"Mike!"
Aku menaikan nada suaraku dan mempercepat langkah kakiku kembali ke dalam kamar, mataku menatap nyalang ke semua tempat, mencari kemungkinan Mike berada di sana. Tapi kosong, kamar itu kosong, Mike tidak ada di semua ruangan.
"Mike dimana kau? Keluar sekarang, ini benar-benar tidak lucu."
Kakiku berlari ke luar rumah mencari keberadaan Mike, kulirik ke tumpukan rak sepatu, sepatu Mike masih ada disana. Tak mungkin Mike pergi tanpa memakai alas kaki bukan? Lagi pula saat aku mengantar Lean keluar rumah tadi, Mike masih di dalam, sedangkan pintu keluar rumah ini hanya satu, melewati pintu utama.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Aku berhenti melangkah dan mencoba untuk berfikir jernih, ini terasa aneh. Ia menghilang dirumahku setelah terdengar suara jeritan kecil? Aku yakin aku tak salah dengar, itu suara Mike dan jeritan itu terdengar dari arah dapur. Ini mulai terasa masuk akal, seakan menjelaskan mengapa gelas di atas meja itu tumpah begitu saja.
Aku bergegas masuk kedalam rumah, mencari ponselku bermaksud menelfon beberapa teman Mike, aku tak yakin.
Aku tak yakin jika Mike pergi kerumah temannya tanpa mengabariku, namun aku masih berusaha untuk memikirkan segala kemungkinan terbaik yang terjadi.
Belum sempat aku melangkah, langkahku terhenti ketika melihat sebuah tulisan terukir dengan rapi di dinding,
Adikmu bersamaku, temui aku, aku menunggumu.
Mataku terbelalak membaca tulisan di dinding tersebut, badanku menegang, tidak ada seorang pun yang masuk ke dalam tadi, dan tulisan itu belum ada saat aku keluar rumah untuk melihat tumpukan rak sepatu di teras depan, lalu siapa yang menulis tulisan ini?
Aku melangkah perlahan mendekati dinding dengan sebuah tulisan dasarnya. Tanganku terangkat untuk menyentuh tulisan berwarna putih di dinding, aku tak mengenal tulisan ini, dan semua ini jelas tidak masuk akal. Seseorang masuk ke dalam rumahku tanpa aku sadari.
"Argh--s**l!"
Aku menjerit kecil saat jariku menyentuh tulisan di dasar dinding tersebut. kulitku terasa panas dan melepuh. Aku mengibaskan tanganku berkali kali, dahiku mengkerut, aku menyentuhnya dengan ujung jari tanganku, namun tanganku melepuh hinga sampai ke permukaan telapak tanganku. Sakit, rasanya benar- benar perih.
"Oh tuhan, apa ini?"
Aku mengibaskan tanganku, mulai menangis saat merasakan rasa panas yang menyebar ke sekujur tubuhku, aku merasa tubuhku mulai lemas beriringan dengan badanku yang mulai gemetar.
"Rose, ada apa denganmu?"
Aku memutar tubuhku saat mendengar suara seorang lelaki dari belakang tubuhku, belum sempat aku melihatnya, aku sudah terjatuh tak kuat menahan tubuhku untuk berdiri, lututku benar benar terasa lemas dan aku tak bisa untuk bangkit dari tempatku sekarang.
"To---tolong," ujarku merasakan suaraku yang tercekat, aku kesulitan untuk berteriak. Satu satunya hal yang dapat kudengar hanya suara langkah kaki yang berlari kecil menghampiriku.
Aku tak tahu ia siapa, pandanganku kabur. Dan perlahan, semua gelap.
~¤~
"Kau sadar Rose"
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, menyesuaikan pandangan mataku yang sempat memburam. mataku berpapasan dengan seorang wanita dengan mata biru lautnya yang menenangkan. Ia tersenyum, dengan senyum yang dapat membuat setiap orang merasakan nyaman dan sangat tenang.
"Waren?"
Aku mencoba bangkit dari ranjang tempatku berbaring, namun kembali terjatuh terbanting, tulangku terasa ngilu, kepalaku masih pusing dan pandanganku kadang masih berputar.
Aku lirik jari jemariku, menatap dedaunan berwarna hitam yang kini membalut rapat di hingga menutupi pergelangan tanganku.
"Jangan banyak bergerak. Racun itu menjalar di seluruh tubuhmu dan kau masih sangat lemah, berbaringlah"
Waren mengusap puncak kepalaku dengan lembut, mencoba untuk menenangkan diriku sekarang.
"Apa yang terjadi?" ujarku mencoba untuk menemukan suaraku. s**l, suaraku benar-benar serak.
"Setelah ini kita akan berbicara, namun untuk saat ini kau harus memulihkan keadanmu terlebih dahulu, mengerti?"
Aku memandang Waren tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku tak tahu apa yang terjadi sebelumnya, mengapa aku bisa berada ditempat ini, dan mengapa seluruh tubuhku terasa sakit dan ngilu.
Aku memejamkan mataku, mencoba menenangkan tubuhku yang masih jauh dari kata nyaman saat ini. Fikiranku melayang, mengingat apa yang terjadi waktu itu.
Lean yang berkunjung ke rumahku, teh hangat yang nikmat, tulisan di dinding, juga--
"MIKE!"
Aku mencoba bangun setelah aku mengingat apa yang terjadi sebelumnya, namun lagi-lagi aku kembali terjatuh, badanku terasa sakit, tulang tulangku terasa kembali ngilu, dan aku tak bisa bangkit dari tempatku saat ini.
"Adikku, apa adikku baik-baik saja?"
Aku ingat, aku mencari Mike saat itu. Dan aku tak tahu kondisinya saat ini, yang dapat kupastikan saat itu adalah seseorang menculik Mike. Seseorang membawa Mike pergi dari rumahku. Dan aku tak tahu bagaimana keadaannya saat ini.
"Tenangkan dirimu, kau tak bisa memaksakan dirimu Rose"
"Dimana Mike?" ujarku mengabaikan perkataan yang Waren ucapkan. Aku mulai merasakan mataku terasa panas, aku yakin. Aku yakin Mike tidak berada disini, ia tidak baik-baik saja sekarang.
"Kita akan membicarakannya setelah ini, kendalikan dirimu, kau harus memperhatikan dirimu terlebih dahulu"
"Waren, ia adikku--"
"Rose, pulihkan dirimu terlebih dahulu"
Mataku menatap sendu kearah Waren yang kini merangkulku dan mengusap punggung badanku dengan kasih sayang, mencoba menenangkan diriku namun sia sia, aku masih menangis, badanku sedikit meronta ronta dan isakanku semakin menjadi. Kenyataan bahwa ia tak mengatakan kabar apapun tentang Mike semakin membuatku gelisah. Jelas Mike belum ditemukan.
"Dia sudah sadar?"
Pandanganku teralih, memandang
Lean yang kini muncul dari ambang pintu dengan sebuah gelas ditangannya. Lelaki itu masih sama, raut wajahnya datar tanpa emosi.
"Dimana Ares, Lean?"
Waren bertanya tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Lean. Lean mengangkat kedua bahunya, memberi isyarat bahwa ia tidak tahu dimana Ares sekarang.
"Aku berpisah dengannya.
dan Rose, aku membuatkan obat untukmu. Racun di tubuhmu belum hilang sepenuhnya. Minum ini"
Aku menatap gelas yang ia sodorkan, aku diam, belum berniat meraihnya,
"Aku ingin Mike, bisa kalian katakan padaku apa yang terjadi?
"Berhenti bersikap keras kepala. Minum ini terlebih dahulu, setelahnya kita bicarakan perihal adikmu," ujar Lean.
"Aku tidak mau minum," balasku datar.
"Kalau begitu kau ingin mati tanpa dapat bertemu dengan adikmu. Itu yang kau inginkan?"
Lean menatapku dengan tajam. Aku diam, tak tahu apa yang harus kukatakan.
"Kau keracunan, kau tidur hampir 3 hari, daun yang kutempelkan di tanganmu berguna untuk menyerap racun yang tercampur di darahmu, sedangkan ramuan yang kubuat sekarang ini, untuk menarik keluar racun yang masih melekat di tulangmu, mengerti?"
"Daun hitam ini?" Biskku dengan menatap pergelangan tanganku yang masih terlilit daun hitam, aku pingsan 3 hari? Yang benar saja?
"Daun itu warnanya putih, namun menjadi hitam karena racun yang ia serap dari jarimu"
Aku mengedipkan mataku beberapa kali, mencoba memahami ucapan Lean, pikiranku kembali mengingat kejadian malam itu, aku merasa panas di sekujur tubuhku saat menyentuh tulisan di dinding rumahku.
Sebegitu parahkah racun di tulisan itu?
"Sangat parah. Bahkan tulang tulangmu akan melunak apabila kau terus berfikir dan tak mulai meminum ramuan yang ku buat"
Aku bergidik ngeri mendengar perkataan Lean, kemudian meraih minuman yang ia genggam dengan cepat.
Aku tak tahu minuman apa ini Rasanya seperti s**u, tapi lebih hambar.
"Good girl,"
Kuletakkan gelas yang telah kuminum di sampingku, Waren masih setia menungguku, tangannya tak henti hentinya mengusap punggungku.
"Kau harus kembali istirahat sekarang Rose" Waren kini kembali membuka suara, menarik selimut untuk menutupi tubuhku. Aku tak bisa menolak, lebih tepatnya aku masih lemas, aku tak bisa bergerak.
"Bagaimana dengan adikku waren?"
Ia diam, tak menjawab pertanyaanku sama sekali.
"Istirahat, itu yang perlu kau lakukan sekarang"
Aku menatapnya tanpa membalas perkataanya. Akutak mengerti, yang kurasakan saat ini adalah rasa kantuk yang sangat kuat, aku mengantuk dan merasa mataku benar-benar berat. Apa ini dampak dari ramuan yang dibuat Lean? Atau apa?
"Selamat tidur Rose"
~¤~
"Sudah kubilang, kita tidak bisa melibatkannya dalam masalah ini, mengapa kau belum mengerti?"
Aku terbangun saat mendengar teriakan seorang lelaki dari luar rumah, mataku mengerjap beberapa kali, sinar matahari berhasil membuatku menyipitkan pandanganku, menatap pada gelas ramuan di sampingku juga pergelangan tanganku yang masih terbalut sebuah daun.
Semua benar benar terjadi. Aku benar benar keracunan.
Kakiku beranjak bangkit dari tempat tidur, mencoba berdiri dengan kedua kakiku sambil menopang pada sandaran ranjang.
Luar biasa.
Aku sudah kuat berdiri sekarang, tak ada rasa ngilu dan sakit di sekujur tubuhku seperti apa yang kurasakan sebelumnya. Sepertinya ramuan aneh dari Lean bekerja dengan baik, rasa sakitku hilang begitu saja.
"Dia sudah terlibat Lean, dengan atau tanpa keinginanmu ia sudah terlibat semakin jauh. Kau harus paham itu!"
Alisku bertautan saat aku mendengar suara Waren yang berteriak dari luar rumah. Kakiku mulai berjalan menghampiri sumber suara tersebut, aku berdiri di balik pintu, aku tidak menunjukkan diriku, aku hanya ingin mengetahui apa yang mereka bicarakan.
Lean, Waren, dan Ares sedang berdebat sekarang, raut wajah mereka semua tegang, terutama Lean--tampak sangat kesal sekarang, aku mengalihkan pandanganku pada Ares dan Waren, untuk pertama kalinya, aku melihat raut wajah mereka yang sangat serius.
Apa yang mereka bicarakan?
"Waren benar Lean, dia sudah
terlibat terlalu jauh dengan, dan kini--tak ada jalan kembali, ia bagian dari perjalanan kita" Ares berucap tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Lean.
Apa sosok yang mereka bicarakan adalah diriku? Atau apa?
Lean mengusap wajahnya beriringan dengan helaan nafasnya yang berat. Ia diam untuk beberapa saat, kemudian memejamkan matanya perlahan. Aku tak tahu apa yang ia fikirkan, namun semuanya terjawab saat ia menjatuhkan pandangannya ke tempatku bersembunyi. s**l aku ketahuan lagi.
"Rose? Keluarlah, aku tahu kau berada disana"
Perlahan aku melangkahkan kakiku keluar, menatap ketiga Calux di hadapanku yang menjatuhkan pandangannya padaku saat ini.
"A-aaku terbangun saat mendengar suara kalian," ujarku memberi penjelasan.
"Rose, ada yang harus kami bicarakan denganmu" Waren membuka suaranya saat aku berjalan mendekat, suasana di sini cukup tegang, dan atmosfer ini berhasil membuatku canggung dan tak nyaman.
"Adikmu Mike--"
"Katakan ada apa dengan Mike?"
Tanyaku menautkan alisku sambil berjalan menghampiri Waren, sungguh aku tak suka menunggu terlalu lama, hal itu membuatku semakin cemas dan tidak tenang.
"Adikmu diculik Alexa" Lean berucap memotong perkataan yang akan Waren ucapkan.
Aku menatap Lean tanpa berkedip, mencoba memperjelas pendengaranku saat ini.
"A-adikku?"
"Alexa menculiknya saat ini, ia juga yang menaruh racun yang berhasil melukaimu"
"Bagaimana bisa?" Aku mendekati Lean perlahan, mataku menuntut penjelasan, membuat Lean menghela nafas dengan berat.
"Alexa menculiknya, ia tak melukai adikmu, tapi ia menahannya"
Kakiku melangkah mundur perlahan, badanku bergetar, aku mencoba menahan air mataku tapi tak bisa, air mata itu malah mengalir deras dari pelupuk mataku. Aku bahkan baru teringat tentang Mike sejak aku terbangun tadi. Dan kini aku mendengar kabar buruk tentangnya.
"Mengapa ia melakukannya pada adikku? Apa kesalahan yang pernah kulakukan padanya?"
Waren menghampiriku, mencoba memberikan pelukan untuk menenangkanku, tapi aku mengelaknya, badanku meronta hebat, aku mendorong Waren, melepas pelukan yang ia berikan padaku.
"Rose!"
Aku mengabaikan panggilan Waren dan berlari menjauh dari mereka semua. Semua ini benar benar mengejutkan. Mengapa Alexa menculik adikku? Apa yang ia lakukan pada adikku? Sejauh yang aku tahu, aku tak pernah memilikki masalah dengannya. Aku bahkan hanya mengetahui namanya dari Calux yang kukenal saat ini. Namun mengapa ia melakukan hal jahat padaku?
Aku berlari tanpa tahu arah, aku benar-benar kacau. Aku hanya ingin menjauh dari semua Calux yang kukenal. Seharusnya aku tak pernah mengenal mereka, seharusnya aku tak berteman dan terlibat dalam kehidupan mereka. Dan sekarang aku telah gagal menjaga Mike. Satu satunya keluarga yang kumiliki. Aku tak bisa berfikir jernih,
Apa yang harus kulakukan?
Apa yang akan terjadi pada Mike?
Bagaimana aku bisa melawan Alexa?
"Berhenti Rose!!"
Aku berhenti saat mendengar kepakan sayap dari belakang tubuhku, Aku berbalik. Aku tahu ia siapa.
Ares.
Lelaki ini berjalan menghampiriku dengan tatapan sendu, seakan sangat khawatir dengan keadaanku kali ini.
"Apa yang kau mau?" ujarku lebih terdengar seperti orang frustasi,
"Aku harus mencari Mike, dia adikku"
Aku menghapus air mataku, entah bagaimana penampilanku saat ini, rambut coklat yang acak acakkan, mata yang sembab, wajah lengket, di tambah badanku yang terus bergetar karena menahan dingin. Keadaanku saat ini benar benar menyedihkan.
"Aku tau, kita akan mencarinya. tapi tidak sekarang. kau terlihat tidak baik"
"Tapi ia adikku" Aku menangis dengan menundukkan pandanganku. Aku ingin menemukan Mike, tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
"Aku mengerti, kita akan menemukan adikmu"
Tubuhku tertarik saat Ares merangkulku dengan sayap perak besarnya, Sayap itu melingkupi tubuhku, memelukku dengan sangat hangat dan lembut. Aku menangis, menumpahkan semua air mata yang tak bisa kubendung. Aku harus menemukan adikku. Aku harus menemukan Mike.
"Sampai kapan kalian akan berdiri di sana?" Aku menjauhkan tubuhku dari Ares saat aku mendengar suara Lean yang berjalan menghampiri kamu "Rose, aku buatkan mantel daun untukmu, pakailah. Sayap Ares akan sakit bila terlalu lama memelukmu seperti itu"
Ares menatap Lean dan menggeleng kecil. Aku tak terlalu memperhatikan, aku sibuk megusap air mata yang mengalir di pipiku.
"Kau tak perlu khawatir Lean. Sayapku biasa kugunakan untuk terbang, sayapku tak akan sakit hanya untuk memeluk seorang manusia seperti ini, kau terlalu perhatian padaku, atau kau ingin menggantikanku memeluknya?"
Aku memilih untuk tidak peduli dengan apa yang Ares katakan. Namun entah mengapa, aku dapat meraskan pipiku yang memanas hanya mendengar penuturan Ares. Apa apaan ini?
"Kau konyol Ares, aku pergi"
Lean memutar kedua bola matanya kesal, ia tak berucap banyak, lelaki itu berbalik dan pergi meninggalkan kami tanpa menoleh sekalipun.
"Dia cemburu "
Ares bergumam kecil, aku tak mengucapkan apapun, hanya memandang punggung Lean yang berjalan menjauh.
》》》》To be continue《《《《《