Bab 4
Sejenak hening, sejurus kemudian tawa kedua sahabatnya itu pun pecah. Ziyad meringis sambil menggaruk belakang leher, ciri khasnya kalau sedang merasa malu.
"Jangan bilang kalau kalian belum ngapa-ngapain," ujar Abiyu sembari mengulum senyum. Tawanya kembali meledak saat melihat Ziyad yang mengangguk membenarkan tebakannya.
Sementara Fauzan sudah merosot ke lantai, terpingkal-pingkal sambil memegangi perut. Ziyad semakin merasa malu dengan kondisi pernikahannya dengan Yhara, yang pastinya sangat aneh buat orang lain.
Suara lirih Yhara sontak membuat ketiga pria tersebut terdiam. Perlahan gadis itu membuka mata dan mengerjapkannya beberapa kali. Memicingkan mata yang semakin sipit itu untuk memindai sekitar yang masih tampak asing baginya.
Tiga pasang mata pria balas memandangi dengan raut wajah tegang. Sementara dua pasang mata berkilat memperhatikannya dari ujung tempat tidur.
"Aaarrrggghhh!" pekik Yhara. Menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan memiringkan tubuh ke kiri.
Ziyad menggeser tubuh mendekat dan menarik Yhara ke pelukan. Melupakan bahwa bisa saja gadis itu akan menjerit lagi karena dipeluk. Namun ternyata tidak, Yhara malah semakin merapatkan diri ke tubuh pria tersebut dan membuat sudut hati Ziyad tercubit.
Sementara Fauzan segera mengambil kedua ekor kucing yang sepertinya sangat tertarik dengan manusia baru di dekat papanya, dan memasukkan keduanya ke kandang yang berada di teras depan.
"Udah, jangan nangis. Kucingnya udah dipindahin," ucap Ziyad dengan pelan. Tangannya mengusap rambut dan punggung Yhara yang masih mencengkram kausnya dengan kuat.
Lambat laun akhirnya tangisan Yhara berhenti. Gadis bermata sipit itu menyeka sudut mata dengan ujung kaus Ziyad. Tak peduli bila pria itu menggerutu karena kausnya basah.
"Abang nggak bilang kalau punya kucing," ujar Yhara sembari melepaskan pelukan. Merasa sedikit malu karena tadi sempat merasa nyaman dalam dekapan suaminya.
"Kamu juga nggak ngomong kalau takut kucing," balas Ziyad sembari menaikkan alis.
"Ya harusnya ngomong, jadi aku bisa siap-siap."
"Kamu juga harusnya cerita sama abang, kalau takut sama kucing. Jadi abang bisa minta tolong masukin Ariel dan Chika ke kandang, sebelum kita datang."
"Udah, jangan berantem! Sekarang mending istirahat dulu. Aku juga mau rebahan bentar." Fauzan menengahi dan bangun dari duduknya. Jalan ke luar dan berbelok ke kanan.
Abiyu menyusul Fauzan ke kamar sebelah. Tak lupa menutup pintu kamar Ziyad sambil mengedipkan sebelah mata pada sahabatnya yang membalas dengan pelototan.
"Ehm, Bang. Aku mau minum," pinta Yhara dengan suara pelan.
"Ambil sendiri, ada di situ," tunjuk Ziyad ke dispenser di sebelah lemari.
"Ambilinlah, aku lemes nih."
Ziyad menyipitkan mata dan memandangi wajah perempuan di hadapan yang memang tampak pucat. Melawan rasa enggan, pria berambut tebal itu akhirnya berdiri dan mengambilkan apa yang diminta Yhara.
"Kalau udah habis, taro aja gelasnya di meja. Nanti baru dicuci." Ziyad merebahkan tubuh di ujung tempat tidur. Melipat tangan di belakang kepala dan memejamkan mata.
Gadis itu meneguk air bening dari gelas sambil memindai sekeliling. Ruangan ini sebetulnya cukup besar, tetapi karena banyak barang yang penataannya acak-acakan, membuat tempat ini kayak kecil dan sempit.
Yhara mulai mengira-ngira hal apa yang perlu dibenahi terlebih dahulu agar ruangan ini bisa lebih tertata dan nyaman untuk ditempati.
Suara dengkuran halus terdengar dari bibir Ziyad. Yhara menoleh dan mengulaskan senyuman tipis saat menyadari bila sosok suaminya tetap tampan walaupun tampak sedikit kucel.
Gadis itu beringsut ke pinggir tempat tidur, menjejakkan kaki di lantai yang agak kotor sambil membatin, bahwa dia harus bekerja ekstra keras untuk membersihkan tempat ini.
Sambil membawa gelas Yhara pun berdiri dan jalan ke meja. Meletakkan benda bening tersebut dan melongok ke kanan. Ada sebuah lorong yang membuatnya penasaran.
Gadis berambut panjang itu melangkah pelan menyusuri lorong selebar 1,5 meter. Tepat di sebelah kanan adalah kamar mandi berukuran mungil. Di ujung lorong ada sebuah dapur kecil yang membuatnya mengelus bagian tengah tubuh sembari beristigfar.
Tanpa membuang waktu, Yhara langsung bergerak membersihkan dapur. Dilanjutkan dengan menyapu dan mengepel lantai hingga bersih. Sedikit bergidik saat menyapu teras di mana kedua kucing itu tengah tertidur pulas di kandang. Persis seperti pemiliknya yang mendengkur semakin kencang.
***
Sentuhan di lengan membuat Ziyad terjaga. Pria berparas tampan itu mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya menyadari bahwa dia sudah berada di rumah kontrakan di Jakarta.
Seraut wajah mungil yang memandanginya tampak mengulaskan senyuman tipis. Aroma harum sabun bercampur dengan wangi sampo dari tubuh Yhara membuat Ziyad tertegun sesaat.
"Udah jam lima, Abang belum salat Asar," ujar Yhara dengan suara lembut.
Ziyad mengangguk pelan. Mengusap wajah dengan tangan sambil memperhatikan Yhara yang berbalik dan duduk di lantai, menonton televisi yang menayangkan acara reality show.
Pria berambut hitam itu mengedarkan pandangan ke sekeliling dan terperangah saat melihat rumah kecilnya sudah rapi dan bersih. Ziyad bangkit dan duduk di tengah tempat tidur. Mengumpulkan nyawa yang masih berserakan di langit-langit sambil menatap punggung Yhara dengan tatapan kosong.
Dua puluh menit kemudian pria itu sudah bersiap menunaikan salat empat rakaat. Bersimpuh di hadapan Allah dan memohon diberikan kemudahan dalam hidupnya di kemudian hari.
Yhara tersentak saat tiba-tiba Ziyad beranjak duduk di sebelah kanan. Memandangi wajah pria itu dari samping sembari mengulum senyum. Gadis itu segera mengalihkan pandangan saat Ziyad menoleh dan menaikkan alis, bingung dengan tingkah Yhara yang aneh belakangan ini.
Sudah tiga hari Ziyad sering memergoki Yhara yang tengah curi-curi pandang terhadapnya. Sama seperti halnya dia yang sering memandangi Yhara bila gadis itu telah tertidur.
"Ehm, Ra, nanti malam mau makan apa?" tanya Ziyad memecah kebisuan.
"Apa aja deh, Bang," jawab Yhara. "Aku 'kan gak tau di sini ada makanan apa," lanjut gadis itu.
"Mau makan di sini atau kita keluar?"
"Mau di luar, sekalian tunjukin warung sayur dan lain-lain."
"Warung sayur?"
"Iya, besok aku mau masak."
"Tapi peralatan masak abang cuma ada panci buat masak mie."
Yhara menepuk dahi dengan dramatis. Mengeluh dalam hati dengan cara makan Ziyad yang pastinya tidak sehat.
"Ya udah, besok anterin ke pasar. Kita beli peralatan masak," pinta Yhara.
"Kamu punya duit? Uang abang tinggal dikit," sahut Ziyad dengan malu-malu. Dia terlalu banyak jajan saat masih di Pontianak, lupa kalau sekarang dia harus menanggung biaya hidup satu orang lagi.
"Emangnya habis berapa sih, Bang, buat beli wajan? Nggak nyampe sejuta 'kan?"
"Kayaknya nggak, kita beli yang murah aja."
Suara ketukan di pintu membuat mereka serentak menoleh. Ziyad berdiri dan jalan ke depan. Membuka benda bercat abu-abu itu dan seketika membeku.