Aku menenangkan diriku dan mencerna mimpi yang aku alami tadi. Itu tidak seperti mimpi biasa. Itu mimpi seperti nyata. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Aku berkata pada diriku sendiri kalau itu cuma mimpi, tapi kalau dipikirkan kembali mimpi itu sangat aneh, bahkan aku bisa ingat dengan jelas. Biasanya jika aku bermimpi, aku akan melupakannya begitu saja detailnya, tapi mimpi yang baru saja aku alami, aku dapat mengingat detailnya.
Semakin dipikirkan semakin kepalaku pusing tujuh keliling. Aku sudah mengalami dua kali mimpi aneh. Pertama pernikahanku dengan Chris yang berujung menyeramkan dan yang kedua melihat orang tuaku bersama dua ekor pegasus. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku sampai bisa bermimpi aneh. Apa otakku merasa lelah? Tapi aku tidak melakukan kegiatan yang dapat memeras otakku. Tubuhku juga tidak merasa lelah, karena hari ini aku tidak melakukan pekerjaan berat.
Aku beranjak dari kursi goyang dan menaruh rajutanku di atas kursi. Aku keluar kamar untuk menemui ibuku yang masih sibuk di dapur. Ibu tersenyum melihat aku muncul.
"Tolong angkat teko itu!"perintah ibu. Aku menurutinya.
Air di teko itu sudah mendidih.
"Apa yang harus aku lakukan dengan air panas di teko ini?"
"Tuangkan ke teko teh yang ada di meja! Ibu sudah mengisinya dengan teh. Masukkan pelan-pelan!"
Aku menuang air panas ke teko. Uap panasnya menari-nari di atas teko. Aku mengembalikan teko ke kompor, lalu aku duduk di kursi memperhatikan ibu yang sedang membuat keju.
"Aku tadi mimpi aneh. Sangat aneh."
"Kamu mimpi apa?"
"Aku mimpi melihat Ayah dan Ibu sedang mengendong seorang bayi, tapi aku merasa tidak yakin bayi itu adalah anak kalian atau bukan, tapi kalian terlihat sangat gembira. Aku sempat berpikir bayi itu adalah aku."
"Lalu apa yang anehnya?"tanya ibu sambil mengaduk-aduk s**u.
"Ada dua ekor pegasus bersama kalian."
Ibu langsung berhenti mengaduk s**u dan menghentikan kegiatannya. Ibu membalikkan badannya, menatapku.
"Pegasus?"
Suaranya bergetar dan terkejut. Aku mengangguk.
"Apa lagi yang kamu lihat di mimpimu?"
Aku menceritakan detail mimpiku. Ibu diam dan mendengarkan. Selama aku bercerita, ibu tidak pernah memotong pembicaraanku. Dia akan selalu mendengarkan terlebih dahulu."
"Apa menurut Ibu itu aneh? Aku tahu pegasus itu ada. Mereka tinggal di Graymoor, pulau tempat tinggal para makhluk mistis."
"Mimpimu memang aneh. Bagaimana mungkin kami bisa bersama pegasus? Mereka tidak tinggal di mana manusia tinggal."
"Aku rasa itu juga tidak mungkin dan pegasus tidak mungkin tinggal di dekat manusia. Ini memang hanya mimpi."
"Kadang mimpi selalu aneh. Ibu pernah bermimpi menumpahkan s**u satu ember pada Ayahmu tanpa alasan yang jelas, lalu Ibu kembali menjadi seorang anak berumur sepuluh tahun."
Macaroon tersenyum mendengar mimpi yang pernah dialami oleh ibunya.
"Lupakan saja mimpimu itu! Itu hanya mimpi."
"Iya."
"Apa asisten baru Ayah sudah datang?"
"Sudah datang sejak dari tadi."
"Sekarang aku tidak ada pekerjaan lagi di kandang ayam, kecuali mengambil telur."
"Kenapa kamu tidak main ke rumah Susie, temanmu itu?"
"Susie sedang pergi keluar kota bersama orang tuanya."
"Kalau begitu bantu Ibu membuat keju."
"Aku tidak tahu caranya."
"Itu sebabnya Ibu menyuruhmu membantu agar kamu tahu."
"Baiklah."
Aku mendekati kompor memperhatikan bagaimana ibuku membuat mentega sanpai akhirnya mentega itu jadi, lalu kami makan siang bersama. Kedatangan Mrs. Hauston membuat kami terkejut. Ibu mempersilahkannya masuk dan menyiapkan teh. Aku menemaniya di ruang tamu. Ibu muncul dengan nampan beisi teko, cangkir, dan kue.
"Maaf kedatanganku ke sini tiba-tiba."
"Tidak apa-apa."
"Aku datang ke sini untuk meminta maaf pada Macaroon."
Aku terkejut. "Minta maaf padaku kenapa?"
"Karena aku sudah membuat kesalahan telah meramalmu."
"Anda tidak perlu minta maaf, Mrs. Hauston. Aku tidak apa-apa. Sungguh."
"Bukan begitu."
Mrs. Hauston menatapku dan wanita itu nampak gelisah dan ada ketakutan di matanya. Sikapnya sungguh aneh. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi kepadanya. Ibuku selalu memasang senyuman ramahnya.
"Tehnya keburu dingin,"kata Ibu.
Mrs. Hauston tersentak kaget dan nampak gugup.
"Oh iya ya."
Tangan Mrs. Hauston gemetaran. Aku berpikir apa dia sedang tidak enak badan. Wanita itu melirik ke arah ibu dan pandangan matanya kembali ke arah depan sambil menyeruput teh. Cangkir teh disimpan kembali di atas meja.
"Tadi apa yang Anda ingin katakan padaku?"tanyaku.
"Ah itu. Kalau ramalanku tidak benar."
Dahiku memgernyit.
"Aku tidak mengerti."
"Begini Macaroon. Aku telah berbohong soal ramalanku."
"Tapi kenapa?"
"Aku hanya ingin bercanda denganmu."
Aku melongo dengan pengakuan Mrs. Hauston. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa dia bercanda seperti itu.
"Aku benar-benar minta maaf."
"Sudah aku duga pasti Anda telah salah meramal putriku. Tidak mungkin putriku akan menghancurkan Harsengard bersama pangeran terkutuk. Syukurlah ramalan Anda itu tidak benar. Anda memang peramal yang hebat dulu, karena aku sering datang padamu untuk berkonsultasi, tapi masa kejayaanmu sudah berakhir. Kamu sudah tua dan mungkin saja kemampuan meramalmu sudah menurun dan mulai menghilang."
"Kemampuan meramal tidak ada hubungannya dengan umur, karena itu bakat yang aku dapatkan sejak lahir dan diwariskan secara turun temurun. Aku mendapatkannya dari Ibuku, sedangkan adikku tidak mewarisi bakat Ibuku."
"Mungkin karena Anda sudah tidak menggunakan bakat meramal selama bertahun bisa saja jadi tumpul."
"Mungkin, tapi ramalanku yang sebenarnya adalah kamu akan menikah dengan pria yang kamu cintai."
Hatiku senang mendengar itu. "Benarkah?"
"Iya."
Aku kembali menyadari Mrs. Hauston kembali melirik ibuku dan sepertinya mereka sedang berkomunikasi melalui lirikan-lirikan itu atau mungkin itu hanya perasaanku saja. Mrs. Hauston berdiri.
"Sudah waktu aku pulang. Aku tidak ingin menganggu waktu kalian."
"Baiklah, Mrs. Hauston. Selamat siang!"kata ibuku.
Wanita itu berjalan keluar.
"Aku akan mengantar Anda sampai gerbang depan."
Wanita itu mengangguk. Ibu melihat ke arahku.
"Kamu temui Ayahmu dulu mumgkin dia membutuhkan bantuanmu."
Aku pergi ke belakang menemui Ayah dan sebelum pergi aku melihat ibu dan Mrs. Hauston berjalan menuju pintu gerbang. Mereka berhenti berjalan dan aku melihat ibuku sedang bicara dengan Mrs. Hauston. Mereka terlihat seperti sedang berdebat dan ibu terlihat sangat kesal. Aku tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka. Aku melihat ibu sedang menuju pintu masuk rumah. Aku cepat-cepat pergi dan berlari ke belakang. Aku melihat ayahku sedang menggarap tanah.
"Ada yang bisa aku bantu?"
Ayah langsung menoleh. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Ibu menyuruh menemui Ayah, karena mungkin saja Ayah membutuh bantuanku."
"Oh baiklah. Bisakah kamu membawa bibit sayuran di gudang?"
"Aku akan mengambilnya."
Aku pergi ke gudang dan mengambil banyak bibit macam-macam sayuran. Seseorang masuk ke gudang. Aku terkejut melihat siapa yang datang.