7. Bertatap Muka Langsung

1841 Words
"Maaf mengganggu ...." Hanna serta Jihan memalingkan wajah secara bersamaan ke arah Mateo yang baru saja memasuki ruangan. "Ya?" Terlihat bahwasanya pria itu datang dengan sebuah pesan untuk mereka. "Pak Adam sudah sampai. Beliau sekarang menunggu di ruang kerjanya. Jika tidak keberatan, mari saya antar." "..." Hanna menatap Jihan yang kebetulan juga sedang menatap ke arahnya. Mereka jelas memiliki pemikiran yang sama. "Bisakah menunggu sebentar? Ini akan segera selesai." Hanna yang sedang mengukur lebar dan tinggi ruangan tak bisa langsung berhenti tanpa mencatat hasilnya. "Tapi ...." "Lima menit! Tidak ... Hanya tiga menit." Mateo tampak tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di sisi lain ada sang tuan yang tidak suka menunggu, sedangkan di sisi satunya dua desainer yang berusaha menyelesaikan pekerjaan mereka. "..." Hanna melihat Mateo yang hanya diam seketika berpikir jika pria itu setuju. Lantas dia segera mengambil buku dari tasnya. "Lihat! Ini tidak akan lama. Kami hanya perlu mencatat hasilnya." Hanna bicara sambil mencatat ke dalam buku. Tidak peduli lagi tentang tulisan tangan yang berantakan karena yang terpenting adalah menyelesaikannya secepat mungkin. Mateo menghela nafas. Begitu selesai dia langsung meminta Hanna dan juga Jihan segera pergi ke ruang kerja. Pintu ruang kerja terbuka. Adam yang mendengar suara sontak menoleh melihat tiga orang yang berada di ambang pintu. Kemudian perhatiannya tertuju pada sosok Hanna. Perlahan keningnya mengerut dan secara pasti ekspresi di wajahnya berubah. Namun demikian tak membuat Adam mengalihkan matanya ke arah lain. Masih menatap Hanna. "Maaf membuat menunggu." Suara Hanna seketika menyadarkan Adam. Ekspresi wajah Adam pun kembali seperti sebelumnya yang tampak dingin nan arogan. "Direktur! Nona yang di sebelah kanan ini adalah Nona Hanna. Ketua tim yang bertanggung jawab. Di sampingnya adalah Nona Jihan, anggota timnya." Calvin memberanikan diri menatap Adam setelah menyelesaikan ucapannya. Entah kenapa atasannya itu tidak mengatakan apapun yang membuat suasana di ruangan terasa mencekam. "Direktur ...." "Mari kita batalkan saja." Sebelum Calvin kembali bicara Adam sudah mengeluarkan satu kalimat. Sesaat hal itu membuat Calvin merasa tenang. Namun tak berselang lama mata Calvin terbelalak begitu mencerna kalimat tersebut. "Batalkan?" Tentu saja hal yang sama juga dirasakan Hanna. Dia menatap Adam bingung. "Apa maksud Anda?" tanyanya. "Maksud saya, tentu saja kerja sama ini. Cukup sampai di sini." Hanna sempat tak bereaksi cukup lama sebelum akhirnya mengungkap ketidaksetujuannya. Dia berkata, "Anda tidak dapat membatalkan begitu saja kerja sama yang sudah disetujui. Kami bahkan sudah datang ke sini untuk meninjau lokasi." "..." Adam tidak bergeming. Hal itu membuat Hanna sedikit terpancing. Dua kembali berkata, "Jika Anda membatalkannya secara sepihak, itu berarti sebuah pembatalan kontrak yang mana kami berhak menerima kompensasi karena kami merasa tidak melakukan kesalahan." Setelah berkata mata Hanna mencoba melirik Adam. Namun pria itu masih diam tanpa membuka mulutnya seolah kata-kata Hanna tidaklah berarti baginya. "Baiklah. Jika begitu ...." Kalimat Hanna tertahan melihat Adam mengangkat tangan. "Kesalahan?" Alis Adam sedikit naik saat mengatakannya. Dia tersenyum sinis. "Red Star sepertinya tidak dapat diandalkan." Adam menatap Hanna. "Saya masih ingat dengan jelas perwakilan Red Star saat bernegosiasi adalah Bu Carla Yunita. Saya setuju menandatangani kontrak karena sudah mengetahui seperti apa kemampuannya. Namun, Red Star tiba-tiba mengirim orang lain ke sini untuk menggantikannya. Bukankah ini berarti Red Star tidak menganggap serius proyek villa danau bulan?" Kepalan tangan Hanna sedikit mengerat mendengar kalimat yang diucapkan Adam. Meski begitu dia tetap berusaha tenang. "Sebagai manager tim baru yang ditunjuk menggantikan Bu Carla, meskipun tidak dapat dibandingkan dengan beliau, tetapi saya percaya dengan kemampuan yang saya miliki." "Sayangnya itu hanya kamu yang percaya. Sedangkan saya tidak. Saya tidak mempercayai kamu." Entah kenapa kalimat Adam yang terakhir terdengar emosional. Hanna merasa kalimat itu secara khusus ditujukan kepadanya. Namun, sebelum Hanna sempat merespon Adam sudah berdiri dari kursinya lalu berjalan ke arah jendela sambil meraih gelas wine yang ada di meja. "Antar mereka keluar!" suruhnya pada Calvin. Calvin tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti perintah tersebut. Dengan rasa tidak enak di hati, pria itu berdiri lalu mengantar Hanna dan juga Jihan keluar. "Maaf sebelumnya. Mungkin karena suasana hati direktur sedikit buruk dalam beberapa hari terakhir sehingga bersikap demikian. Tapi percayalah jika biasanya direktur tidak seperti ini." Hanna tersenyum mendengar permintaan maaf Calvin. Pria itu terdengar cukup tulus. "Sekretaris Calvin tidak perlu minta maaf. Hal seperti ini terkadang memang terjadi dalam dunia kerja. Anda tidak perlu merasa tidak enak," ucapnya. "Jika begitu, sampai jumpa dipertemuan lain. Saya hanya bisa mengantar sampai di sini. Semoga kalian segera mendapat proyek lain sebagai gantinya." Calvin mengatakan kalimat terakhirnya sebelum masuk meninggalkan Hanna dan Jihan di luar. Sekarang mereka berada di depan villa. Jihan berusaha menenangkan diri dengan mengambil nafas besar. Tetapi hal itu sama sekali tidak membantu. "Mbak Hanna, bagaimana mana ini? Apa kita akan kembali ke kantor begitu saja dan melaporkannya? Aku khawatir yang lain mungkin akan kecewa." Hanna tak bisa langsung menjawabnya. Dia merasa kacau saat memikirkan proyek pertamanya yang sekarang berada di ujung tanduk. "Apa aku benar-benar gagal?" gumamnya. Teringat jelas wajah Pak David saat memberinya kepercayaan untuk menangani proyek villa danau bulan. Pak David sudah sangat percaya. Namun pada akhirnya proyek gagal bahkan sebelum sempat memulainya. "Nona Angel!" Pada saat itu terlihat dari arah lain seorang wanita berlari dengan hak tinggi berusaha lepas dari kejaran seorang pria. Wanita itu berlari sampai ke depan pintu utama villa, kemudian menaikan tasnya sambil memegang handle pintu. "Katerlaluan! Berhenti mengejarku. Sudah lelah aku menunggu di mobil. Aku mau pergi ke tempat Adam." "Tunggu Nona! Jangan ganggu Tuan sekarang atau Tuan akan sangat marah. Sebaiknya Nona menunggu di mobil." Luke yang sudah berada di depan pintu langsung menahan pintu itu agar tidak terbuka. Angel berusaha membukanya tetapi Luke memiliki kekuatan yang lebih besar. "Aish! Kamu ini benar-benar kepala batu. Setidaknya biarkan aku menunggu di dalam. Di mobil sangat membosankan." Hanna melihat perdebatan yang terjadi di depan matanya. Awalnya dia sama sekali tidak tertarik tetapi sosok wanita yang tidak asing itu berhasil menarik perhatiannya. "Bukankah dia yang waktu itu?" gumam Hanna. Tidak salah lagi. Hanna masih ingat dengan sosok Angel. Wanita yang sempat bertabrakan dengannya di stasiun. Juga, sosok wanita yang terlihat bersama dengan Adam. Tiba-tiba pintu utama villa terbuka. Adam keluar ditemani dengan Calvin yang berjalan di sampingnya. "Ada apa ini? Berisik sekali!" Angel langsung mundur dua langkah dengan ekspresi sedikit takut saat melihat wajah marah Adam. Dia melirik ke arah Luke. "Dia ...." "Nona Angel memaksa masuk Tuan. Saya sudah memintanya tetap di mobil tetapi Nona Angel malah berlari ke sini." Luke berbicara mendahului Angel. Angel yang mau menyalahkan Luke seketika diam tak berani bicara. Dia berpikir Adam akan langsung marah kepadanya seperti yang sering terjadi. Namun, Adam tak melakukan itu. Bahkan dia terlihat tenang seolah tidak ada yang terjadi. "Luke, antar kami pulang." "Pu-pulang, Tuan?" "Ya." Adam berjalan terlebih dahulu meninggalkan Luke yang masih mematung. Angel mengikuti Adam dan berusaha menyetarakan langkahnya. Dia tak ragu untuk menggandeng tangan Adam. Sekali lagi pemandangan di depannya membuat Luke terkejut. Bukan hanya tidak memarahi Angel. Tapi juga membiarkan wanita itu menggandeng tangannya. Luke tak habis mengerti dengan situasi tersebut. Dia merasa sang tuan tiba-tiba bersikap aneh. .... Karena proyek villa danau bulan dibatalkan Hanna dan Jihan memutuskan kembali ke kantor. Mereka naik taksi seperti saat mereka datang. "Mbak Hanna!" Jihan sedikit menaikkan suaranya saat memanggil karena Hanna yang melamun. "Ah! Ada apa?" Hanna terkejut. "Sebenarnya apa yang Mbak Hanna pikirkan sampai tak mendengar panggilan ku?" "Yang aku pikirkan ...." Hanna kembali melihat bayangan Adam yang tengah berjalan dengan wanita lain. Entah kenapa kebersamaan mereka membuat Hanna merasa tidak nyaman. Hanna menggelengkan kepala. "Tidak ada." Jihan seperti dapat melihat jika Hanna sedang berbohong. Namun dia tak bertanya lagi tentang masalah tersebut. "Mbak Hanna, apa proyek ini benar-benar gagal?" "..." Hanna terlihat diam untuk waktu yang lama. Namun, tiba-tiba matanya seperti mengeluarkan cahaya yang penuh dengan tekad. Dia menegakkan tubuhnya lalu menatap Jihan. "Jihan, apa kau percaya padaku?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Jihan tidak tahu harus merespon seperti apa. "Aku berniat untuk memperjuangkan proyek ini sampai akhir. Apa kamu percaya padaku?" tanya Hanna sekali lagi. Jihan masih terlihat bingung. "A-aku percaya. Tapi apa rencana Mbak Hanna?" "Kamu tidak perlu terlalu memikirkan hal itu. Yang perlu kamu lakukan adalah merahasiakan kegagalan proyek ini. Jangan melaporkannya terlebih dahulu. Setidaknya sampai aku mencobanya sekali lagi." "Kamu mengerti?" tanya Hanna. "Baiklah! Aku mengerti. Aku tidak akan mengatakannya bahkan pada anggota tim satu." Hanna tersenyum. "Terima kasih." ..... Jam 21.00 di sebuah club malam. "Sepertinya Tuan sudah cukup lama tidak datang ke sini. Apa tempat ini sudah sangat membosankan?" Calvin mengalihkan perhatian kepada sosok wanita berpakaian mini yang duduk di sebelahnya. Dia meletakkan gelas cocktail di tangannya kemudian menarik pinggang wanita itu ke dalam pelukannya. "Membosankan? Kenapa itu membosankan jika kamu selalu menemaniku di sini." Wanita itu tersenyum. Tangannya bermain-main di kerah pakaian yang dikenakan Calvin, sementara Calvin kembali menenggak gelas cocktail nya. Mereka berada di situasi yang cukup intim sampai seorang wanita tiba-tiba muncul tepat di samping mereka. "Sekretaris Calvin." Mata Calvin terbelalak mendengar seseorang menyebut namanya. Dia terkejut hingga langsung mendorong wanita yang hendak diciumnya. Wanita berpakaian mini itu hampir jatuh terjerembab. Tatapan matanya terlihat kesal dan menyalahkan wanita asing yang tiba-tiba datang. "Kamu ...." "Pergilah. Nanti aku akan mencarimu." Melihat Calvin yang memberi instruksi wanita itu tak berani membuka mulutnya lagi dan memilih untuk pergi. Calvin merapikan pakaiannya. Terlihat jelas sekali kekesalan di wajahnya karena berpikir kesenangannya telah diganggu. "Siapa kamu?" tanyanya dengan tidak senang. Wanita itu mengulurkan tangannya. "Kita pernah bertemu sebelumnya. Saya Nanda, manajer tim desain Red Star." "Red Star?" Calvin menyipitkan mata lalu menelisik sosok wanita di sebelahnya. "Oh! Kamu adalah Nanda, manager tim dua dari departemen desain Red Star." Calvin mengangguk-angguk. "Ada urusan apa kamu mencariku?" "Selain manajer tim dua, saya juga teman Luna." Nanda tersenyum sambil meraih gelas cocktail yang baru dipesannya. Meski kata-katanya terdengar santai tetapi hal itu berhasil membuat ekspresi wajah Calvin berubah. "Apa urusannya dengan istriku?" "Tidak ada. Hanya saja saya penasaran akan bagaimana reaksi Luna jika tahu suaminya sering datang ke club malam mencari wanita penghibur." "Kamu! Kamu mengancamku?!" Wajah Calvin memerah marah. "Sekretaris Calvin tenang saja. Saya tidak akan memberitahu Luna. Tapi ...." "Apa yang kau inginkan?" lontar Calvin penuh emosi. Nanda tertawa lirih. "Ini bukan suatu yang sulit. Saya hanya ingin tahu tentang proyek villa danau bulan." "..." Calvin mengerutkan kening. "Proyek villa danau bulan? Kenapa kamu bertanya padaku. Tanyakan saja pada manajer tim satu karena dia yang bertanggung jawab." "Saya hanya penasaran dan ingin mendengarnya dari Sekretaris Calvin. Tapi jika memang Sekretaris Calvin tidak mau maka saya juga tidak punya pilihan." Nanda mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak Luna. Melihat hal itu Calvin spontan berdiri dan langsung merampas ponsel Nanda. "Sial!" umpatnya. "..." Setelah kematian ponsel Nanda dia melemparnya kembali. "Proyek villa danau bulan. Itu batal." "A-apa?!" Nanda sangat terkejut sampai hampir menyemburkan cocktail yang diminumnya. "Bagaimana bisa itu batal?" Ck! "Aku sudah memberitahumu. Jadi awas saja jika kamu memberitahu Luna! Dasar jalang!" Calvin pergi tanpa memberitahu Nanda alasan kenapa proyek villa danau bulan itu dibatalkan. Namun meski begitu Nanda sudah cukup senang dengan hanya mengetahui jika proyek tersebut dibatalkan. "Sejujurnya aku tidak berharap hasilnya akan sebaik ini. Entah apa yang kau lakukan saat meninjau lokasi, tapi Hanna, kau benar-benar akan tamat!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD