"Yeah." Dav menggeram tertahan. "So, kiss me then (Ayo, cium aku)."
Shween menggeleng. Menggigit bibir menggoda. "Nah nah (Tidak tidak)."
Namun perempuan itu berjingkat, memeluk leher Dav kemudian menyatukan bibir mereka. Shween memainkan bibir pemuda itu dengan irama.yang cukup cepat. Tak membiarkan Shween mendominasi, Dav memutar tubuh mereka dengan bibir masih saling memagut. Sekarang Shween yang bersandar di badan mobil. Sepasang tangan Dav mulai bergerilya di tubuh indah itu. Meremas b****g Shween kuat, menggendong wanita itu di depan, mendudukkannya pada kap mobil sambil terus menciumi.
Desahan Shween lolos begitu saja. Tangan kiri Dav mengusap pahanya. Mini skirt yang dikenakannya memudahkan tangan itu menjelajahi bagian bawahnya. Membuatnya terasa disengat listrik statis tak kasat mata. Shween menarik tengkuk Dav, memperdalam ciuman mereka.
"You are so wet right down here, baby Kau sangat basah di bawah sini, Sayang)." Dav tersenyum miring, sementara tangannya terus bekerja, mengusap dan meremas setiap bagian tubuh Shween.
Shween menggigit bibir menahan desahan. "Do it (lakukan), Bunny!" pintanya susah payah lirih di depan bibir Dav.
Alis hitam Dav terangkat sebelah. Bukan tak mengerti, dia malah sangat paham apa yang diinginkan perempuannya. Namun melakukannya di tempat umum dan di depan orang banyak? Sungguh Dav tak yakin.
"Please..." Shween membuka kakinya makin lebar. Mempersilakan Dav untuk semakin bermain. "Please ... your finger in me ... I need it .... (Kumohon ... jarimu ... aku membutuhkannya ...)" rengek Shween putus-putus, berusaha meredam perasaannya yang sudah hampir meledak.
Dav masih diam, berpikir. Waktunya tinggal sedikit, sebentar lagi balapan akan dimulai, tidak akan sempat. Mereka tidak akan mendapatkan keinginan mereka, dan kemungkinan Ron dapat mengalahkannya semakin besar, karena dia tidak akan bisa berkonsentrasi penuh kalau tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
"Bunny, please ... do it! (Bunny, kumohon ... lakukan!)"
Dav menggeleng. Mengeluarkan tangannya dari dalam rok Shween. "Not now (Tidak sekarang). Aku balapan dulu, lanjut di apartemenku habis ini."
Wajah cantik itu menekuk kecewa. Sungguh, ini sangat menyebalkan. Dav menggantungnya, mempermainkannya. Shween menggeram marah.
"Sekarang atau aku cari cowok lain buat nuntasin!" ancam Shween dengan wajah serius. Dia tahu Dav pasti akan marah, tapi siapa yang peduli. Dav sudah memulai, seharusnya dia juga bisa mengakhiri.
Tatapan Dav menggelap. Membayangkan perempuannya disentuh laki-laki lain membuat emosinya naik seketika.
"Don't you dare! (Jangan berani-berani!)" balas Dav tajam.
Cepat Dav menarik tengkuk Shween. Dengan kasar dan menuntut kembali melumat bibir yang sudah membengkak itu. Jari-jarinya dengan cepat membuka kancing blouse perempuan yang membalas ciumannya penuh nafsu. Dav sadar mereka berada di tengah orang banyak dan mungkin, orang-orang itu sedang menyaksikan apa yang mereka lakukan sekarang. Namun amarah sudah menguasainya, membuatnya tidak memedulikan di mana mereka berada. Toh orang-orang itu tak dapat melihat tubuh Shween. Tubuh indah itu tertutup oleh tubuh besarnya. Orang-orang hanya tahu yang mereka lakukan. Seperti kedua sahabat Shween yang sejak tadi menatap mereka dengan tatapan tak percaya. Lagipula, mereka bukan satu-satunya pasangan yang b******u di sini. Masih banyak pasangan lain yang melakukan lebih dari yang mereka perbuat di tempat terbuka ini.
"Bunny!" Shween menggeliat. Desahan tertahan keluar dari mulutnya yang tersumpal mulut Dav.
"What the hell are you doing? (Apa yang sedang kalian lakukan?)"
Pertanyaan dengan nada marah itu tak membuat Dav menghentikan aksinya. Tangan dan bibirnya masih terus bergerilya di tubuh mulus Shween. Baru setelah Dav merasakan cengkeraman kuat seseorang di bahunya, pemuda itu menghentikan penjelajahannya. Dav berbalik cepat. Memukul rahang orang yang sudah berani mengganggu kegiatannya. Membetulkan kerah jaketnya, Dav menatap nyalang Ron yang tersungkur karena pukulan kerasnya.
Ron menatap Dav tak kalah marah. Pemuda itu meludahkan darah dari mulutnya kasar. Bangkit, Ron berniat membalas pukulan Dav. Dia tidak terima dengan apa yang dilihatnya tadi. Shween adalah incarannya, dan si sialan Dav sudah berani menyentuh perempuan incarannya bahkan sebelum mereka bertanding. Ron yakin dia pasti dapat memenangkan balapan kali ini, mobilnya kekuatan terbaru. Lagipula, demi untuk mendapatkan Shween dia pasti akan berusaha dan melakukan apa saja untuk memenangkan balapan. Fvck, Dav!
Dav sudah siap mengantisipasi serangan balasan dari Ron. Dia akan memastikan menghajar pemuda berdarah India itu. Bukan hanya karena Ron sudah sangat kurang ajar, melainkan karena dia memang ingin melakukannya sejak dulu. Seperti kata Bian, harus ada yang membungkam kesombongan Ron dan membuktikan kalau Ron itu pengecut. Dia hanya berani di mulut saja, juga saat dia bersama teman-temannya. Namun bila sendiri, Ron tidak berani melakukan apa-apa.
Shween merapikan pakaiannya dengan cepat. Dia ragu kalau Dav bisa berkelahi dan melawan Ron. Setahunya, Dav adalah pemuda yang manja bukan tukang berkelahi. Shween yang sudah rapi segera menarik Dav menjauh, dia tidak ingin Dav babak-belur di tangan Ron yang sejak sekolah dulu terkenal sebagai tukang berkelahi. Ron juga selalu membanggakan kekayaan orang tuanya. Selaku mendapatkan apa yang diinginkan membuat Ron semakin congkak. Ron menganggap semua yang ada di sekitarnya adalah barang. Karena itu Ron tidak merasa bersalah sudah menjadikannya barang taruhan.
"Come on, Bunny! Nggak usah ngeladenin dia. Nggak guna!" Shween mendelik ke arah Ron dengan ekor matanya. Napas perempuan itu memburu, marah dan gairah yang memuncak menjadi satu. "Lagian, kamu kan mau balapan sama dia bukan mau berantem kan?"
Dav mendengus kesal. Tatapan tajamnya kembali menghunus Ron yang disabarkan teman-teman pemuda itu.
"Hei, Ron! Who do you think you are? (Hei, Ron! Kau pikir siapa dirimu?)" tanya Shween pada Ron dengan berteriak. "I'm not a thing, and you can't make me a bet. Just go to the hell you! (Aku bukan barang, dan kau tidak bisa menjadikanku sebagai benda taruhan. Pergi saja kau, Sialan!)"
Dav menatap Shween tidak percaya. Betapa bar-bar dan kasar mulutnya. Shween bahkan memaki dengan kata-kata yang menurutnya sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang perempuan.
"Shreen!"
Shween menoleh gusar. Dia sangat marah saat melihat Ron mengingat pemuda itu dengan tidak tahu malu mempertaruhkannya, seolah mereka dekat dan saling mengenal saja. Dia belum selesai menumpahkan kemarahan Dav sudah menegurnya. Padahal masih banyak umpatan-umpatan yang belum diberikannya pada Ron. Shween tahu kalau Dav sangat tidak suka mendengarnya mengumpat, tetapi dia sudah tidak tahan lagi. Ron perlu diberi pelajaran agar tidak semena-mena. Bahkan kalau perlu dibunuhnya pemuda congkak itu.
"Watch your mouth, baby! (Jaga mulutmu, Sayang!)" Dav menarik tengkuk Shween, berbicara tepat di depan bibir perempuan itu. "Lupa apa yang dulu aku bilang sama kamu, eh?" tanyanya tajam. "Jangan mengumpat!"
Shween memutar bola mata. Dia tidak lupa itu, Dav tidak pernah suka dan selalu melarangnya untuk mengumpat. Pemuda itu akan marah setiap dia melakukannya. Seperti sekarang, wajah tampan Dav terlihat memerah. Namun, kali ini sepertinya Dav tidak hanya marah padanya, pada pemuda keturunan India di depan sana yang menatap mereka dengan tatapan membunuh juga. Maksudnya, menatap Dav dengan tatapan membunuh. Ron tidak pernah menatapnya seperti itu, apa pun yang dia lakukan dan katakan. Meskipun dia memaki Ron, pemuda itu tetap menatapnya dengan tatapan memuja dan penuh nafsu. Tanpa sadar Shween menggeliat jijik.
"I'm sorry, Bunny (Maaf, Bunny)." Shween semakin mendekat, sekarang tubuh mereka kembali menempel. Sengaja. Dia ingin memanas-manasi Ron. Shween tersenyum puas dalam hati mendengar Ron memaki. "I missed out. Are you going to punish me for doing it? (Aku keceplosan. Apakah kau akan menghukumku karena sudah melakukannya?)"
Dav menggeram tertahan. Shween bukan hanya memanas-manasi Ron, tetapi juga menggodanya. Entah Shween sengaja atau tidak, saat berbicara tadi bibir mereka antara tersentuh dan tidak. d**a mereka juga menempel, membuatnya dapat merasakan benda kenyal itu menekannya. Dav kembali merasa pusing, pelipisnya berdenyut. Sialan! maki Dav kesal dalam hati. Shween ternyata seorang penggoda yang sangat ulung, apa yang dilakukannya lagi-lagi membuat si kecil terbangun.
Senyum manis terukir di bibir sexy itu. Shween mengangkat sebelah alis merasakan sesuatu mendesak perutnya. Tangannya bergerak turun, berniat menyentuh sesuatu itu. Sebelum Geraman Dav menghentikannya.
"Don't you try! (Jangan coba-coba!)"
Shween tertawa kecil, berjingkat dan mengecup bibir Dav sekali. "Okey, nah! (Baiklah, tidak!)" Shween mengangkat kedua tangan setinggi kepalanya.
"Fvck you, Dav!"
Makian Ron membust Dav memutar kepala dengan cepat. Hampir saja Dav mendatangi Ron seandainya Shween tidak menahannya. Perempuan itu memeluknya cepat dan erat, membuatnya terpaksa mengurungkan niat. Dilihat dari mana pun dia akan menang, kecuali teman-teman Ron ikut campur dan mengeroyoknya. Dia hampir tidak memiliki teman, hanya Bian. Sehingga tidak ada yang berusaha menahannya kecuali Shween. Kedua teman Shween juga tidak berani mendekat. Mereka hanya menyaksikan dari jarak kira-kira tiga meter, tidak berani untuk lebih dekat lagi. Jadi dia bebas, tidak ada yang menghalangi. Kalau satu lawan satu dapat dipastikan dia lah pemenangnya. Kalau Ron main keroyokan, entahlah. Namun sepertinya dia masih akan dapat mengatasi teman-teman Ron.
Shween berdecak melihatnya. Ternyata Dav memang gampang marah. Dikiranya hanya di media sosial saja Dav seperti itu. Tak tahunya di kehidupan nyata juga. Shween mengembuskan napas, menarik Dav ke arah mobil yang mereka duduki tadi, membuka pintu mobil bagian depan. Dia yakin mobil ini milik Dav. Shween mendorong tubuh besar Dav untuk memasuki mobil, yang tentu saja ditolak pemuda itu.
"Mancung, kamu apa-apanya sih?" protes Dav kesal. Sudah tadi melarangnya untuk menghajar Ron, sekarang Shween malah memaksanya untuk masuk ke dalam mobil. Seolah dia ingin melarikan diri saja. Padahal tak pernah terlintas sedikit pun pikiran itu di kepalanya, dia bukan seorang pengecut. "Aku bukan pengecut ya! Aku nggak takut sama mereka!"
Sekali lagi Shween berdecak kesal. "No one said you were a coward. I just want you to be ready (Tidak ada seorang pun yang mengatakan kau seorang pengecut. Aku hanya ingin kau bersiap), kamu mau balapan kan?"
"Damn!" Dav memaki kesal tanpa suara. Tangannya memukul atap mobil sebagai pelampiasan. "Kok aku bisa lupa ya?"
Shween memutar bola mata jengah. "Ya, udah, cepat masuk!" belalaknya.
Kali ini Dav menurut, memasuki mobil setelah mengecup dan menggigit bibir bawah Shween sekilas.
Shween terengah. "I'm coming with you, Bunny! (Aku ikut denganmu, Bunny!)" ucapnya susah payah setelah memasukkan tubuh besar Dav secara paksa. Dav kembali membakarnya. Shween memutari separuh bagian mobil cepat dengan tatapan mengejek pada Ron, mengacungkan jari tengahnya pada pemuda itu yang menatapnya penuh amarah sebelum memasuki mobil.
Dav berdecak kesal. Masih dilihatnya Ron yang kembali meludah ke tanah. Mengejeknya mungkin. Seandainya tidak ada Shreen yang menahannya, dapat dipastikan Ron akan bermalam di rumah sakit malam ini. Shreen melarangnya untuk berkelahi, entah kenapa. Padahal dia sudah ingin menghajar Ron sejak mereka bertemu ketika dia baru tiba di tempat ini tadi.
"We need to talk after this! (Kita perlu bicara setelah ini!)" ucap Dav penuh penekanan. Shween harus menjelaskan semuanya, termasuk kelakuannya yang bar-bar. Namun setelah memenangkan little Dav terlebih dahulu.
"Sure! (Tentu saja!)" balas Shween tersengal. Kali ini bukan karena marah, tapi karena gairah yang kembali bangkit melihat Dav di balik setir. Shween meneguk ludah kasar sebelum meneruskan. "But you have to win this race first, or I'll end up in Ron's bed! (Tapi kau harus memenangkan balapan ini terlebih dahulu, atau aku akan berakhir di atas ranjang Ron!)" Shween menggeram marah mengingat pemuda itu menjadikannya taruhan.
Sebenarnya Shween juga sangat ingin mencakar wajah sok tampan Ron. Bukan sok tampan tetapi Ron memang tampan, sayangnya dia b***t. Shween terpaksa meralat perkataan di dalam hatinya. Dia sangat ingin mencakar wajah Ron, tapi kemudian dia berpikir. Dengan melakukan itu dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri. Ron sangat pandai memutarbalikkan fakta. Salah-salah orang-orang akan mengira dia adalah salah satu mantan kekasih Ron yang tidak terima diputuskan. Lagi-lagi Shween bergidik.
Dav mengepal. Wajah tampannya memerah. "Aku bakalan bunuh dia kalo dia berani nyentuh kamu!"
Sekali lagi Dav menatap Ron. Rahangnya mengeras mengingat apa yang telah diucapkan pemuda itu tadi di awal perjumpaan mereka. Ron bukan hanya menjadikan mobilnya sebagai taruhan, tetapi juga seorang perempuan yang tidak dikenalnya. Yang ternyata adalah perempuan yang selama ini dicarinya.
"s**t!"
Dav memukul setir keras, membuat Shween berjengit kaget.
"Let me kill him now! (Biarkan aku membunuhnya sekarang!)"
Rahang itu bergemeletuk. Shween mengusap lengan Dav, membingkai wajah tampan itu kemudian mengecup bibirnya menenangkan. Meskipun dadanya juga sedang bergemuruh. Well, bukan hanya Dav yang marah, dia juga.
"You can kill him by defeating him in the race later, Bunny! (Kau bisa membunuhnya dengan mengalahkannya pada balapan nanti!)" Shween menyatukan alis mereka, mendusalkan hidungnya pada hidung Dav. "A very respectable way of killing, right? (Cara membunuh yang sangat terhormat, bukan?"
Pemuda tampan itu tersenyum miring. Merauo bibir yang menjadi candunya beberapa saat.
"As you wish, my swan princess! (Seperti yang kau inginkan, Pytri Angsa-ku!)"