Macaroon
"Chris?"tanyanya terkejut.
"Iya."
"Kapan Chris memberikannya?"
"Tukang bunga yang mengantarkannya."
"Oh. Chris sedang pergi ke Geneva selama beberapa hari."
"Oh ya. Chris jarang bepergian jauh."
"Mungkin dia ada keperluan mendadak."
"Sekarang bantu Ayahmu mengambil telur-telur di kandang."
"Tapi aku tidak ingin membawa telur-tekur itu me pasar. Aku lelah, karena mendorong gerobak berisi s**u tadi."
"Kamu tidak perlu mengantarkan s**u itu, karena pembelinya akan datang langsung ke sini."
"Itu bagus."
Aku keluar dari dapur menuju kandang ayam lagi. Kehidupanku tidak pernah lepas dari yang namanya kandang ayam yang sudah menjadi bagian dari hidupku mungkin saja bisa dikatakan sebagai separuh hidupku.
Aku langsung mengambil telur-telur itu dan menaruhnya di keranjang. Ayahku sedang menata telur disebuah keranjang yang sangat besar di sisi kandang. Sebenarnya aku malas masuk lagi ke kandang ayam, karena aku tidak ingin tubuhku bau ayam dan tahi ayam lagi. Setelah keranjangku penuh, aku memberikannya pada ayah.
"Kata Ibumu, kamu menginginkan tempat tidur baru?"
"Iya. Benar. Tempat tidurku sudah terlu kecil untukku."
"Ayah akan memanggil tukang kayu untuk membuatkannya."
"Kenapa tidak Ayah saja yang membuatkannya."
"Ayah sedang sibuk mengurus peternakan ayam kita."
"Seharusnya Ayah menambah banyak pekerja agar Ayah tidak terlalu sibuk."
"Ayah bisa saja melakukan itu, tapi seperti yang kamu tahu sendiri, Ayah lebih suka mengerjakannya sendiri."
"Terserah Ayah saja. Kapan tukang kayu itu akan datang?"
"Ayah belum menghubunginya mungkin dia akan datang Minggu depan."
"Baiklah. Aku akan bertahan tidur di tempat tidurku yang kecil seminggu lagi."
Aku kembali mengambil telur-telur lagi dan mengisi keranjang sampai penuh dan aku terus melakukannya sampai telur yang ada habis. Setelah semua pekerjaanku selesai, aku keluat. Kutatap langit mendung sampai-sampai melupakan diriku. Aku suka hujan. Bau hujan membuat pikirianku tenang. Kuulurkan tanganku untuk menangkap butiran hujan dan kepalanku menangkap air yang sedingin es. Butiran-butiran hujan mulai membasahi Bumi. Aku cepat-cepat masuk ke dalam rumah dan disambut bau masakan ibuku yang membuat aku lapar seketika.
Aku menyelipkan sejumput rambut ke belakang telingaku, lalu duduk menghadap meja. Aku mengambil sepotong kue keju dan memakannya. Ibuku melihat ke arahku yang sedang memakan kue dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Seharusnya kamu membantu Ibu masak. Macaroon, kamu ini sudah menjadi wanita dewasa seharusnya kamu belajar memasak, jika kamu sudah menikah nanti, bagaimana kamu akan memberi makan suamimu? Kamu menggoreng telur saja selalu gosong."
"Ibu kan tahu, aku tidak bisa memasak."
"Itu sebabnya kamu harus belajar."
"Nanti saja aku belajarnya kalau sudah mau menikah. Sekarang aku mau pergi ke kota untuk membeli beberapa benang wol dan aku akan kembali sebelum makan siang nanti.
Aku keluar dapur dan tidak menghiraukan teriakan ibuku.
"Macarooon,"teriaknya.
Aku terus saja berjalan pura-pura tidak mendengar. Di pintu gerbang depan secara kebetulan yang aneh, aku bertemu dengan pria tua bernama Mr. Rue yang sering lewat di depan rumahku membawa gerobak jerami yang ditarik oleh seekor kuda. Biasanya pria tua itu lewat ketika matahari baru saja terbit, tapi pagi ini lewat setelah matahari muncul cukup tinggi. Gerobak itu berhenti tepat di depanku.
"Pagi, Macaroon!"sapanya.
"Pagi, Mr. Rue!"
"Kamu mau kemana?"
"Aku mau ke kota."
"Aku juga mau ke kota. Kalau kamu mau kita pergi ke sana sekarang. Kamu boleh menumpang digerobak."
"Terima kasih, Mr. Rue!"
Tanpa pikir panjang lagi aku naik ke gerobaknya. Jerami yang dibawanya tidak begitu banyak sehingga masih banyak tempat. Gerobak mulai berjalan dan aku menikmati perjalananku ke kota. Jalanan yang dilalui tidak mulus. Banyak lubang di jalan sehingga aku harus menahan guncangan.
"Tidak biasanya Anda pergi agak siang?"tanyaku padanya.
"Hari ini aku bangun kesiangan. Ini pertama kalinya aku bangun kesiangan."
"Aku beruntung bisa bertemu dengan Anda dan memberikan tumpangan untukku sehingga aku tidak perlu berjalan kaki ke kota."
Gerobak terus berjalan sampai akhirnya kami tiba di kota. Riuhnya keramaian di kota terdengar sampai ke telingaku dari jarak kurang 100 meter. Para pedagang berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Orang-orang berlalu lalang dari satu pedagang ke pedagang lainnya.
"Macaroon, kamu turun di mana?"
"Aku turun di depan toko Patty's Craft."
Gerobak berhenti depan toko Patty's Craft. Aku turun dan mengucapkan terima kasih pada Mr. Rue. Aku masih berdiri di depan toko melihat kepergian Mr. Rue sebelum masuk ke toko. Setelah pria tua itu tidak terlihat lagi ditelan oleh kerumunan orang, aku masuk ke toko yang disambut oleh bunyi bel. Di dalam toko tidak begitu banyak orang, aku langsung memilih beberapa benang wol yang diletakkan di rak-rak kayu yang berjejer di dinding. Aku mengambil lima gulung benang wol dan langsung membayarnya.
Pemilik toko muncul dari belakang sambil membawa satu keranjang penuh benang wol dan wanita itu tersenyum ramah pada Macaroon.
"Kamu beli benang wol lagi?"
"Iya, Mrs. Patty."
Benang wol yang dibeli olehku dimadukkan ke kantong kertas olehnya.
"Bagaimana kabar orang tuamu? Aku sudah lama tidak bertemu dengan mereka."
"Kabar mereka baik."
"Sampaikan salamku pada mereka."
"Aku akan menyampaikannya."
Mrs. Patty tersenyum dan senyumannya itu membuat wanita itu semakin memancarkan kecantikannya. Sejak dulu aku menyukai Mrs. Patty yang ramah dan keibuan. Setiap kali aku berada di dekatnya, aku merasa nyaman. Aku keluar toko dan bermaksud untuk berjalan pulang dan mencari tumpangan lagi, tapi tiba-tiba aku berubah pikiran. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar alun-alun kota dan ternyata di sana sangat ramai.
Tidak jauh dari tempatku berdiri banyak kerumunan orang yang sedang berdiri melihat sesuatu di depannya. Aku penasaran dan berjalan ke sana dan ternyata mereka sedang melihat pengumuman yang di tempel di dinding khusus berisi pengumuman. Aku memaksakan diri masuk ke dalam kerumuman paling depan. Aku hampir saja terjepit oleh banyak orang.
Aku akhirnya bisa membaca pengumuman itu yang berisi pemberitahuan dan sayembara untuk menemukan sang Pangeran terkutuk dari kerajaan Harsengaard yang ternyata masih hidup. Siapa saja yang bisa menemukannya akan diberi imbalan uang sebesar 2000 koin emas. Aku ternganga melihat hadiahnya. Itu baginya jumlah yang sangat fantastis dan dengan koin emas itu, aku bisa membeli apa saja barang-barang yang aku inginkan.
Orang-orang yang berada di sana sangat ramai membicarakan hal ini. Sebenarnya aku tidak tahu tentang kisah pangeran terkutuk ini, tapi setelah melihat raut wajah orang-orang di sini, sepertinya mereka sangat cemas. Saat aku berjalan, aku mendengat selentingan pembicaraan orang-orang.
"Jika pangeran terkutuk itu masih hidup, negeri kita akan hancur dan kekeringan akan melanda ke seluruh Harsengaard seperti kepemimpinan Raja terdahulu."
Aku yang mendengar itu perasaanku menjadi tidak enak.