Macaroon
Aku sedang membersihkan kandang ayam ketika ibuku memanggilku. Sebenarnya pinggangku encok lagi gara-gara terjatuh dari tempat tidur. Aku menghela napas dan keluar dari kandang ayam. Ibuku sudah menungguku di luar, karena ibuku tahu, jika aku sedang beres-beres di kandang ayam, siapa pun tidak diperbolehkan masuk.
"Kamu lama sekali."
"Pinggangku encok, jadi tadi aku jalannya pelan-pelan."
"Macaroon, kamu itu masih muda masa mudah sekali encok."
Aku memasang wajah cemberut.
"Salahkan saja tempat tidurnya, karena tempat tidur yang aku pakai sekarang sudah kekecilan untukku."
"Ya sudah nanti Ibu akan suruh Ayahmu untuk membuatkannya lagi untukmu."
Hatiku seketika melambung senang dan aku langsung memeluk ibuku, menciumi pipinya.
"Terima kasih, Bu."
Mungkin sebagian dari kalian ada yang merasa aneh padaku, kenapa aku begitu senang hanya karena akan mendapatkan tempat tidur baru. Itu karena sudah 9 tahun aku tidak mendapatkan tempat tidur yang baru. Setiap malam aku pasti akan terjatuh dan membuat badanku sakit-sakit dan encok. Bisa-bisa aku yang masih muda dan cantik ini seperti wanita yang sudah lanjut usia. Chris tidak akan suka padaku. Aku merindukan pria itu. Pagi ini dia tidak datang ke sini. Padahal aku sangat mengharapkan melihat wajah tampannya itu.
"Macrooon." Ibuku berteriak.
Aku mengerjap-ngerjapkan mata dan tubuhku tersentak kaget.
"Ibu, kenapa berteriak seperti itu padaku. Jantungku hampir lepas dadaku ini."
"Itu tadi karena kamu melamun terus. Ibu sudah memanggilmu berkali-kali."
Akhirnya cengiran lebar terpasang juga di wajahku dan merasa malu, karena sesaat tadi aku sedang memikirkan Chris, si Tukang s**u yang tampan itu.
"Maafkan aku!"
"Tadi kamu sedang melamunkan apa?"
Wajah Macaroon berubah drastis menjadi semerah kepiting rebus.
"Aku sedang tidak melamunkan apa-apa. Oh ya ada apa Ibu tadi memanggilku?"
"Setelah membersihkan kandang ayam, kamu pergi ambil s**u di peternakan Chris ya."
"Baiklah. Nanti aku akan ke sana."
"Jangan lama-lama! Bereskan pekerjaanmu secepatnya, karena Ibu membutuhkan s**u itu untuk membuat mentega."
"Iya."
"Sebelum pergi kamu harus ganti pakaian dulu kalau perlu mandi, karena tubuhmu bau tahi ayam."
Cuping hidungku bergerak-gerak menciumi seluruh tubuhku dan apa yang dikatakan ibuku benar.
"Aku akan mandi."
Aku tidak mungkin pergi menemui Chris dengan bau tahi Ayam. Bisa-bisa dia tidak mau dekat-dekat denganku. Ini namanya nasibnya menjadi anak dari seorang peternak ayam. Aku kembali masuk ke kandang ayam disambut oleh suara kokok ayam dan melanjutkan mengepel lantai. Setelah selesai, aku segera pergi ke kamar mandi. Di sana ada pantulan diriku di cermin dan wajahku benar-benar tidak enak dipandang. Aku menekankan telapak tangan ke permukaan kaca.
Rambutku mencuat berdiri tidak beraturan dengan banyak serpihan jerami. Wajahku kusam dan kotor. Chris tidak akan pernah menyukaiku yang seperti ini. Aku ingin seperti Elisa yang cantik. Hatiku kembali terasa perih saat melihat Chris bermesraan dengan wanita itu. Otakku berenang di tengah gelombang rasa sakit yang tidak terlupakan. Aku melangkah ke bak mandi dan berendam di sana yang sudah diisi oleh air hangat penuh dengan sabun.
Saat mandi gerakanku sangat mekanis, yaitu menggosok, membilas, dan meratakan sabun ke seluruh tubuh dan rambutku. Aku ingin bau tahi ayam yang melekat di tubuhku segera menghilang, jadi aku memutuskan untuk mandi lebih lama. Satu menit kemudian, aku mendengar suara ketukan keras di pintu dan mendengar suara teriakan ibuku.
"Macaroon, kamu sedang apa di dalam? Kenapa lama sekali mandinya?"
"Aku sedang mandi sebentar lagi aku akan keluar."
"Cepatlah! Dalam lima belas menit, kamu harus sudah siap pergi."
Aku cepat-cepat keluar dari bak dan mengeringkan tubuhku. Sekali lagi aku menciumi tubuhku dan bau tahi ayam sudah hilang. Di dalam kamar, aku berpakaian dengan sangat cepat dan menyisir rambutku secara asal-asalan. Tidak ada waktu lagi untuk mengeringkan rambut terlebih dahulu. Bisa-bisa ibuku akan mengamuk dan memarahiku. Suara nyaring derit tangga kayu terdengar ketika aku terburu-buru turun tangga.
"Aku pergi dulu."
Aku mendorong gerobak untuk membawa s**u nanti dan sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Chris. Pikiranku kembali melayang pada pujaan hatiku. Hanya dengan melihat dan mendengar suaranya saja sudah membuatku sangat senang dan menjalani hari dengan penuh semangat. Aku mempercepat langkahku ingin cepat-cepat sampai. Senyuman lebar menghiasi wajahku. Peternakan sapi perah Chris sudah terlihat. Jantungku sudah berdegup dengan kencang. Sesampainya di sana, aku melihat beberapa orang pekerja sedang memerah s**u.
Salah seorang pekerja melihat kedatanganku.
"Hai Macaroon! Mau ambil s**u ya?"
"Iya."
"Tunggu sebentar!"
Sambil menunggu, aku melihat-lihat di sekitar peternakan, tapi sosok Chris tidak ada. Padahal aku ingin sekali bertemu dengannya. Pekerja tadi datang dengan membawa dua kaleng besar yang sudah diisi penuh oleh s**u segar.
"Hati-hati saat membawanya nanti."
Aku mengangguk.
"Di mana Chris?"
"Tuan Lutherford sedang pergi ke Geneva dan akan kembali dalam beberapa hari."
"Aku pergi. Terima kasih."
Aku kecewa tidak bisa melihat Chris padahal tadi aku sudah ada niat untuk mengatakan perasaanku padanya. Gerobak terasa sangat berat setelah di isi s**u. Bulir-bulir keringat sudah bermunculan di dahiku. Seharusnya tadi aku mengajak Helina untuk membantuku mendorong gerobak. Aku tidak tahu kalau s**u yang aku ambil sangat banyak.
Di tengah perjalanan, aku melihat Elisa dan sepertinya sedang menuju peternakan sapi perah Chris. Aku terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh wanita itu. Pantas saja banyak pria yang menyukainya termasuk Chris. Andai saja aku menjadi dia pasti aku dengan mudah bisa mendapatkan Chris.
"Hai!"sapaku.
Elisa menatapku dengan dengan penuh penilaian. Wanita itu tidak henti-hentinya melihat diriku dengan pandangan tidak suka.
"Apa kamu beru saja menemui Chris?"
"Tidak. Aku hanya mengambil s**u. Chris sedang pergi ke Geneva."
Elisa terlihat kecewa juga.
"Aku permisi dulu."
Aku kembali mendorong gerobak tidak ingin berlama-lama bersama Elisa, tapi wanita itu menahan tanganku.
"Tunggu!"
Aku menolehkan kepala.
"Jangan dekati Chris lagi! Aku tahu kamu menyukainya. Dia itu milikku dan kami akan segera menikah, lagipula kamu tidak pantas untuknya.
"Aku dan Chris hanya berteman, jadi tolong lepaskan tanganku!"
Tangan Elisa terlepas dari tanganku dan aku langsung pergi. Pertemuanku degan Elisa tadi sudah merusak moodku. Seharusnya aku tidak menyapanya. Tiba di rumah, aku langsung menemui ibuku di dapur.
"Macaroon, kamu lama sekali. Dari mana saja kamu?"
"Aku tidak pergi ke mana-mana. Aku lama, karena aku kesulitan mendorong gerobak, jadi aku jalannya lamban."
"Ya sudah. Di mana susunya?"
"Masih ada di dalam gerobak."
Aku melihat sekuntum bunga mawar merah terletak di meja dapur. Aku mengambilnya dan menghirup harumnya bunga.
"Ah bunga itu untukmu?"
"Untukku?"
"Iya. Bunga itu dari Chris."
Aku hampir tidak mempercayai pendengaranku.