Bab 7

2040 Words
Beberapa menit sebelum balapan dimulai, Shween kembali dibuat kesal oleh seorang perempuan berpakaian minim. Perempuan itu dengan tidak tahu malunya mengusap lengan Dav yang diletakkan di jendela mobil yang memang sengaja dibuka. Tak hanya itu saja, perempuan yang hanya mengenakan atasan bikini dan hotpants ketat menjulurkan kepalanya ke dalam mobil dan mencium bibir Dav. Bukan hanya sekedar mencium, melainkan melumat. Shween berteriak kesal. Dia tidak rela bibir miliknya disentuh perempuan lain. Dav juga kesal. Dia paling tidak suka pada perempuan yang main serobot saja. Dengan cepat Dav memalingkan muka dan menarik rambut perempuan itu agar menjauh dari wajahnya. "B*tch!" maki Dav kasar. Perempuan itu hanya tersenyum dan menjilat bibirnya. Sebelum Shween sempat menjambak rambut yang dicat berwarna pirang itu, perempuan itu sudah lebih dulu mengeluarkan kepalanya. Tatapan dingin dan membunuh Dav membuatnya merinding. "Mancung, itu tadi...." Dav yang berniat menjelaskan langsung terhenti. Shween menarik tengkuknya dan menyatukan bibir mereka cepat. Dengan cepat dan tergesa pula melumat dan mengulum bibirnya. Dav hanya diam, tidak berniat untuk membalas meski dia harus berusaha setengah mati untuk itu. Dia tahu perempuannya pasti kesal. Sepertinya marah juga, Shween menggigit bibirnya sedikit keras. Dav meringis, dan itu membuat Shween melepaskan bibirnya. "I'm sorry (maaf)," bisik Dav di depan bibir Shween. "I didn't mean it, I... (Aku tidak bermaksud melakukannya, aku...)." "I know it! You wouldn't dare do that in front of or behind me (Aku tahu itu! Kau tidak akan berani melakukannya di depan ataupun di belakangku)," ucap Shween dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi. Itu adalah salah satu kelebihannya, kepercayaan diri yang tidak pernah terkikis dalam keadaan apa pun. Dav menaikkan sebelah alisnya membalas tatapan Shween yang menggoda. Dia sudah sedikit mengenal Shreen saat mereka dekat di dunia maya dulu. Shreen sangat percaya diri, bahkan saat Dav menduakan dan memutuskannya. Shreen masih dapat tersenyum dengan manisnya, juga tertawa dan bersenang-senang bersama teman-temannya. Entah itu benar atau tidak karena Shreen memposting video, dan orang-orang yang ada di video itu adalah orang-orang yang diragukan kebenarannya oleh Dav mengingat Shreen yang memalsukan dirinya di dunia maya. "Percaya diri banget," ucap Dav datar. Gemas, dicubitnya hidung mancung Shween. "I thought you already knew about it (Kukira kau sudah tahu tentang itu)," jawab Shween memainkan mata. "About you coming back to me too, I'm so sure with it (Tentang kau yang akan kembali kepadaku juga, aku sangat yakin)." Dav hanya menatap Shween datar. "Up to you lah! (Terserah kau sajalah!)" Shween tersenyum madu. Tidak ada yang bisa menolak pesonanya, termasuk Dav. Dia yakin itu. Shween membingkai pipi Dav, melabuhkan bibirnya di atas bibir pemuda itu. Beberapa saat bibirnya kembali bergerilya, melumat dan memagut bibir itu rakus, sebelum seruan seseorang di depan sana menghentikan aksinya. Shween menggeram kesal, menggigit bibir bawah Dav sekali lagi sebelum melepaskan tautan bibir mereka. Shween mendelik kesal, menatap orang yang telah mengganggu kegiatannya dengan tatapan membunuh. Seorang pria setengah tua yang masih terlihat gagah berdiri di depan sana, sepertinya itu garis start. Pria itu memegang bendera berwarna putih. Shween mengernyit heran melihat bendera itu, tapi tak lebih heran saat melihat otot-otot lengan itu yang terlihat menonjol. Dav berdehem menyadari fokus Shween. Kesal tiba-tiba menyeruak di hatinya, Shween yang tadi begitu bernafsu menciuminya sekarang menatap laki-laki lain dengan tatapan memuja. Dav menatap perempuan itu dingin melalui kaca spion. Shween terkikik melihat tatapan Dav. Perempuan itu menggigit bibir menggoda. Dia tahu Dav cemburu, padahal dia hanya mengagumi otot-otot di lengan pria di depan sana yang terlihat begitu menggiurkan untuk disentuh. Shween mendekatkan tubuh pada lengan Dav. Menggesekkan dadanya yang berisi di lengan lengan kokoh itu. "Bunny, I'm already wet (Bunny, aku sudah basah)," bisik Shween sensual di telinga Dav. "What should I do? (Apa yang harus aku lakukan?)" Shween sengaja menggigit bibir untuk menambah godaannya. Dav menggeram kesal dan tertahan. Tangannya mencengkeram tangan Shween yang mengelus bagian bawahnya. Dav menjauhkan tangan itu kasar. Menatap Shween dengan tatapan membunuh di antara gairah yang berkobar. "What are you trying to do? (Apa yang coba kau lakukan?)" tanya Dav dengan nada mengancam. "Nothing (Tidak ada)," jawab Shween dengan wajah berlagak polos. Mata indahnya mengerjap beberapa kali. "Damn!" Shween terkikik mendengar makian itu. Mata indahnya melirik bagian bawah Dav yang menggembung. Shween tersenyum puas melihat itu. Sudah dia bilang bukan, tidak ada yang bisa menolak pesona dan godaannya. "You are mine, Polar Prince! (Kamu milikku, Pangeran Kutub!)" bisik Shween di telinga Dav. "Always mine! (Selalu milikku!)" Shween menjilat daun telinga Dav sekali, menggigitnya sebelum menegakkan tubuh dan kembali duduk ke kursinya. Shween menghentikan aksi menggodanya, pria yang memegang bendera kembali berseru. "Kalian berdua siap?" tanya pria itu lantang dan nyaring. "Dav?" Dav menjawab dengan menyalakan mesin mobilnya dan membunyikan klakson satu kali. "Ron?" Ron melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Dav. Ron bahkan menyalakan mobilnya lebih keras dari Dav. Tatapannya lurus ke arah mobil berwarna hitam yang berjarak satu meter dari mobilnya. Pemandangan dari dalam mobil itu sangat menyakitkan mata, tetapi entah kenapa dia seakan tidak dapat memalingkan muka menghindar. Padahal dia sangat tidak ingin melihat pemandangan yang membuatnya semakin terbakar. Sementara Dav tidak terpengaruh. Wajahnya tetap datar seolah tidak terjadi apa-apa, padahal Dav sedang bertarung melawan gairah yang disebabkan oleh iblis penggoda berbentuk seorang perempuan cantik bernama Shreen yang duduk di sebelahnya. Dav berusaha fokus pada jalanan yang akan dilaluinya. Dia tidak boleh kalah, Shreen tidak boleh jatuh ke pelukan Ron dan menjadi milik pemuda itu. Shreen hanya boleh menjadi miliknya. "Go!" Seruan itu disertai dengan jatuhnya bendera putih ke tanah. Pria setengah tua yang menjatuhkannya seraya berseru. Perlombaan dimulai. Dav melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. d**a Shween bergemuruh hebat. Tak pernah dia berkendara dalam kecepatan setinggi sekarang, rasanya seolah terbang. Shween menoleh ke samping di mana Dav sedang menyetir. Pemuda itu terlihat sangat fokus, bahkan sepertinya Dav sudah tidak menganggap keberadaannya lagi. Shween meneguk ludah kasar, jantungnya semakin bertali. Dav yang serius terlihat sangat menggairahkan di matanya, membuat bagian bawahnya kembali lembab. Astaga! Shween terkejut ketika mobil Ron lewat di sampingnya. Mata cokelat terangnya membelalak lebar, Ron berada beberapa meter di depan mereka. Shween menatap Dav khawatir. Bagaimanapun dia tidak mau berakhir di atas ranjang Ron. Dav melirik Shween melalui kaca spion, berdecak melihat kepanikan yang terpancar dari wajah cantik yang memucat itu. Dav memaklumi, mungkin karena Shween melihat mobil Ron yang mendahului mereka. Padahal dia sengaja melakukan itu. Salah satu kebiasaan buruknya adalah membiarkan lawan merasa menang. Biasanya mereka akan merasa berada di atas awan dan lengah. Di saat itulah dia akan menyalip mereka dan memenangkan perlombaan. Trik yang sangat berbahaya, tapi tak pernah mengecewakan. "Bunny...." Shween tidak meneruskan kata-katanya. Gerakan kilat Dav yang mencium bibirnya sekali membuatnya mematung. Shween tidak menyangka, Dav memiliki cara yang hebat untuk membuatnya bungkam. "Kamu percaya sama aku kan, Mancung?" tanya Dav tanpa menatap Shween. "So, kamu diam aja." Shween menatap Dav lekat, mengangguk walau agak ragu. Saat ini dia hanya bisa percaya pada Dav, keselamatannya berada di tangan pemuda itu. Ron berjarak hampir satu putaran dengan mereka. Gerakan mobilnya melambat. Dav tahu dari cahaya lampu mobil itu yang bergerak tak secepat tadi. Dav tersenyum miring, trik-nya kembali berhasil. Dengan sekali tarikan, mobil Dav melaju dalam kecepatan tinggi. Lebih cepat dari tadi. Shween memejamkan mata erat. Kalau tadi dia hanya takut, sekarang dia sangat ketakutan. Shween tidak membuka mata sebelum dirasakannya mobil yang ditumpanginya berhenti, dan gendang telinganya menangkap suara yang sangat gaduh. "Kok masih merem?" Dav terkekeh. Tangannya terulur membingkai pipi yang masih terlihat pucat. "Buka dong matanya." Mata indah Shween perlahan terbuka. Yang pertama ditangkap netranya adalah wajah tampan Dav yang tersenyum lebar. "How was? (Bagaimana?)" tanya Shween khawatir. Meskipun Dav tersenyum lebar yang menandakan dia bahagia, tetapi bukan tidak mungkin Dav hanya berbohong. Dav tidak ingin menyakitinya, mungkin? Bukankah tadi mobil Ron sangat jauh berada di depan mobil mereka? "Menurut kamu gimana?" Dav balas bertanya. Sengaja agar Shween semakin takut. Menggoda Shween sedikit tidak apa-apa, kan? Dia ingin membalas apa yang sudah dilakukan perempuan ini padanya. Kebohongan Shween dibalas dengan kebohongannya. Sangat manis. "Kita menang atau kalah?" "Are we ...? (Apakah kita ...?)" "Win! (Menang!)" potong Dav cepat. Kepalanya mengangguk dengan sebelah mata mengedip menggoda Shween yang pucat. Pelan, tawa terdengar dari mulut Dav. Tangannya menarik Shween agar duduk di pangkuannya. "We are win, Swan Princess! (Kita menang, Putri Angsa!)" Tawa Pelang Dav berubah menjadi tawa keras. Puas karena sudah berhasil menjahili Shween. "What? (Apa?)" Mata cokelat terang Shween membelalak lebar, menatap Dav dengan tatapan membunuh. "How dare you lie to me! I'll kill you.... (Beraninya kau membohongiku! Aku akan membunuhmu....)" Perkataan Shween terhenti, Dav membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman panas dan penuh nafsu. Shween terengah, membalas ciuman itu sama menuntutnya. Membiarkan sorak-sorai kemenangan Dav menjadi back sound ciuman mereka. Dav melepaskan tautan bibir itu setelah beberapa saat menikmati sapuan bibir manis itu. Sungguh dia belum puas, tapi teriakan-teriakan di luar mobil membuatnya harus menghentikan segera. "Let's out! (Ayo, keluar!)" bisik Dav mengusap bibir bawah Shween menggunakan ibu jarinya. Shween menggeleng. Memasukkan ibu jari Dav ke dalam mulut dan mengisap ibu jari itu. Shween memejamkan mata, membayangkan lollipop milik Dav yang sekarang sedang memenuhi mulutnya. Shween mengerang, bergerak tidak nyaman di pangkuan Dav. Bagian bawahnya semakin terasa lembab. "s**t, Mancung! Stop it! (Sialan, Mancung! Berhenti!)" erang Dav dengan napas putus-putus. Cepat Dav menarik ibu jarinya sebelum Shween semakin melilitkan lidah di ibu jarinya itu. Dav membingkai wajah Shween. "Kita keluar sekarang biar bisa cepat pergi dari sini. Do you understand? (Apa kau mengerti?)" tanya Dav penuh penekanan pada setiap kata-katanya. Dengan sangat terpaksa Shween mengangguk. Sepertinya dia harus menahan lebih lama lagi. Meski sulit dia harus melakukannya. Feromon yang menguar dari tubuh Dav begitu kuat, dia tidak dapat menolaknya. Dav keluar lebih dulu begitu Shween menjauh dari pangkuannya. Menghindari orang-orang yang ingin mengucapkan selamat kepadanya dan memutari separuh bagian mobil untuk membukakan pintu bagi Shween. Perempuan itu langsung memeluknya begitu keluar dari mobil. Shween menyembunyikan wajah di lehernya. Berbisik. "Let's home now! (Ayo, kita pulang sekarang!)" pinta Shween lirih dengan suara serak dan bergetar. Dav berdecak. Dia baru tahu kalau Shreen tidak sabaran, padahal dulu Shreen selalu sabar menghadapi dirinya yang kekanak-kanakan. "Sabar, baby. Nggak mau liat Ron dulu?" Dav terkekeh mengucapkan kata-kata itu. Ron seperti orang gila di sana. Sejak tadi pemuda itu memukuli mobilnya, sepertinya sambil menyumpah. Ron bukan hanya memukul kap dan pintu mobil, tetapi juga menendang-nendang ban mobil yang tidak bergerak. Shween mendongak menatap Dav, menoleh setelah melihat Dav menggerakkan dagu ke arah depan mereka. Senyum puas terukir di wajah cantik itu. Mereka dapat mempercundangi Ron dan mematahkan kesombongan pemuda berdarah India itu. Shween menatap Dav sekali lagi, menarik pemuda itu membelah kerumunan dan menghampiri Ron. "Ron!" seru Shween begitu berada di depan pemuda itu. "Should I say congrats to you? But I think it's no need, I'll say it to Dav and myself (Haruskah aku mengucapkan selamat kepadamu? Tetapi kurasa tidak perlu, aku akan mengucapkan selamat kepada Dav dan diriku saja)." Shween menaikkan sebelah alisnya. Menatap Ron dengan tatapan mengejek. "Fvck you, Shween!" maki Ron sengit. Dia tidak terima diejek apalagi sampai direndahkan oleh perempuan yang diinginkannya. "I mean I'll fvck you... (Maksudku aku akan menidurimu...)." "In your dream! (Di dalam mimpimu!)" balas Shween santai. Lengannya yang sejak tadi bergelayut di bahu Dav sekarang berpindah memeluk pemuda itu erat. Dia khawatir Dav akan menerjang Ron kalau tidak ditahan setelah mendengar kata-kata pemuda sok itu. "Come on, Ron! You need to wake up! (Ayolah, Ron! Kau harus bangun!)" ejek Shween sambil bergerak ke depan Dav dan melingkarkan lengan pemuda itu di pinggangnya. "Fvck! Fvck! Fvck!" Shween tertawa mendengar makian Ron. Sangat menyenangkan baginya melihat Ron tersudut seperti sekarang. Shween menarik Dav untuk segera meninggalkan tempat itu sesuai janji Dav. Shween tahu, Ron juga mempertaruhkan mobilnya, yang berarti sekarang mobil merah yang tadi dipukulinya adalah milik Dav. Namun, Shween yakin kalau Ron tidak akan mengingkari janjinya. Dav pasti akan mendapatkan mobil itu, Ron tidak akan membuat dirinya lebih malu lagi daripada sekarang. "Come on, Bunny! Take me to your apartement now! (Ayo, Bunny! Bawa aku ke apartemenmu sekarang!)" Shween berhenti melangkah tepat di depan pintu mobil Dav bagian penumpang. Tangannya terangkat, tapi bukan untuk membuka pintu mobil, Shween yakin Dav belum membuka pintu itu. Shween menarik kerah jaket Dav, mencium bibir pemuda itu dengan tidak sabaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD