Bab 5
Suasana di ruang tamu minimalis itu sangat sepi. Yang terdengar hanya suara beberapa kendaraan bermotor yang melintas di depan rumah kontrakan. Bahkan, kedua ekor kucing yang berada di kandang pun memilih untuk diam, seolah-olah bisa merasakan bahwa di dalam rumah itu tengah terjadi ketegangan.
Ketiga orang yang duduk bersila itu tampak saling memandang satu sama lain. Sebelum akhirnya perempuan yang lebih dewasa mengambil keputusan untuk mencairkan suasana.
"Jadi, kalian sudah menikah," ucap Olga dengan suara lemah. Bukan sebagai pertanyaan, tetapi merupakan sebuah pernyataan.
"Iya, Beb ... ehh." Ziyad cepat-cepat menutup mulut dengan tangan karena keceplosan.
"Aku cuma pengen mastiin, kalau sudah tau jawabannya, ya, aku pulang." Olga berdiri dan jalan ke luar. Akan tetapi langkahnya terjegal karena Ziyad menarik tangannya. "Lepasin!" sentak Olga.
"Aku nggak mau lepasin kalau kamu belum mau dengar penjelasanku," sahut Ziyad.
"Apa lagi yang mau dijelasin, Bang? Kalian udah menikah, aku bisa apa?" Sepasang mata beriris hitam itu akhirnya meluncurkan air mata. Olga menyusut dengan kasar sambil tetap berusaha menarik tangannya.
"Pokoknya kita harus bicara, tunggu!" Ziyad melepaskan tangan dan beranjak ke pintu. Menutup dan mengunci benda bercat biru tua itu dan membawa anak kuncinya masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian dia ke luar dan sudah berganti dengan celana jeans.
"Ra, abang pergi dulu, ya. Nanti sekalian abang bawain makanan." Ziyad mengucapkan itu sembari membuka pintu dan menarik Olga ke luar.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi mesin motor menyala dan menjauh. Meninggalkan Yhara yang masih termangu di depan pintu. Menatap kepergian suaminya dengan hati sendu.
Mata gadis itu berembun. Susah payah dia menahan tangis, tetapi akhirnya runtuh juga. Abiyu yang mendengar suara isakan dari sebelah, segera datang dan menghampiri Yhara yang masih terpaku di tempatnya.
"Kenapa, Ra?" tanya Abiyu.
Gadis itu menoleh dan secepatnya menyusut sisa air mata. Namun, Abiyu sudah melihat hal itu. Hatinya terenyuh melihat sosok Yhara yang tampak rapuh.
"Ayo, kamu masuk aja, bentar lagi Magrib," pinta Abiyu dengan suara lembut.
Yhara menggeleng,"aku mau nunggu abang pulang," sahutnya.
"Nunggunya di dalam aja."
"Nggak, kan abang udah janji mau ngajak aku makan di luar."
Abiyu menghela napas berat, kemudian berucap,"dia kalau pergi sama Olga itu pasti lama. Nggak usah ditungguin."
"Aduh, gimana dong? Aku ... lapar." Olga memegangi perutnya yang sejak tadi sudah berdemo minta diisi.
"Nggak punya kue buat ganjel?"
Tiba-tiba Yhara menepuk dahi dan segera membalikkan tubuh. Jalan cepat ke kulkas dan langsung membuka benda berpintu satu itu. Mengeluarkan satu kotak kue bingka khas Pontianak dan mengangkatnya ke depan wajah.
"Aku punya ini, Bang, mau?" tawarnya pada Abiyu yang sontak tersenyum.
"Tadi abang udah dapet sekotak. Itu buat kamu aja," tolak pria berambut ikal tersebut dengan halus.
"Ehm, kalau bang Ziyad nggak pulang, aku beli makanan di mana, ya?" Yhara membuka tutup kotak dan langsung meraup kue bingka khas Kota Pontianak sepotong. Menyuapnya dengan rakus sambil jalan ke pintu.
"Order food aja."
"Pengen jalan, Bang."
Abiyu menghela napas berat, kemudian berucap,"ya udah, nanti abang antar ke tempat yang dekat, sekarang salat dulu, udah azan."
Yhara mengangguk mengiakan, memandangi punggung pria itu yang berbalik dan masuk ke kamar sebelah kanan. Tanpa sengaja gadis itu menengok ke kandang dan beradu pandang dengan dua pasang mata berkilat.
"Meowwww." Suara kucing abu belang hitam itu tampak memelas.
Yhara bingung hendak melakukan apa, tetapi kemudian dia paham saat melihat tempat makanan di dalam kandang ternyata sudah habis.
"Tunggu bang Abiyu beres salat, ya, aku masih belum berani dekat-dekat kalian," ujarnya dengan suara lirih.
Yhara memutar tumit dan melangkah masuk. Tak lupa menutup pintu dan langsung menuju kamar mandi. Menyelesaikan panggilan alam sebelum mengambil wudu.
Beberapa menit kemudian terdengar suara pintu diketuk. Yhara bergegas membuka dan tertegun saat melihat Abiyu dan Fauzan telah menunggu di teras.
"Ayo, katanya mau makan," ucap Abiyu.
"Bentar. Ehh, Bang, bisa minta tolong tuangin makanan kucing? Aku ... takut," pinta Yhara dengan sedikit manja.
Abiyu mengangguk dan menunggu di dekat pintu. Tak lama kemudian Yhara ke luar dan menyerahkan toples berisi makanan kucing.
Pria bermata tidak terlalu besar itu berjongkok dan membuka pintu kandang. Menuangkan makanan kering khusus kucing itu ke mangkuk yang tersedia. Mengelus kedua ekor binatang berbulu halus itu sambil bergumam sendiri.
"Yhara, ini tempat minumnya juga tinggal dikit. Minta air segelas," tukas Abiyu.
Yhara masuk kembali dan keluar beberapa saat kemudian sambil membawa segelas air. Abiyu mengambil gelas itu dan menuangkan isinya ke dispenser minuman khusus hewan. Menutup dan mengunci pintu kandang sebelum berdiri dan mengembalikan gelas ke Yhara.
"Bawa jaket, Ra," sela Fauzan sembari mengenakan jaket jeans belelnya.
Yhara mengangguk dan masuk. Meraih cardigan yang tadi dia gantung di sandaran kursi dan mengenakan benda itu dengan cepat. Menyambar dompet dan ponsel dari atas meja, kemudian melangkah ke luar.
Ketiga orang tersebut berjalan beriringan menyusuri jalan yang cukup ramai. Setibanya di depan mulut jalan yang menghubungkan rumah kontrakan tadi dengan jalan raya, Fauzan berbelok ke kanan. Abiyu dan Yhara mengikuti.
"Ini tempat makanan yang terdekat, Ra, ada beberapa pilihan, kamu mau yang mana?" tanya Fauzan.
Gadis yang ditanyai masih mengecek kelima tenda yang tampak sepi pengunjung. Sedikit bingung hendak makan apa, sebelum akhirnya memutuskan masuk ke tenda milik pedagang ayam dan ikan lele goreng.
Gadis berambut panjang itu duduk di kursi bagian meja sebelah kiri. Abiyu dan Fauzan duduk di kursi seberang. Seorang pria muda jalan mendekat dan menanyakan pesanan mereka.
"Nasi uduk ada?" tanya Fauzan.
"Ada, Bang," jawab pria yang mengenakan kaus hijau biru muda.
"Aku mau nasi uduk, ayam goreng sama tahu tempe," ujar Fauzan.
"Aku mau nasi uduk juga, sama lele goreng plus tahu dua," timpal Abiyu. "Minumnya es teh manis," sambungnya.
"Aku juga," sela Fauzan.
Ketiga pria itu memandangi Yhara yang mengulaskan senyuman sambil berucap,"aku mau nasi uduk juga, ayam goreng satu, lele satu, tahu satu, ampela satu, sambelnya yang banyak."
***
Hampir satu jam kemudian, ketiga orang tersebut kembali jalan menuju rumah kontrakan. Fauzan terkekeh geli saat melihat Yhara yang jalan sambil mengusap perutnya yang kekenyangan.
Setibanya di rumah, ternyata Ziyad telah menunggu di teras. Memandangi Yhara yang tampak kepayahan untuk berjalan dengan alis terangkat. "Kamu kenapa?" tanyanya saat ketiga orang tersebut mendekat.
"Kekenyangan," jawab Yhara.
"Yee, katanya tadi mau makan sama abang. Orang buru-buru pulang, ehh dianya malah pergi," sungut Ziyad.
"Abisnya Abang lama, aku 'kan lapar. Nih, udah dibungkusin!" Yhara mengulurkan sebungkus plastik yang diterima Ziyad dengan senyuman mengembang.
"Kata Yhara, besok kalian mau ke pasar," ujar Fauzan sembari duduk bersila di dekat kandang.
"Hu um, mau beli peralatan masak katanya," sahut Ziyad sambil membuka gabus sintetis yang berisi nasi uduk dan lauk lengkap.
"Aku nitip beli piring melamin dong," sela Abiyu.
"Selusin?" canda Ziyad.
"Setengah, bagi dua ama Fauzan." Abiyu meraih dompet dan mengeluarkan selembar uang merah yang diterima Yhara dengan semangat.
Obrolan keempat orang tersebut berlangsung hingga larut malam. Kemudian mereka berpencar masuk ke kamar masing-masing. Tak lupa Ziyad menitipkan masing-masing seekor kucing ke Fauzan dan Abiyu. Dia tidak tega bila harus melepaskan kucing di dalam kamarnya. Bisa-bisa Yhara pingsan lagi nanti. Merepotkan.