya melihat Sina berteriak sendirian di atas tribun. Alma sebagai sahabatnya merasa risih karena beberapa mahasiswa yang juga menonton pertandingan, melihat ke arah Sina. Alma menutup mukanya dengan kedua tangannya. Jujur, pertama kalinya Alma merasa malu berteman dengan Sina. Samudera terlihat sedang mengotak-atik bola, menghindari lawan agar lawan tidak merebut bola. "Ayo cepat Sam!" Sina berteriak lebih kencang. Samudera membawa bola ke gawang lawan, dalam satu tendangan, Samudera berhasil memasukkan bola ke gawang lawan. "Gooll! Yeay! Huuu!!!" Kali ini bukan hanya Sina, tapi semua mahasiswa yang mendukung tim Samudera berteriak kegirangan karena sang kapten berhasil mencetak gol. Pritttt!! Wasit sudah membunyikan peluit, itu artinya pertandingan sudah selesai. Dan tim Samudera berhasil mengalahkan tim lawan dengan skor 2:1. Untungnya di detik-detik terakhir Samudera bisa mencetak gol, kalau tidak skor mereka pasti akan seri. Semua pemain beristirahat, tim Samudera beristirahat di sisi kiri sedangkan tim lawan di sisi kanan. "Buat lo." Samudera mendongak, dia melihat seorang perempuan memberikannya satu botol minuman. "Terima kasih, Aulia." Perempuan bernama Aulia itu duduk di samping Samudera, "Lo pasti capek kan?" Samudera mengangguk. Aulia mengelap dahi Samudera dengan sapu tangan. Samudera dan Aulia terlihat sangat dekat. Sina berdiri beberapa meter dari Samudera dengan membawa satu botol minuman. Awalnya dia ingin memberikan minuman itu untuk Samudera, tapi seseorang mendahuluinya. Sina meremas botolnya. "Na, kenapa lo berhenti disini?" Alma datang, dia lalu melihat perempuan yang bersama dengan Samudera. Alma menatap Sina, sahabatnya itu pasti patah hati melihat mereka, "Na, lo---" Sina pergi dari sana, Alma lalu menyusulnya. Sina duduk di bangku taman, menatap lurus ke depan. Alma duduk di sampingnya, "Na, lo nggak papa?" "Nggak papa, emang gue kenapa?" "Lo tadi liat Aulia sama Sam, makanya lo pergi, jadi gue pikir lo sakit hati liat mereka." Sina menarik sudut bibirnya tersenyum tipis, "Gue nggak berhak kali sakit hati, terserah Sam mau sama siapa, itu urusan dia." Alma mengelus punggung Sina, belum cukup dia patah hati karena Samudera menyukai kakaknya, sekarang Sina melihat perempuan lain mencoba mendekati Samudera. Dan mereka juga terlihat sangat dekat. "Na, lo disini? Gue nyariin lo tadi, gue kira lo udah pulang." Samudera tiba-tiba datang. "Belum, gue tadi abis dari toilet, terus gue duduk disini sebentar." Jawab Sina. "Gue kesana dulu ya, kalian ngobrol aja." Alma tidak ingin mengganggu mereka, jadi dia memutuskan untuk pergi dan membiarkan mereka berbicara berdua. Saat Alma sudah pergi, Samudera berganti duduk di samping Sina. "Na, makasih ya tadi lo udah nyemangatin gue." "Kita kan satu fakultas, jadi harus saling menyemangati, iya kan?" Sina tersenyum menepuk bahu Samudera. "Tapi tadi lo teriak-teriak nyebutin nama gue, lo pasti capek kan?" "Nggak masalah, kan gue udah biasa teriak-teriak." Sina menaik-turunkan kedua alisnya. Mereka sama-sama terdiam, tidak seperti biasanya. Kalau biasanya Sina akan cerewet saat bersama Samudera, kini dia terlihat canggung. Mungkin setelah melihat kejadian tadi saat Samudera begitu dekat dengan Aulia. "Sam?" "Ya?" "Tadi, gue liat lo sama Aulia, lo sama Aulia emang lagi deket ya?" Samudera mengendik, "Nggak deket-deket amat si, mungkin karena rumah Aulia sama gue deket, jadi dia pengen lebih akrab sama gue " Sina menautkan kedua alisnya, yang Sina tau rumah Aulia dan Samudera tidak dekat, bahkan jauh. Kenapa sekarang Samudera mengatakan kalau rumah mereka dekat? "Tapi bukannya rumah lo sama Aulia--?" "Ah ya, gue lupa mau kasih tau lo kalau Aulia pindah rumah. Dia dan keluarganya sekarang tinggal satu kompleks sama gue, rumah dia bahkan di depan rumah gue sekarang." "Sejak kapan emang?" "Udah sekitar 2 mingguan kalo nggak salah." Sina menganggukkan-anggukan kepalanya tersenyum samar. Aulia pasti sengaja pindah rumah dekat dengan rumah Samudera supaya dia dan Samudera bisa lebih dekat. Rupanya Sina mempunyai saingan sekarang. Walaupun Samudera menyukai kakaknya, tapi Sina tidak pernah menganggap kakaknya sebagai saingannya. Tapi jika Aulia, baru dia menganggapnya sebagai saingannya. "Oh, lo pasti seneng dong punya tetangga baru, cantik pula." "Biasa aja Na. Oh ya, udah sore, gue anterin lo pulang ya?" Sina melirik jam tangannya, sudah hampir petang, Arsen pasti sedang berada di rumahnya untuk makan malam. Kalau Sina pulang sekarang, kakaknya pasti akan menyuruhnya makan bersama Arsen. Tidak! Sina tidak mau, lebih baik dia tidak makan. Tiba-tiba ponsel Sina bergetar, Alma mengiriminya pesan. Sina membacanya.. "Na, gue pulang duluan ya, soalnya gue ada urusan sama nyokap. Lo sama Sam aja dulu, pergi kemana gitu. Sekalian malam mingguan wey!" Alma unyue :* Sina tersenyum miring, ide Alma mantap juga. Sina bisa malam mingguan dengan Samudera, sekaligus Sina tidak akan bertemu dengan Arsen karena malam ini dia tidak akan makan malam di rumah. "Sam, gue lagi belum pengen pulang. Kita kemana aja dulu yuk, sekalian makan malam, gimana?" "Kita pulang ke rumah gue, soalnya gue mau mandi dulu setelah itu kita makan di luar." Sina mengangguk semangat, siap-siap dia bertemu dengan calon mertua, "Boleh, yuk." Samudera menggandeng tangan Sina, lalu pergi dari sana. Di rumah Samudera.. Untuk yang pertama kalinya, Sina ke rumah Samudera. Rumahnya sederhana seperti rumahnya. Samudera dan Sina memang berasal dari keluarga yang sederhana, maka dari itu Sina senang berteman dengan Samudera karena mereka sama-sama berasal dari keluarga yang biasa saja. Karena kalau Samudera orang kaya, Sina merasa canggung berteman dengannya, dia takut nasibnya akan sama seperti nasib kakaknya. Berpacaran dengan orang kaya, dan keluarga pacarnya tidak menyukai kakaknya hanya karena kakaknya orang biasa. "Sam, orang tua lo dimana?" "Kayaknya mereka lagi keluar, sebentar lagi juga pulang. Lo tunggu disini aja, gue mau ke kamar." Sina mengangguk, dia duduk di sofa. Mata Sina berpencar melihat-lihat seisi rumah. Pandangan Sina tertuju pada bingkai foto di atas laci. Sina lalu melangkahkan kakinya untuk melihat foto dalam bingkai foto tersebut. Itu foto Samudera yang tengah memakai pakaian sepak bola dan membawa piala. Itu pasti foto diambil saat Samudera menang atas pertandingan sepak bola. Sina tersenyum dan mengelus foto Samudera. Sina memperhatikan sekitarnya, saat di rasa tidak ada orang, Sina buru-buru mencium foto Samudera. "Iya Tante, lain kali Aulia pasti ajak Tante jalan-jalan." Sina mendengar suara dari depan, Sina buru-buru meletakkan foto Samudera ke tempat semula. Sina kembali duduk di sofa. Aulia dan Reni - Ibu Samudera - kaget melihat seorang perempuan di rumahnya. "Selamat malam Tante." Sina berdiri. "Malam, kamu siapa ya?" "Saya Sina, teman Samudera. Samudera ada di kamarnya, katanya sedang mandi." Reni mengangguk dan tersenyum. Sina ikut tersenyum, sepertinya Ibunya Samudera orang yang baik, Sina bisa merasakannya. Samudera keluar dari kamar, dia melihat Ibunya dan juga Aulia bersama dengan Sina. "Mama, udah pulang?" "Iya, ini mama mau masak, kita makan malam sama-sama ya. Sina, kamu ikut makan malam juga ya." Ucap Reni pada Sina. "Nggak papa ma, Samudera mau keluar sama Sina, sekalian makan malam di luar." Aulia mengernyitkan dahinya, Samudera pergi dengan Sina, lalu bagaimana dengannya? "Tapi mama udah minta Aulia makan malam disini, kalau kamu pergi nanti Aulia gimana?" "Lain kali aja ma. Nggak papa kan Li?" Tanya Samudera pada Aulia. Aulia mengangguk, walau sebenarnya dia tidak ingin Samudera pergi dengan Sina. "Na, ayo." Samudera menarik tangan Sina pergi. "Sina pergi dulu Tante." Sina berpamitan. "Kalian hati-hati." Aulia hanya menatap kepergian Samudera dengan Sina. Pasti ada sesuatu di antara mereka berdua, pikir Aulia. *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD