Episode 3

1943 Words
Sedari tadi Sina hanya mengacak-acak makanannya tanpa memakannya. Bagaimana tidak? Sina tidak nafsu makan karena seseorang yang tidak ingin Sina lihat wajahnya duduk di depannya. Malam ini, Sina, Nataya dan Arsen tengah malam malam bersama. Sina menghela nafas, dia rasa Arsen sudah tidak punya urat malu lagi. Dari sarapan, makan siang, sampai makan malam Arsen selalu di rumahnya. Siapapun pasti akan kesal, Arsen berlagak seakan dia tidak punya rumah, tidak punya keluarga sampai harus numpang makan di rumahnya. "Na, kenapa kamu nggak makan?" "Nafsu makan aku tiba-tiba aja hilang kak." Arsen melirik Sina, dia sedikit menarik sudut bibirnya melihat Sina sedang kesal karenanya. Sayangnya Arsen tidak perduli. "Sayang, ini kamu cobain deh." Arsen mengambil lauk untuk Nataya. "Makasih." Sina mengernyit melihat Arsen yang sok mesra di depannya. Dia membanting sendok hingga menimbulkan bunyi nyaring. Semua orang tersentak. "Na, kamu kenapa?" Tanya Nataya. "Nggak papa, tadi nggak sengaja sendoknya lepas." Arsen tersenyum ringan, dia jadi ingin membuat Sina lebih kesal lagi, "Masakan kamu emang selalu enak sayang. Kamu makan yang banyak, biar nggak sakit." Nataya tersenyum lalu mengangguk, sedangkan Sina melotot melihat Arsen benar-benar sudah membuatnya kesal. Lihat, bahkan Sina seperti orang yang sedang cemburu. Tapi sayangnya tidak, Sina hanya tidak suka sikap Arsen pada kakaknya. Sina rasanya pengen mual melihat sikap Arsen yang sok perhatian di depan kakaknya. Tapi saat di belakang, Arsen bahkan membiarkan kakaknya di hina habis-habisan oleh keluarganya. Kali ini Sina membanting sendoknya dengan keras, menatap Arsen dengan sinis lalu pergi dari sana. Nataya menghembuskan nafasnya kasar, dia tidak mengerti kenapa sikap adiknya bisa seperti ini saat Arsen bersama mereka, "Ar, aku minta maaf atas sikap adik aku. Aku nggak tau dia kenapa, sepertinya dia lagi ada masalah." "Nggak papa sayang, aku ngerti kok." Nataya melihat Sina menaiki tangga. Malam ini Nataya harus berbicara serius dengan Sina. "Lusa, aku sudah harus berangkat ke Lombok, kamu nggak papa kan aku tinggal sendirian?" Nataya mengangguk, dia sudah terbiasa dengan Arsen yang pulang pergi ke luar kota, "Kamu hati-hati disana. Setelah selesai, kamu harus langsung pulang. Jangan nakal juga disana, oke?" "Iya sayang." Setelah makan malam, Nataya mengantarkan Arsen pulang sampai di depan pintu. Nataya lalu pergi ke kamar Sina membawakan makanan. Malam ini Sina belum makan malam karena tadi dia pergi ke kamar tanpa memakan apapun. Nataya memutar kenop pintu kamar Sina, lalu masuk ke dalam. Nataya melihat Sina tengah tengkurap sambil membaca komik. "Na, kakak bawain kamu makan malam. Tadi kamu belum sempat makan malam kan?" "Taruh aja di meja kak." Sesuai permintaan Sina, Nataya meletakkan nampan di atas meja. Nataya lalu mendekati Sina, dia duduk di sisi ranjang. "Kakak mau bicara sama kamu Na." "Kalo mau bicara soal Arsen, mendingan nggak usah kak. Aku lagi nggak mood." "Mau sampai kapan kamu bersikap keras sama Arsen? Apa yang udah Arsen lakuin sampai kamu nggak pernah suka sama dia?" Awalnya Nataya memaklumi jika Sina tidak menyukai Arsen. Tapi sekarang sudah hampir 3 tahun adiknya tidak menyukai Arsen. Nataya semakin tidak mengerti alasan apa yang membuat Sina begitu membenci Arsen. Sina membalikkan badannya dan duduk menghadap Nataya, "Kakak pengen tau kenapa selama ini aku nggak pernah suka sama Arsen?" Nataya mengangguk, dia kemudian mendengarkan apa yang Sina katakan. "Aku nggak suka sama Arsen karena keluarga dia nggak pernah menghargai kakak sebagai pacar Arsen. Apa kakak nggak sadar, selama ini keluarga Arsen nggak suka sama kakak. Oke, mungkin cuma nenek Arsen yang sayang sama kakak, tapi keluarga yang lain?" Nataya tau, hanya nenek Arsen yang menyayanginya. Tapi Nataya sudah menerimanya, menerima kenyataan jika keluarga Arsen tidak menyukainya. "Na, keluarga Arsen emang nggak suka sama kakak. Tapi kakak nggak perduli itu. Hanya Arsen yang cinta sama kakak, itu udah cukup." "Apa Arsen selama ini tau apa yang kakak rasain? Apa selama ini Arsen membela kakak di depan keluarganya?" Nataya terdiam, Sina melanjutkan ucapannya, "Apa kakak ingat waktu kita ke rumah Arsen? Seluruh keluarga Arsen menghina kakak, tapi apa yang Arsen lakuin? Dia nggak membela kakak, dia hanya minta maaf, minta maaf atas semua perlakuan keluarganya sama kakak." Nataya masih ingat, itu terjadi sekitar 3 tahun yang lalu. Tapi Nataya sudah melupakannya, tapi sayangnya tidak untuk Sina. Dia akan terus mengingat kejadian saat keluarga Arsen menghina mereka. Sina tidak akan melupakan apa yang sudah keluarga Arsen lakukan pada kakaknya. Flashback. 3 tahun yang lalu, pertama kalinya Arsen membawa Nataya ke rumahnya. Arsen akan mengumumkan pada keluarganya bahwa selama ini dia menjalin hubungan dengan Nataya. Sina ikut menemani Nataya, dia ingin memastikan jika kakaknya aman. Sina sudah mengerti sifat orang kaya, keluarga Arsen mungkin akan menyakiti Nataya jika mereka tau dia dan kakaknya hanya orang miskin. Sekarang, Nataya dan Sina sudah berada di depan semua keluarga Arsen. Arsen berdiri di samping Nataya. "Arsen, dia siapa?" Tanya Indira, Ibu Arsen. "Kenalin, ini Nataya dan ini Sina, adik Nataya." Nataya dan Sina tersenyum pada mereka, tapi sayangnya dia antara enam anggota keluarga Arsen, hanya ada dua orang yang juga tersenyum pada mereka. Nenek Arsen dan Ayah Arsen. "Dia siapa kak?" Giliran Shiren yang bertanya. "Nataya, dia karyawan di perusahaan kita. "Kenapa kamu ngenalin mereka sama kita Ar?" Kali ini Nenek Arsen yang bertanya. "Arsen mau kasih tau kalian kalau Nataya, dia karyawan sekaligus pacar Arsen." Semua anggota keluarga Pahlevi terkejut mendengar pernyataan dari Arsen. Indira dan Shiren berdiri, mereka tampak marah. "Maksud kamu apa Arsen, kamu pacaran sama karyawan rendahan seperti dia?" "Kak Arsen nggak serius kan? Kak Arsen nggak mungkin pacaran sama dia!" Sina melebarkan matanya saat dia orang itu menghina kakaknya. Sina tidak terima atas penghinaan itu, dia langsung membela diri, "Kita memang orang miskin, dan kalian orang kaya tapi kalian tidak berhak menghina kakak saya. " "Kamu berani-beraninya berbicara seperti itu sama saya!" Kata Indira melotot. Sina ingin melawannya lagi, tapi Nataya menghalanginya. Nataya tidak ingin Sina membuat masalah karena membelanya. Nataya menggelengkan kepalanya pada Sina agar tidak berbicara lagi membuat Sina berdecak sebal. Indira menatap Arsen tajam, "Arsen, mama nggak setuju kamu berpacaran dengan perempuan miskin itu. Kamu harus ingat Arsen, kita ini orang terhormat, bagaimana mungkin kamu berpacaran dengan perempuan miskin seperti dia. Kita bahkan tidak tau bagaimana keluarganya, bibit, bobotnya." "Apa yang Kak Indira bilang bener, perempuan itu nggak pantas untuk kakak." Sina mengepalkan tangannya kuat-kuat, kalau bukan karena kakaknya, Sina pasti sudah memukul mulut nyinyir mereka. "Tapi ma--" "Arsen! Mama nggak akan pernah setuju. Mama ingin kamu memutuskan hubungan dengan perempuan itu. Kalau orang-orang tau kamu berpacaran dengan perempuan miskin yang tidak tau asal-usulnya, keluarga kita bisa malu." Arsen diam, membuat Sina mengerutkan dahinya menatap Arsen. Arsen bahkan tidak membela kakaknya, dia diam saja seolah-olah membiarkan keluarganya menghina kakaknya. "Sudah sudah. Arsen berhak memilih pasangan hidupnya sendiri Indira, kita tidak bisa melarang Arsen untuk menjalin hubungan dengan perempuan yang dia cintai." Sina tersenyum melihat keluarga Arsen yang ternyata masih ada orang baik. Sina kira beliau adalah Nenek Arsen karena beliau terlihat lebih tua dari keluarga Arsen yang lainnya. "Tapi ma, kita nggak bisa biarin Arsen berhubungan dengan perempuan miskin itu. Keluarga Pahlevi pasti bakal tercoreng karena salah satu pewaris Pahlevi Furniture berhubungan dengan perempuan seperti itu." Sina benar-benar sudah tidak bisa menahan emosinya. Ibu Arsen selalu mengulangi kata-kata perempuan miskin. Sina tau mereka orang miskin, tapi apa dia tidak bisa jika tidak terus mengulangi kata-kata perempuan miskin pada kakaknya. "Saya rasa, anda sudah melewati batas. Saya dan kakak saya memang orang miskin, tapi kita juga punya harga diri. Saya tidak bisa menerima penghinaan ini lagi. Kalian semua sudah menginjak-injak harga diri kami. Kalian memang orang yang kaya, tapi sikap kalian bahkan lebih rendahan dari pada orang rendah seperti saya. Permisi." Sina menarik tangan Nataya untuk membawanya pergi dari rumah Arsen. Arsen mengikuti mereka berdua. Sampai di luar, Arsen menahan lengan Nataya, "Nataya, aku minta maaf karena sikap mama aku sama kamu." Sina melepaskan tangan Arsen dari tangan Nataya, dia menatap tajam Arsen, "Keluarga lo sudah menghina kakak gue, apa minta maaf lo cukup buat membayar semua penghinaan keluarga lo? Kita nggak butuh minta maaf dari lo. Mulai sekarang, mending lo jauh-jauh dari kakak gue, karena gue nggak mau keluarga lo menghina kakak gue lebih dari ini." Sina dan Nataya lalu pergi meninggalkan Arsen. Flashback off. "Sekarang kakak ingat kan? Aku nggak akan pernah melupakan itu kak. Aku sudah bilang sama kakak untuk nggak berhubungan lagi sama Arsen, tapi kakak nggak dengerin aku. Kakak lebih memilih di hina sama keluarga Arsen di bandingkan dengan kebahagiaan kakak sendiri. Apa Arsen perduli? Nggak kak! Arsen nggak perduli, bertahun-tahun keluarga dia menghina kakak, Arsen sama sekali nggak ngelakuin apapun. Dia nggak berani melawan, dia diam aja kayak patung!" Apa yang Sina lakukan hanya untuk melindungi kakaknya. Sina selalu menunjukkan rasa bencinya pada Arsen agar Arsen sadar kalau dia tidak pantas untuk kakaknya. Nataya terlalu baik untuk Arsen. Jika Nataya masih berhubungan dengan Arsen, Nataya pasti akan sakit lebih dari ini. "Sekarang kakak pikirkan, selama 3 tahun kakak pacaran sama Arsen, apa Arsen pernah membicarakan soal pernikahan? Apa Arsen pernah membicarakan soal keseriusan Arsen sama kakak?" Nataya menggelengkan kepalanya, selama ini Arsen tidak pernah membahas soal pernikahan. Nataya pernah menyinggung soal itu, tapi Arsen selalu mengalihkan pembicaraan. Sina menghela nafas, dia memegang kedua tangan kakaknya dan berkata, "Itu artinya Arsen emang nggak serius sama kakak. Arsen, dia mungkin nggak berani melawan keluarganya untuk menikahi kakak." Kalau Arsen benar-benar cinta dan serius sama kakaknya, sudah dari dulu Arsen pasti berjuang agar keluarganya bisa menerima kakaknya. Tapi apa? Sampai sekarang, keluarga dia masih benci sama Nataya. Itu berarti selama ini Arsen tidak berjuang untuk itu. "Arsen mungkin butuh waktu Na. Kamu sendiri tau nggak mudah untuk membujuk keluarga Arsen. Kakak yakin Arsen sedang berjuang untuk kakak, supaya kakak bisa di terima di keluarganya." "Kalau gitu, kita lihat aja nanti. Apa Arsen berniat serius sama kakak, atau dia cuma main-main sama kakak." Nataya mengangguk pelan, ada hal yang tidak Sina ketahui tentang Arsen. Itulah kenapa selama ini Arsen tidak pernah membahas soal pernikahan mereka. Hanya waktu yang akan menjawab semuanya. Nataya mengambil makanan yang tadi dia bawa untuk Sina, "Nih, kamu makan dulu, tadi kamu nggak makan malam." Sina mengambil makanan itu, lalu mengerucutkan bibirnya, gara-gara Arsen, Sina menahan rasa laparnya, "Habisnya aku nggak nafsu makan kalo ada cowok itu." "Lusa, Arsen udah berangkat ke Lombok, jadi dia nggak akan makan disini lagi." Sina kembali ceria mendengar kabar Arsen pergi ke luar kota, "Kalo bisa nggak usah balik aja." Nataya geleng-geleng kepala melihat Sina yang sepertinya sangat senang karena Arsen pergi, "Kakak sedih karena pacar kakak ke luar kota, tapi kamu malah seneng kakak di tinggal pergi." "Kakak tenang aja kan masih ada aku disini. Biarin Arsen pergi, jadi kakak nggak perlu repot-repot masak banyak-banyak lagi buat Arsen." "Hm. Oh ya, gimana sama kuliah kamu? Kamu udah mau semester 5 kan? Udah mikir mau magang dimana nanti?" Sina mengendik, dia bahkan belum memikirkan itu, "Nanti aku mikir mau magang dimana kak." Nataya mengangguk-anggukkan kepalanya, "Na, gimana kalo nanti kamu magang di perusahaan tempat kakak kerja?" Sina yang tadinya asik menikmati makanannya, tiba-tiba tersedak, "Uhuk!! Maksud kakak, kerja di Pahlevi Furniture?" "Iya lah, emangnya kakak kerja dimana lagi kalau bukan disitu." Sina langsung menggelengkan kepalanya menolak saran dari Nataya. Kalau Sina bekerja di Pahlevi Furniture, itu berarti setiap hari Sina bertemu dengan Arsen, bukan hanya Arsen, keluarga Arsen juga bekerja di sana. Sina tidak bisa membayangkan bagaimana nanti menghadapi keluarga Arsen yang sombong itu. "Nggak! Aku mau cari perusahaan lain aja. Udah cukup kakak aja yang kerja disana, aku nggak mau." Sudah Nataya duga, Sina pasti akan menolak sarannya. "Apa besok Arsen sarapan disini lagi kak?" Nataya mengangguk, membuat bahu Sina melemas seketika. Oke! Itu berarti besok pagi Sina harus berangkat lebih awal sebelum dia melihat Arsen. Karena jika pagi-pagi Sina sudah melihat wajah Arsen, moodnya pasti akan memburuk. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD