Rama Untuk Shinta

1697 Words
Hari minggu yang cerah, waktu yang sempurna untuk menikmati akhir pekan, mengistirahatkan sejenak raga dan pikiran setelah enam hari disibukkan oleh rutinitas kerja. Di sebuah pusat perbelanjaan berlogo Wijaya Group, seorang gadis tengah melihat-lihat pakaian. Hari ini suasana mall tampak begitu ramai. Adanya berita dari sosial media yang memberitakan diskon besar-besaran produk fashion membuat pengunjung mall membludak. Berkali-kali gadis itu melihat ke arah ponselnya. Ia sudah membuat janji kepada kedua sahabatnya hang out di tempat ini. Tugas kampus yang sangat padat menyita seluruh waktu santainya untuk sekedar berkumpul dengan teman-teman club motornya. Balap motor liar sudah menjadi hobinya sejak memasuki usia 15 tahun. Tidak ada yang berani menghalangi hobi ekstrimnya itu. Bahkan kakak yang begitu menyayanginya tidak bisa memaksa dirinya untuk berhenti. "Kakak mohon, Shinta. Berhenti lah di dunia balap motor karena Kakak tidak mau kamu mengalami nasib buruk. Hanya kamu satu-satunya yang ku miliki," kata Radit, sang kakak yang selalu mengatakan kalimat itu berulang-ulang ketika ia bersiap keluar dengan motor balapnya. "Aku tidak akan kenapa-kenapa, Kak. Aku ini Shinta yang kuat dan tidak mudah terkena petaka. Aku akan sembuh jika bertemu Rama," jawab Shinta ketika itu. "Rama?" Radit mengernyitkan dahi. "Ha ... ha ... bukan kah Shinta memang jodohnya Rama? Jangan kaget. Aku tidak akan jatuh cinta pada Rama yang telah membuat duniamu berduka, Kak. Ramapati Samudra Wijaya. Bukan dia yang ku maksud," balas Shinta dengan senyum khas yang membuat wajah cantik yang terlihat anggun itu tampak semakin cantik. Shinta Audy Sanjaya.Hidupnya begitu menyedihkan. Sejak berumur 5 tahun sebuah tragedi kelam menimpa keluarganya. Orang tuanya di bunuh beberapa orang tak dikenal dalam peristiwa perampokan 17 tahun lalu. Tidak hanya orang tuanya yang dibunuh, bahkan kakak perempuannya yang saat itu berusia 15 tahun mengalami pelecehan beramai-ramai di depan matanya sendiri sebelum akhirnya dibunuh dengan kejam. Sebuah motif yang biasa ditemukan, perampokan. Saat kejadian berlangsung, pengasuhnya sempat menyembunyikan dirinya dalam lemari pakaian di dalam kamar tempat kakaknya diperlakukan kejam oleh beberapa orang. Sang pengasuh kesayangannya itu pun meninggal tertembak. Polisi baru datang satu jam kemudian, menemukan seorang anak kecil meringkuk di dalam lemari. Sejak saat itu, Shinta Audy Sanjaya dirawat oleh tante Sovia yang merupakan adik kandung ayahnya, Ardian Sanjaya. Perusahaan periklanan ARD Entertainment milik orang tuanya dikelola oleh om Erik, suami tante Sovia. Hingga akhirnya, setelah kakaknya yang bernama Raditya dewasa, ARD diserahkan kembali kepada kakak pertamanya itu. Raditya sedang menempuh pendidikan di Amerika saat peristiwa tragis itu terjadi. Shinta hidup berdua dengan sang kakak setelah sebelumnya tinggal bersama paman dan tantenya. Ia sangat beruntung memiliki seorang kakak yang benar-benar menyayanginya, menjadi pelindungnya dalam berbagai keadaan. "Di kehidupan sekarang maupun yang akan datang, aku akan selalu menjadi pelindungmu, Adikku. Jangan pernah merasa bersedih ketika bayangan masa kelam itu hadir mengusik pikiranmu, cukup ingat, Kakak, dan semua akan baik-baik saja." Kalimat itu lah yang selalu Shinta dengar ketika ia mengalami trauma kembali akibat peristiwa melam 17 tahun lalu. Raditya Sanjaya, pria 30 tahun itu lebih dari sekedar kakak untuk Shinta. Tuhan masih memberikan keberuntungan untuk mereka. Orang tuanya meninggalkan perusahaan untuk biaya hidup kakak dan dirinya. Di tangan Radit, ARD Entertainment berkembang lebih pesat menjadi perusahaan periklanan yang diperhitungkan.Tetapi, perusahaan milik keluarganya itu mengalami masalah sejak seminggu terakhir. Beberapa investor menarik saham mereka. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Radit masih melajang di usia 30 tahun. Bahkan, untuk saat ini kakaknya tidak memiliki kekasih. Bukan karena tidak ada gadis yang mendekatinya. Kakaknya adalah pria tampan. Pria itu memiliki trauma percintaan empat tahun lalu dengan seorang model tanah air bernama Stella. Menjalin hubungan lebih dari empat tahun dan harus merelakan Stella lari ke pelukan pria yang lebih kaya dan berkuasa, putra pemilik Wijaya Group, Ramapati Samudra Wijaya. "Ramapati Wijaya adalah pria yang memiliki segalanya. Pantas saja Stella lebih memilihnya. Kakak ini ibarat sampah baginya," lirih Radit dengan perasaan berduka ketika kekasihnya memilih lari ke pelukan Rama, sahabat kakaknya. "Kakak bukan sampah. Wanita yang tidak bisa menghargai cinta dan kesetiaan itu adalah wanita sampah. Tuhan begitu baik karena Dia memperlihatkan semuanya sebelum dia masuk ke dalam keluarga kita, Kak. Stella adalah sampah dan sudah sepantasnya sampah bertemu dengan sampah," ucap Shinta lirih, berusaha menenangkan Radit yang seharian memilih mengurung diri di ruang kerja. "Stella tidak bodoh, Shinta. Dia memilih yang terbaik. Kakak hanya lah pecundang. Dia sering kali mengkhianati hati Kakak tetapi Kakak tidak pernah bisa untuk membencinya. Dan kali ini dia telah sempurna menyakiti hatiku dengan menjadi kekasih sahabatku sendiri." "Semua rasa sakit ini harus dibalas, Kak. Aku akan membalasnya," ucap Shinta dengan tangan terkepal. "Tidak. Kamu tidak boleh berurusan dengan keluarga Wijaya. Mereka adalah penguasa di negara ini. Berjanji lah pada Kakak kamu tidak akan pernah terlibat hubungan dengan kekuarga itu karena kamu dalam bahaya jika sampai berurusan dengannya. Berjanji lah, Shinta!" ucap Radit menatap tajam ke arah sang adik. "Aku berjanji, Kak. Aku akan menjauhi keluarga itu dan tidak terlibat dengan sesuatu yang terkait dengan keluarga itu." Tapi aku tidak menyertakan nama Tuhan dalam janji yang aku ucapkan di depanmu, Kak. Dan aku bersumpah, demi Tuhan, jika Dia memberiku kesempatan untuk masuk ke dalasm kehidupan Ramapati Wijaya, aku akan mengikatnya dan kemudian menyingkirkan Stella dari kehidupan pria itu. Aku ingin Stella merasakan rasa sakit yang sama seperti yang saat ini kamu rasakan, Kak. Pengkhianatan harus dibalas dengan pengkhianatan. Itu baru keadilan. Bruk!!! Shinta sedang memilih pakaian dan membalikkan tubuh saat tiba-tiba tubuhnya menabrak d**a bidang seseorang. Sejenak, gadis itu terpaku, menghirup aroma parfum mahal dan maskulin itu membuat seluruh syaraf di tubuhnya meremang. Deg! Deg! Deg! Jantungnya berdetak kencang seakan meloncat dari tempatnya saat netranya menatap manik mata hitam sekelam malam itu. Sebuah wajah yang menerjemahkan karya Maha Besar dari Sang Pemilik alam. Ya, Tuhan ... sungguh sempurna ciptaanMu ini, batinnya. Dia adalah pria tertampan yang pernah Shinta temui. Pria itu menatapnya. Gadis muda berwajah oval dengan mata bulat dan berhidung mancung. Pipinya sedikit chubby dan ... terlihat menarik. Untuk sesaat keduanya terpaku. "Hem ...." Pria itu berdehem. Perlahan, gadis itu mundur tetapi mata bulatnya masih terpaku pada sosok di hadapannya. Sangat tampan. Ada titik di sudut matanya, dan ketika Shinta menatap terus pada sepasang mata elang itu, sebuah senyuman terbit dari bibir mungilnya. Takdir. Semesta berpihak kepadanya. "Hai, Nona. Apa kau baik-baik saja?” Pria itu merasa tidak nyaman dengan tatapan intens gadis di depannya, meskipun sebenarnya hal itu bukan hal yang aneh. Tatapan memuja seperti itu sering ia temui dari wanita yang menatapnya. “Hah .... Anda sangat tampan. I love you," ucap gadis itu tanpa pikir panjang. Shinta melihat pria itu mengernyitkan dahi. Siapa gadis ini? Meskipun aku biasa menemui gadis seperti ini tetapi baru pertama kali ini hatiku merasa aneh ketika mendengar kalimat cinta gadis ini. Dia terlalu bar-bar. Apakah dia masih SMA? Wajahnya masih sangat imut. Sepertinya otakku sudah bergeser karena sering bermain dengan b***h di Amerika dan mulai menginginkan suasana baru. Dia masih muda dan ... segar. "Sayang, ada apa?” Suara seorang gadis mengagetkan mereka. Shinta menoleh. Bibirnya tiba-tiba kelu. Setelah sekian lama, kenapa ia harus bertemu dengan Stella di sini. Dan ... ia menyadari sesuatu. Stella memanggil pria itu sayang. Berarti pria tampan ini adalah rival kakaknya. Pantas saja Stella lebih memilih pria ini. Dia ... sempurna. Woah ... apakah Tuhan mengabulkan doaku secepat ini? Aku tidak percaya. Tetapi jika ini sebuah kesempatan, aku tidak akan pernah mensia-siakan kesempatan ini. Ayolah, Shinta. Kamu bisa. Kembali pada tujuan utamamu. "Shinta .... Kamu Shinta kan? Adiknya Radit?” tanya Stella kemudian. Pertanyaan itu membuat pria yang tak lain adalah Rama terkejut. Rama tidak menyangka bahwa gadis kecil bermulut lemes ini adalah adik dari mantan sahabatnya. “Iya. Terima kasih masih mengingat namaku,” jawab Shinta sambil melirik Rama sedangkan pria itu nampak berusaha mengalihkan tatapan mata ke sembarang arah. Sangat tampan dan perfect. Ini baru luar biasa. "Hmmm .... Dia kekasihku, Ramapati Wijaya. Kamu pasti mengenalnya kan?” tanya Stella bernada ejekan. “Sayangnya tidak. Aku tidak begitu mengenal nama-nama pria populer, Kak. Karena aku itu tidak suka mengejar mereka. Biasanya para pria yang mengejarku. Tapi ... namaku Shinta. Dia Rama. Sepertinya kekasihmu itu berjodoh denganku,” jawab Shinta dengan senyum jahil. Wajah Stella memerah. Gadis kecil ini tetap tidak respek dengannya. Shinta menyeringai licik ketika menatap Rama. Pria itu menangkap pandangan terluka dari mata Shinta. Tanpa berpamitan, Shinta berlalu, meninggalkan Stella yang berdiri dengan tangan terkepal. "Anak itu tidak pernah berubah. Dia tetap tidak pernah bersikap sopan kepada orang lain," gerutu Stella. "Sudah. Masa kamu harus kesal sama anak SMA," jawab Rama menasihati kekasihnya. "SMA? Dia itu sudah dewasa, Ram. Mungkin sebentar lagi akan menyelesaikan kuliah. Dia adalah tujuan hidup dan prioritas Radit. Makanya meskipun urakan, Radit tidak pernah terganggu. Dan ...dia sedikit tidak waras karena trauma dengan kejadian masa lalu yang menimpa keluarga mereka," kata Stella. "Sudahlah, jangan dipikirkan. Apakah belanjamu sudah selesai?" "Hem ... kita akan ke hotel kali ini, kan? Aku sudah sangat merindukanmu, Sayang. Apakah ibu tirimu masih sering menggodamu?" tanya Stella. "Tidak. Aku tinggal di apartemen," jawab Rama. "Good. Ayo, kita ke hotel sekarang." Stella menggandeng lengan Rama posesif. Mereka berjalan mesra dan melewati Shinta yang menatap kebersamaan mereka dengan tatapan nanar sementara Rama sempat menoleh ketika melihat gadis kecil yang sebenarnya dewasa itu menatapnya dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. Ada perasaan aneh yang dirasakan Rama kemudian berusaha ia tepis. Ini hanya kebetulan. Shinta benar-benar kesal. Kenapa ia harus bertemu Stella di sini dan bertemu dengan kekasih Stella yang tampan itu? Saat ini, Shinta sedang menikmati makanan cepat saji di restoran kawasan mall ditemani sahabatnya, Amell dan Jill. Shinta bercerita tentang pertemuannya dengan Stella dan kekasihnya. Tentu saja kedua sahabat Shinta tidak kaget. Berita hubungan Stella dengan putra konglomerat Sony Wijaya sudah tersebar sejak empat tahun lalu. Hubungan mereka tetap terjalin ketika Rama memutuskan hijrah ke Amerika. Sekarang pria itu telah kembali. Kemungkinan mereka akan segera menikah. Rama sang casanova bersanding dengan Stella sang model terkenal. "Pria flamboyan seperti Rama bisa berpacaran dengan banyak gadis.” kata Jill datar. Shinta tersedak. “Ada apa, Shinta?” tanya Amel sedikit kaget. “Dia memang tampan. Bukan kah Rama memang jodohnya Shinta,” jawab Shinta seolah tak peduli raut terkejut kedua sahabatnya. “Aku jatuh cinta padanya," tambahnya dengan ekspresi santai seolah kalimat yang diucapkan bukan sesuatu yang perlu dianggap penting. "What!” teriak Jill dan Amel bersamaan. Kedua gadis itu meletakkan telapak tangan di dahi Shinta. Shinta nyengir. “Parah, Shin. Kak Radit akan marah besar. Jangan, Shin. Terlalu berbahaya.” Amel menggeleng diikuti oleh Jilly. Jill bisa mencium aura aneh di sini. Shinta tidak pernah jatuh cinta pada seseorang. Meskipun banyak laki-laki yang menyatakan perasaan padanya, tapi belum ada satu pun yang membuat gadis itu tertarik. "Pasti bakalan menyenangkan. Pria itu merebut Stella dari kak Radit. Yah, meskipun bukan merebut karena kak Radit bukan saingan pria itu. Bagaimana kalau aku merebut Rama dari Stella? Wah ... membayangkan saja pasti asyik." Shinta tersenyum lebar. "Big No!” teriak Jill dan Amell bersamaan. Shinta Audy Sanjaya tersenyum devil. Tentu saja dirinya tidak main-main. Sudah cukup. Kali ini ia akan membalas sakit hati kakaknya. Dan ... memperjuangkan Rama untuk dirinya. Dirinya bukan Shinta dalam kisah pewayangan. Tetapi ia yakin bahwa Rama memang jodohnya. Semesta tidak mungkin merencanakan pertemuan kedua ini jika tidak memiliki skenario di dalamnya. Rama untuk Shinta.Titik, tidak bisa dibantah. Sejak aku bertemu denganmu di usia kecilku, aku menganggap dirimu sebagai pangeran. Tetapi impianku tentang pangeran lenyap begitu saja seiring bertambahnya usiaku dan karena aku tidak pernah bertemu denganmu. Kata orang, pertemuan pertama adalah kebetulan sedangkan pertemuan kedua adalah takdir. Apakah kamu takdirku?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD