Episode 5

1987 Words
Selesai makan malam, Sina dan Samudera memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Mereka kini sedang berada di Taman Kota, tempatnya lumayan ramai. "Aulia, dia kelihatan akrab banget sama nyokap lo, ya kan?" Samudera mengendikkan bahunya, "Sejak Aulia pindah, setiap hari dia selalu datang ke rumah gue, kadang bawa makanan, atau sekedar ngobrol sama mama. Mungkin dari situ mereka kelihatan akrab." Sina menarik sudut bibirnya tersenyum miring, Aulia pasti sengaja melakukan itu untuk mencari perhatian Ibu Reni, bukan hanya itu Aulia mungkin juga sedang mencari perhatian Samudera. "Kelihatannya Aulia berhasil bikin nyokap lo suka sama dia." Samudera tersenyum ringan. "Kalo lo sendiri, gimana?" "Maksud lo?" "Apa lo juga suka sama Aulia?" Sina bertanya dengan hati-hati, walaupun dia tau Samudera menyukai kakaknya, tapi mungkin saja Samudera juga menyukai Aulia. Mengingat Aulia begitu dekat dengan Ibunya. Sina ingin memastikan saja, hati manusia bisa berubah kapan saja. "Na, lo tau sendiri gue sukanya sama Kak Nataya, walaupun gue tau sampai kapanpun gue nggak akan pernah bisa miliki kakak lo." "Sam, kenapa nggak lo buka hati buat cewek lain kalo lo tau lo sama Kak Nataya nggak akan bisa sama-sama?" Sebenarnya Sina sengaja memberikan kode untuk Samudera agar Samudera melupakan Nataya dan membuka hati untuk perempuan lain, paling tidak adiknya Nataya, karena sampai sekarang dia jomblo akut :) "Sayangnya belum ada cewek yang bisa gantiin kakak lo di hati gue. Gue belum nemu cewek yang sikapnya atau sifatnya kayak Kak Nataya." "Lo bener, Kak Nataya itu cantik, baik, lemah lembut, penyayang, jarang ada perempuan yang kek gitu kan?" Sina mendesah, seperti tidak ada harapan baginya untuk mendapatkan Samudera. Sina akui, sifat dia berbanding terbalik dengan sifat kakaknya yang lemah lembut. Jauh sekali dari tipe perempuan yang Samudera inginkan. "Kenapa lo tanya gitu?" "Nggak papa, cuma pengen tau aja. Barangkali lo mau membuka hati lo buat cewek lain." "Menurut lo, siapa yang pantas buat gue Na? Gue juga sebenarnya agak bosen jomblo terus." Sina kembali tersenyum, apa itu artinya Samudera mau membuka hatinya untuk perempuan lain? Apa itu artinya Sina masih mempunyai kesempatan untuk menjadi pacar Samudera? Memikirkannya membuat jantung Sina berdegup kencang. "Sebenarnya gue juga bosen kelamaan jomblo, nggak ada cowok yang menarik perhatian gue." Sina melirik Samudera, laki-laki itu juga tengah menatapnya, "Na, kayaknya gue--" Sina mengedip, "Lo kenapa?" Sina deg-degan, jangan-jangan Samudera mengatakan jika dia sudah menemukan orang yang pantas untuknya. Dan mungkin saja Samudera juga berpikir jika perempuan itu adalah Sina sendiri, pikir Sina dengan pedenya. "Kayaknya gue--- harus pulang sekarang, nyokap gue nyuruh gue pulang." Samudera memperlihatkan pesan dari Ibunya pada Sina. Sina menghela nafas berat, harapannya seakan hilang saat itu juga. "Gue anterin lo pulang dulu." Ponsel Sina bergetar, pesan dari seseorang yang tidak di kenal. Nomornya terlihat asing, tapi saat Sina membukanya rupanya Arsen yang mengirim pesan. "Aku sudah ada di depan Taman Kota, kesini sekarang juga." Arsen Sina membalasnya, "Lo pergi aja, gue pulang sama pacar gue." "Ini perintah dari kakak kamu, kamu harus pulang sama aku. Aku tunggu." Sina berdecak sebal, kenapa juga Arsen yang menjemputnya. Harusnya tadi dia tidak memberitahu pada kakaknya dimana dia sekarang. "Kak Arsen?" Sina mengangguk, dia kemudian melebarkan matanya, menyembunyikan ponselnya di dadanya, "Eh, kok lo tau? Lo baca chat gue sama dia?" Samudera mengangkat kedua alisnya, "Gue bahkan liat waktu lo bilang sama Kak Arsen kalo gue pacar lo." Sina nyengir lebar, "Sorry, tangan gue emang nakal banget, gue nggak sengaja ngetik gitu." "Nggak papa, jadi lo pulang sama gue atau Kak Arsen." "Gue harus pulang sama Arsen, Kak Nataya yang nyuruh dia buat jemput gue. Kalo gitu, gue duluan Sam. Bye!" Sina melambaikan tangannya. Samudera tersenyum ringan, dia lalu juga pergi dari sana. Sina berjalan mengikuti arahan Arsen dimana Arsen berada sekarang. Sina kemudian melihat seseorang memakai celana levis panjang dan kemeja yang tidak di kancing di padukan dengan kaos polos hitam sedang berdiri di samping mobil berwarna putih. "Kak Nataya mana? Kenapa bukan dia yang jemput gue?" Arsen tidak menanggapi pertanyaan Sina, dia langsung masuk ke dalam mobil. Sina mengernyit kesal. Sial! Gue dikacangin! Sina lalu ikut masuk ke dalam. Mobil Arsen kemudian laju meninggalkan Taman Kota. Hening, itu yang terjadi di dalam mobil. Mereka berdua sama-sama diam. Sina sendiri malas bertanya lagi, dia terlanjur kesal karena tadi Arsen tidak mengacuhkan pertanyaannya. "Kamu nggak mau tanya lagi kenapa aku yang jemput kamhlu?" Ucap Arsen yang masih fokus menatap ke depan. Giliran Sina yang diam saja, tidak perlu di jawab juga tidak apa-apa, Sina bisa bertanya langsung pada kakaknya di rumah. "Nataya sakit, jadi dia nggak bisa jemput kamu." "Hah! Gimana bisa? Tadi pagi perasaan Kak Nataya baik-baik aja. Lo apain kakak gue sampai dia sakit?!" Arsen menggelengkan-gelengkan kepalanya pelan, apa Sina sedang menuduhnya sekarang? "Aku nggak sejahat itu buat nyakitin pacar aku sendiri." "Kali aja nyokap lo atau adik nyokap lo yang udah nyakitin kakak gue sampai kakak gue sakit." Bukannya Sina menuduh, hanya saja sikap mereka pada kakaknya membuat Sina lebih was-was, bisa saja mereka berniat untuk menyakiti kakaknya. "Nyokap aku emang belum menyukai kakak kamu, tapi aku yakin mereka nggak akan melakukan itu." "Apapun bisa aja terjadi." Sina bergumam, Arsen masih bisa mendengarnya. Tidak ada percakapan lagi sampai akhirnya mereka sampai di depan rumah. Sina turun dari mobil langsung masuk ke dalam. Arsen sebenarnya ingin melihat keadaan Nataya sekarang, tapi Ibunya sudah menyuruhnya untuk segera pulang setelah urusan selesai. Sina masuk ke kamar Nataya. Rupanya kakaknya itu sudah tidur, Sina mendekatinya. Sina menempelkan punggung tangannya pada dahi Nataya, lumayan panas. Sina lalu pergi ke dapur untuk mengompres kakaknya. Setelah itu Sina menyelimuti kakaknya, "Cepat sembuh Kak Nat." ***** Arsen baru saja memarkirkan mobilnya ke garasi. Dia lalu masuk ke dalam rumah. Di ruang keluarga, sudah ada Indira dan juga Shiren yang sedang menunggunya. "Arsen, kamu dari mana aja?" Tanya Indira. "Aku dari rumah Nataya ma." Indira menyilangkan kedua tangannya di depan d**a, "Perempuan itu lagi? Kapan kamu akan memutuskan hubungan dengan perempuan itu Arsen? Mama tidak mau kamu terus berhubungan dengan dia" "Sampai kapanpun aku nggak akan putus sama Nataya. Aku bahkan mau menikah dengan Nataya." Indira dan Shiren membelakakkan matanya mendengar keputusan Arsen untuk menikahi Nataya. "Kak Arsen nggak bisa nikah sama Nataya. Nataya nggak pantas untuk kakak." "Lalu siapa perempuan yang pantas untuk kakak?" Shiren diam, Indira ikut menyela, "Shiren benar, sampai kapanpun mama nggak akan pernah setuju sama pernikahan kalian." "Tapi Nenek setuju Arsen menikah dengan Nataya." Nenek Arsen dan Richard - Ayah Arsen - kemudian datang menghampiri mereka. Selama ini hanya Nenek Arsen dan Richard yang tidak menghalangi hubungan Arsen dengan Nataya. Nenek Arsen sangat menyukai kepribadian Nataya, sedangkan Richard, dia akan mendukung apa yang membuat anaknya bahagia. "Ma, Nataya nggak bisa jadi bagian dari keluarga Pahlevi." Ucap Indira pada Nenek Arsen. "Nataya, Arsen berhak memilih perempuan yang pantas untuk menjadi istrinya. Arsen sudah dewasa, aku yakin Arsen sudah membuat keputusan yang benar." "Mama benar, Arsen pasti sudah memikirkan ini matang-matang. Nataya perempuan yang baik, karena itu Arsen memutuskan untuk menikah dengan Nataya." Ucap Richard menatap anaknya. Arsen terdiam, setelah dua minggu berlalu, dia kembali bertemu dengan ayahnya. Walaupun mereka satu rumah, tapi Arsen selalu berangkat pagi-pagi sekali, pulang larut malam, jadi dia tidak ada waktu untuk bertemu dengan ayahnya sejak pertengkaran mereka dua minggu yang lalu. Seperti apa yang Nataya katakan padanya, ayahnya mungkin punya alasan atas semua perbuatannya. Kali ini mungkin Arsen mencoba untuk lebih memahami ayahnya. "Makasih, papa sudah mengerti perasaan aku." Richard mengangguk, "Kamu istirahat saja, papa yang akan berbicara dengan mama." Arsen pergi ke kamarnya. Di kamar Arsen duduk di atas tempat tidur, melamun. Matanya mengarah pada bingkai foto di atas meja, foto seseorang perempuan yang sangat dia cintai sepanjang hidupnya. Sayangnya, ada banyak hal yang membuat dia tidak bisa bersamanya. Arsen mengelusnya lalu menciumi lembut. Arsen berjanji, suatu saat dia akan membawa perempuan itu di hadapan keluarganya. ****** Hari minggu, pagi-pagi Nataya sudah menyiapkan sarapan. Sina tersenyum melihat kakaknya sudah lebih baik, semalam kakaknya demam. "Kak Nat, udah sehat kan?" "Hem. Makasih Na, udah mengompres kakak tadi malam, sekarang kakak udah baikan." "Harusnya kemarin malam kakak nggak usah nyuruh Arsen jemput aku. Aku bisa pulang sama Sam." Ya. Kakaknya sudah membuat Samudera tidak jadi mengantarnya pulang karena Arsen lebih dulu menjemputnya. "Kakak pikir kamu lagi nggak sama Sam, jadi kakak minta Arsen buat jemput kamu." Sina mengerucutkan bibirnya, Nataya mengernyit melihat Sina, ekspresi kesal adiknya itu membuat Nataya berasumsi, "Na, kamu kesal karena Arsen yang jemput kamu, atau kesal karena kamu nggak dianter Sam pulang?" Sina menjadi salah tingkah, bagaimana kakaknya tau kalau Sina kesal karena bukan Sam yang mengantarnya pulang? "Sina suka sama Sam ya?" Sina tertegun, dan sekarang kakaknya bahkan curiga dia menyukai Sam. Kalau saja Nataya tau Sam menyukai Nataya, kakaknya itu pasti akan kaget mendengarnya. "Samudera genteng, jago sepak bola, cewek mana yang nggak suka sama dia kak? Cewek-cewek di kampus juga banyak yang suka sama Sam." "Sukanya kamu sama Sam nggak bisa disamakan sama perempuan di luar Na. Mereka mungkin menyukai Sam dari fisiknya atau ketenarannya, tapi kamu, kamu menyukai Sam karena hatinya." Sina akui itu, awalnya Sina melihat ketampanan Sam yang membuat Sam menarik perhatiannya. Tapi lama-lama, Sina mulai menyukai sifat Sam, perhatian Sam padanya, semua itu tulus dari hati seorang Samudera Adinata. Ya, kalau ketampanan yang membuat Sina menyukainya, mungkin Sina bisa menyukai laki-laki lain yang lebih tampan dari Samudera. Tapi ini tidak, hati Sina masih untuk Samudera. "Kalau aku suka sama Sam, apa kakak setuju?" "Jadi sekarang udah ngaku kalo sebenarnya kamu suka sama Sam, hm?" Pipi Sina memerah saat Nataya menggodanya. Sina mengangguk mengakui semua pada kakaknya bahwa selama ini dia memang menyukai Samudera. "Sam itu laki-laki yang baik, sopan, kakak juga suka sama kepribadian dia. Kakak rasa, Sina cocok sama Samudera. Jadi, kakak setuju kalau kamu pacaran sama Sam." Sina tersenyum garing, hey! bagaimana mungkin Sina dan Samudera berpacaran jika Samudera masih menyukai kakaknya? "Tapi kak, ada cewek yang juga suka sama Sam. Sekarang rumah dia di depan rumah Sam. Namanya Aulia, dia juga udah akrab banget sama mamanya Sam. Aku khawatir Tante Reni mau menjodohkan Sam sama Aulia." Entah dari mana asal pikiran itu, tiba-tiba saja terbesit di otak Sina. Sina sudah paranoid lebih dulu, atau mungkin Sina terlalu takut akan kehilangan Sam. "Jangan berpikiran buruk dulu, belum tentu Sam suka sama Aulia. Mamanya Sam mungkin memang dekat dengan Aulia, tapi belum tentu Aulia bisa memenangkan hati mamanya Sam." Sina mengerutkan kedua alisnya, "Maksud kakak?" "Maksud kakak, kalau kamu suka sama Sam, kamu harus bisa memenangkan hati mamanya Sam. Kalau kamu bisa, kakak yakin nggak cuma mamanya Sam aja yang pengen kamu jadi menantunya, tapi Sam, dia juga pengen kamu menjadi istrinya." Sina menggigit bibir bawahnya, mencoba mencerna kata-kata kakaknya. Memenangkan hati Tante Reni? Sina menghembuskan nafas berat, kalau dia bisa seperti kakaknya mungkin mudah untuk memenangkan hati Tante Reni, tapi untuk seorang Sina Diana? Dia bahkan jauh dari tipe menantu idaman, bagaimana mungkin Sina bisa memenangkan hati Tante Reni? Sina bahkan tidak pernah memasak karena dia tidak bisa memasak. Tidak pernah mengepel, menyapu, mencuci. Membersihkan toilet? Ya, hanya itu yang Sina bisa karena dia sudah langganan membersihkan toilet saat di hukum. "Nanti aja deh Sina pikirin. Oh ya, hari ini kakak mau kemana?" "Kakak mau ke apartemen Arsen, kakak ada urusan sama dia." "Bukannya Arsen mau berangkat ke Lombok?" "Arsen berangkat nanti sore Na." Eh? Sina seperti merasa ada sesuatu yang kurang. Ah ya, hari ini Arsen tidak ikut sarapan dengan dia dan kakaknya kan? Tapi kenapa? Apa Arsen kesal karena setiap kali makan di rumahnya, dia selalu membuatnya kesal? Pikir Sina. Sina memukul kepalanya sendiri, untuk apa dia memikirkan itu? Bukannya senang karena Arsen tidak makan di rumahnya lagi, tapi Sina malah memikirkan hal lain. Gila! ******* Setelah selesai makan, sesuai janjinya Nataya pergi ke apartemen Arsen. Nataya berjalan menuju kamar Arsen. Nataya sudah memiliki kunci apartemen Arsen, jadi dia bisa langsung masuk ke dalam. Nataya membuka pintu, tubuhnya membeku saat melihat seseorang yang berada di kamar Arsen berdiri di depannya menatapnya sengit. Beberapa menit kemudian terdengar suara tembakan dari dalam kamar. *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD