5. TUNTUTAN TANGGUNG JAWAB

1141 Words
Eve keluar dari gedung rumah sakit, setelah Sukma mendapat penanganan dari dokter. Setelah melakukan pemeriksaan, Sukma harus dirawat di rumah sakit akibat penyakit maag kronis. Sedangkan yang menyebabkan tidak sadarkan diri karena mengalami syok berat. Namun dokter mencoba meyakinkan Eve kalau kondisi Sukma bisa pulih jika mendapat penanganan yang tepat. Kedua tangan Eve mengusap wajahnya yang terlihat begitu lelah. Wanita muda itu nampak frustrasi atas kondisi yang terjadi saat ini. Belum lagi ia harus menghadapi reaksi Dude yang pasti akan marah besar, saat tahu kalau Sukma kehilangan pekerjaan karena dirinya. “Aku benar-benar mengacaukan semuanya,” gumam Eve penuh sesal. Eve mengacak rambutnya kasar. Mengharapkan semua masalah yang terjadi, hanyalah bunga tidur. Namun pada kenyataannya, secara memang ia melakukan kesalahan hingga membuat Sukma syok dan masuk rumah sakit. Tidak mau larut dalam penyesalan dan berbuntut mengabaikan bibinya, Eve memutuskan kembali menemui Sukma. Menunggu sampai wanita itu sadar dan menyiapkan mental menghadapi amukan Dude atas kesalahan yang dilakukan. “Jadilah orang yang bertanggung jawab Eve,” batinnya. Saat ini, Eve sedang duduk di kursi, menatap wajah Sukma yang nampak pucat. Di dalam ruangan itu, terdapat dua pasien lainnya. Jelas saja Sukma tidak bisa menempati kamar sendirian karena Eve tahu kondisi keuangan keluarganya. “Bi Sukma, aku tahu Bibi marah sama aku. Kecewa atas apa yang aku lakukan. Tapi percayalah, aku nggak ada maksud membuat Bibi kehilangan pekerjaan,” gumam Eve pelan. Tangannya lantas memegang tangan Sukma dengan lembut. “Aku akan berusaha agar pekerjaan Bibi bisa kembali. Jadi tolong cepat sembuh, Bi.” Mendapati keadaan Sukma seperti ini, mengingatkan Eve pada sosok ibunya yang sudah meninggal. Salah satu momen terburuk yang pernah Eve alami semasa hidupnya. dipaksa menerima kenyataan, kedua orang tuanya meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini. Seakan memaksa Eve menyerah pada kehidupan. Dan sosok Sukma, datang sebagai penyelamat. “Cuma Bibi yang aku punya. Jangan tinggalkan aku sendirian, Bi. Ibu sama Bapak sudah pergi. Apa jadinya kalau Bibi juga ninggalin aku?” Air mata Eve tidak bisa dibendung lagi. Ia tidak sanggup membayangkan, hal buruk terjadi pada Sukma. Hidupnya akan terus dihantui rasa bersalah. Bagaimanapun, Sukma mengalami pingsan karena berita yang ia katakan. “EVE!” Eve menoleh ke sumber suara. Tangannya dengan cepat mengusap sisa air mata. Wajahnya nampak terkejut, atas tindakan yang Dude lakukan. Seakan tidak tahu tempat, bersikap sesuka hatinya. Membuatnya merasa malu karena menjadi pusat perhatian keluarga pasien lainnya. “Kamu nggak tahu aturan? Ini rumah sakit, kenapa harus teriak seperti itu?” tanya Eve penuh penekanan. “Jangan banyak omong!” sahut Dude ketus. “Apa yang kamu lakukan? Kenapa mama bisa pingsan dan masuk rumah sakit?” Eve beranjak dari duduknya. Menatap Dude dengan perasaan jengkel. “Kita bicara di luar. Suara kamu mengganggu pasien lain!” Eve mengajak sepupunya keluar dari gedung rumah sakit. Ia memutuskan membawa Dude bicara di area parkir terbuka. Di sana sepi, apalagi ini sudah larut malam. “Sekarang jelasin semua yang terjadi?” tanya Dude dengan nada mengandung emosi. “Iya, pasti aku jelasin tapi kamu bisa tenang sebentar, kan?” “Mana bisa tenang, Eve. Kamu gila, mamaku lagi masuk rumah sakit.” Eve menghela napas pelan. “Baiklah, aku minta maaf atas apa yang terjadi pada Bi Sukma. Aku akui, aku salah, De.” “Bagus! Sekarang jelaskan apa kesalahanmu, Eve.” Wajah Eve perlahan tertunduk. Mengumpulkan keberanian untuk mengakui apa yang sudah ia lakukan. Penyebab Sukma tidak sadarkan diri. “Kamu tahu, selama Bi Sukma sakit, aku yang menggantikan pekerjaannya. Pulang dari butik, aku membersihkan apartemen. Mencari waktu yang tepat, agar si pemilik nggak tahu kalau aku yang menggantikan Bi Sukma. Alasannya, karena Bi Sukma takut, kehilangan pekerjaan. Itu sebabnya, aku harus bekerja dengan hati-hati.” “Lalu?” Eve menghela napas, sebelum melanjutkan ceritanya. “Aku melakukan kesalahan besar.” “Kesalahan apa? Jangan bertele-tele, Eve!” Akhirnya Eve mengatakan kesalahan yang sudah ia lakukan, hingga menyebabkan kemurkaan Arnesh. Tangannya gemetar dan wajahnya pucat. Reaksi Dude terlihat sangat menyeramkan. “Kamu gila, Eve!” seru Dude emosi. “Kamu tahu, pekerjaan ini adalah satu-satunya yang bisa mama lakukan. Kalau mama dipecat, aku hidup dengan apa?” “Aku tahu itu tapi alasan kamu sangat memalukan. Kamu sudah dewasa, harusnya kamu kerja dan bertanggung jawab atas hidupmu sendiri. Bukan malah mengandalkan bibi yang sudah tidak muda dan tidak sehat. Kamu memang anaknya, tapi jangan menjadi beban!” ucap Eve kesal. “Diam Eve! Jangan mengguruiku!” “Tapi yang aku bilang, semuanya benar.” Kedua tangan Dude mencengkeram lengan Eve. Kencang dan begitu kasar. Membuat wanita itu meringis kesakitan dan berusaha menghindar meski akhirnya gagal. “Jangan mengalihkan pembicaraan. Di sini kamu yang salah, bukan aku,” katanya penuh penekanan. “Kamu harus bertanggung jawab atas semua kesalahan kamu. Kamu pikir, biaya rumah sakit bisa dibayar dengan daun. Dan satu lagi, siapa yang nyuruh kamu bawa mamaku ke rumah sakit ini?” Eve menelan liurnya dengan susah payah. Tatapan tajam Dude, membuatnya gentar. Napasnya berat dan dadanya mendadak sesak. Ia sangat takut diperlakukan seperti ini. Trauma masa lalu, langsung menghantuinya. “Bi Sukma punya asuransi, kamu tenang saja.” “Aku tahu, tapi bukan di sini rumah sakit rujukannya.” “Aku …aku terlalu panik, jadi aku nggak mikir soal itu,” ucap Eve gugup. Ia benar-benar lupa soal ini. “Kamu tenang saja, biayanya biar aku yang tanggung. Sekarang lepasin aku, De. Lenganku sakit.” Dude melepaskan Eve, namun diiringi dorongan. “Aku pegang ucapan kamu, Eve. Awas saja kamu lari dari tanggung jawab, aku nggak akan lepasin kamu.” “Jangan mengancamku. Aku ini sepupu kamu, De!” “Aku nggak peduli. Dan satu lagi Eve, kamu juga harus kasih aku jatah uang. Karena kamu, mamaku nggak akan bisa lagi kasih aku uang, jadi kamu juga harus tanggung jawab.” “Giila kamu! Jangan mimpi!” “Apa?” Kedua mata Eve melotot, menatap Dude dengan berani. Permintaan kakak sepupunya sudah tidak masuk akal lagi. “Dengar baik-baik. Aku bertanggung jawab kepada Bi Sukma, bukan kamu. Harusnya kamu malu meminta uang sama adik sepupu kamu, padahal kamu lebih tua dari aku.” Tangan Dude terangkat, lalu mencengkeram wajah Eve dengan kasar dan kejam. “Heh, dengar baik-baik. Kamu harusnya sadar diri. Sudah bagus hidupmu nggak di jalan. Dipungut sama mamaku, dikasih makan dan tempat tinggal. Sekarang waktunya balas budi, termasuk denganku. Paham!” Eve begitu kesakitan. Tangannya berusaha untuk melepaskan tangan Dude, tapi jelas ia kalah tenaga. “Lepasin aku! Dasar berengsek!” “Apa kamu bilang?” Dude melepaskan tangannya dari wajah Eve, namun justru terangkat dan siap melayang di pipi wanita itu. “Dasar wanita murahann!” Eve memejamkan matanya. Pasrah dengan apa yang dilakukan Dude. Namun sampai beberapa saat, justru ia tidak merasakan sakit pada pipinya. Eve lantas membuka mata, melihat apa yang terjadi. Matanya terbelalak, mendapati tangan Dude ditahan oleh tangan seseorang. “Tu ..Tuan Arnesh?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD