Chapter 49 - Menentukan Arah yang Benar

1139 Words
Perjalanan di tengah hutan, saat jalan masih terdapat aspal, Cat memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Ia bermaksud untuk melanjutkan perjalanan di pagi harinya.  “Tidur membuat kita akan kembali lebih baik besok paginya!” Ucap Cat mematikan mobil dan melihat apa yang terjadi dengan teman-temannya di belakangnya. Keadaan menjadi gelap gulita. Tak ada lampu di jalan dan tak ada mobil yang lewat. Cat menghidupkan lampu dalam mobil. Ia melihat mereka masih melek dan tidak terlihat mengantuk. “Kalian tidak tidur?” Tanya Cat. Tetapi arah wajah mereka bukan menatap Cat.  Ia melihat Jeli menunjuk Mr. Pella. Dalam hati Cat, ia berpikir bahwa Mr. Pella benar-benar berubah seperti manusia. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan merasa khawatir. Tak ada yang bisa diperbuatnya.  Ia kembali melihat Jeli. Ia tidak ingin bersuara terlalu keras sehingga mengganggu Mr. Pella tidur. Ia berkata kepada seluruh teman-temannya, “Tutuplah mata kalian!” Kata Cat sambil sedikit mengangkat kepala melihat teman-temannya yang duduk paling belakang, yaitu, Name, Spong, Steig, dan Brake. Ia melihat Name, Spong, dan Steig saling bersandar di bahu mereka dan menutup mata. Mereka langsung menutup mata setelah Cat memperingatkan mereka.  Tetapi, Brake malah melek. Ia berpangku tangan melihat ke jendela luar. Padahal tak ada yang bisa dilihatnya di sana. “Kau tidak tidur?” Tanya Cat melihat Brake. Ia tahu pertanyaan itu untuknya. Brake menatap Cat. Ia menggelengkan kepalanya dengan bibir berkerut.  Jeli berkata sambil menutup matanya, “Mana bisa lagi dia tidur! Sepanjang perjalanan ia selalu tidur, dan ketika mobil berhenti dia malah terlihat segar.” Cat sudah tahu apa yang akan terjadi dengan Brake. Ia memang selalu terjaga saat semua orang tertidur. Cat kembali melihat ke depan, dan menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil. “Baiklah, selamat tidur!” Ucap Cat yang tidak ambil pusing dengan Brake dan menutup matanya. *** Suara burung mulai terdengar. Cat mendengar suara ribut dari besi yang terketuk. Ia mencoba membuka mata, meski tampak sangat berat. Ternyata suara tersebut dari monyet yang melompat-lompat di atas atap mobil. Hush.. huss… sana… Bukannya karena suara monyet tersebut yang ribut yang buat teman-temannya bangun, tetapi malah gara gara suara dari Cat. Berarti suara usiran Cat lebih besar dibanding suara lompatan monyet di atap mobil. Tinggal Mr. Pella yang belum bangun. Ia menghidupkan mobil dan menginjak pedal kopling dan rem lalu memasukkan gigi satu. Ia melihat spion. Mobil pun bergerak. Saat mobil berjalan, Mr. Pella pun terbangun. “Berapa lama lagi?” Tanyanya sambil mengucek matanya. “Tidak akan lama lagi!” Ucap Cat. Padahal sebenarnya ia tidak tahu.  Cat menghentikan mobil. Ia melihat jalan tersebut bercabang. Ia bingung harus mengikuti yang mana. Dilihatnya jalan lurus, jalan yang masih ber-aspal. Sedangkan di jalan yang satunya, begitu jelek dan berbatu-batu. Ia menyuruh Jumbur dan Jeli melihat peta untuk menentukan arah yang tepat. Ia mengambil kompas dari celananya dan memberikannya kepada Jeli. Brake tiba-tiba berkata, “Semalam aku melihat Goblin lewat.”  Cat membalikkan kepalanya. “Apa hubungannya?”  Brake juga tidak tahu hubungannya. Ia berkata, “Hanya informasi saja! Hehe.” “Tumben kau tidak tidur!” Kata Jeli melihat cepat ke belakang dengan mata bolang. “Sudah kebanyakan tidur, gak bisa lagi mataku tertutup!” Jawab Brake.  “Aneh!” Kata Jeli, lalu kembali berdiskusi bersama Jumbur tentang letak mereka sekarang, dan jalan mana yang harus mereka tempuh. “Kita ke kanan! Jalan yang jelek itu!” Ucap Jeli kepada Cat.  Mr. Pella merengut. Ia tidak tahu yang sedang dibicarakan oleh Brake.  “Apa itu goblin?” Tanyanya. Cat menjelaskannya kepada Mr. Pella. “Itu adalah makhluk yang tercipta dari buah busuk dari pohon Patron.” “Buah busuk tersebut menghasilkan sebuah makhluk?” Tandas Mr. Pella. “Ya, tuan. Buah yang dibawa dari dunia waktu bisa berubah bentuk menjadi hidup saat dibawa ke Bumi. Makhluk yang lahir dari buah busuk tersebut akan melayani tuannya dengan setia dan akan melakukan apapun perintah tuannya.” Kata Cat lagi menjelaskan. Cat pun memasuki jalan tersebut. Ia melihat sebuah spanduk besar bertuliskan ‘Beware of Wildlife.’ Mereka memasuki jalan sempit tersebut. Jalan itu hanya bisa dilewati oleh satu mobil saja. Jika ada mobil lain yang datang dari arah sebaliknya pasti akan sulit untuk memberinya sedikit jalan. Apalagi, Van yang dipakai Cat dan yang lainnya, sangat besar.  Ia berjalan pelan karena jalan nya tidak terlalu bagus, masih dilapisi batu-batu besar sebagai penanda jalan. Mereka bisa melihat indahnya hutan tersebut. Hutan itu sangat lebat dan pohon-pohon yang berada di sisi jalan begitu tinggi dan lebat. Warna hijau tercetak di langit hutan karena daun-daun hijau yang lebat yang tidak memberikan sinar Matahari masuk. “Wow,” Mr. Pella tertawa. Ia merasa itu sangat ajaib. “Aku tidak pernah melihat buah pohon Patron busuk!” Ucap Mr. Pella.  “Ada yang beberapa. Pernah ada tiga buah busuk yang langsung jatuh dari pohon patron, ketika makhluk tersebut menjadi sebuah legenda. Makhluk yang tidak bisa diperintah oleh tuannya dan sangat kuat. Setelah ketiga makhluk tersebut, tidak pernah lagi buah pohon Patron menjadi busuk. Sedangkan goblin-goblin lain yang tercipta, dari buah baik yang dibiarkan hingga busuk karena tidak diolah. Buah itulah yang menjadi goblin-goblin kecil di Bumi.” Ucap Cat menjelaskannya sambil berjuang untuk melalui jalan sempit tersebut. Beberapa rumput kasar dan kuat terdengar menggesek bagian badan mobil. Mereka terus berjalan, sambil mendengar suara-suara hewan yang mengaum. Beberapa ular terlihat melintasi jalan, hingga mereka harus berhenti memberikan ular tersebut lewat dulu. Beberapa monyet menggantung di mobil, dan spion kaca kanan Cat pun pecah. Beberapa kali mereka dilempari pisang oleh pemimpin monyet. Monyet-monyet itu mungkin tidak senang, karena mereka melewati wilayah kekuasaan milik monyet.  Hari pun menjadi gelap. Mereka hanya bisa mengandalkan cahaya lampu dekat mobil atau low beam yang lebih terang untuk menerangi jalan di bawah mereka. Beberapa kali Cat hampir lari jalur dan hampir menabrak pohon besar. Untung saja ia mengendarai mobil dengan pelan. Jalan tersebut lama kelamaan menanjak. Pernah sekali mereka harus keluar karena mobil tersebut tidak bisa berjalan karena tersangkut batu besar dan ban mobil belakang tidak menyentuh tanah. Perjalanan semakin mengerikan. Mr. Pella merasa lapar. Ia berkata hal itu beberapa kali. Jeli mengambil styrofoam dan membukanya. Ia membuatkan sebuah sandwich untuk Mr. Pella. “Lezat,” ucapnya, padahal belum lagi memasukkannya ke dalam mulut.  Mereka berjalan hingga terhalang oleh pagar besar dan tinggi. Cat berhenti dan keluar melihat apakah pagar tersebut bisa dibuka. Ia mendorong pagar itu dengan paksa, tetapi tidak terbuka sedikitpun. Ia mencoba mendorongnya lagi, dan tidak berhasil. Pagar tersebut terkunci dengan sebuah gembok emas. Ia melihat ke samping, dan tidak ada jalan untuk masuk. Ia kembali ke dalam mobil dengan kecewa.  Ia berkata kepada Jeli. “Apakah letak kita sekarang sudah benar ke utara?”  Jeli menghidupkan lampu dalam mobil dan melihat peta, mencocokkannya dengan kompas.  “Kita sudah berada di tempat tujuan kita. Lihatlah, kita sudah berada di Gunung Jeringgat!” Kata Jeli. Ia menyuruh Jumbur untuk memastikannya lagi. “Benar!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD