Bela Berbohong?

693 Words
            Pagi ini kedatangan Gadis disambut oleh senyum sumringah dari Bela. Dari jauh saja terlihat jelas, jika Bela tengah bahagia. Dengan wajah datar, Gadis menyimpan tasnya lalu melirik Bela heran.             “Kamu harus tau, aku akan jadi perwakilan sekolah ini untuk lomba kali ini. Beberapa anak lain ikut mengundurkan diri seperti kamu” cerita Bela menggebu-gebu. Matanya berbinar, membuat Gadis ikut tersenyum. “Aku akan lebih sering bersama Langit” ceplosnya.             Kini ekpresi Gadis berubah, “Maksudnya?”             Bela mengerjapkan matanya, dia baru saja mengatakan hal yang membuat Gadis penasaran. “Maksudku, Langit menjadi panitia. Setidaknya aku merasa aman jika bersamanya” ralat Bela, Gadis hanya mengangguk mengerti.             “Baguslah, semoga papamu tidak sering memarahimu lagi” ujar Gadis tanpa ekpresi, ia mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas.             Bela menghela napas panjang, “Aku ke kantin dulu sebentar” pamitnya dan berjalan menuju kantin sekolah.             Sesampainya di kantin, Bela membeli sebotol air mineral namun samar-samar ia mendengar percakapan beberapa siswi yang tengah duduk tak jauh dari posisinya saat ini. Nama Gadis berkali-kali mereka sebutkan membuat Bela semakin ingin tau.             “Iya, temanku satu tempat les dengan Gadis. Mereka bilang jika papanya Gadis mempunyai dua istri”             “Serius?”             “Pantas saja dia menyeramkan seperti itu”             “Sudahlah, lagipula Gadis tidak pernah bergaul dengan kita, untuk apa mengetahui masalahnya”             Bela terdiam, ia sudah menyimak dengan baik topik pembicaraan mengenai Gadis. ‘Jadi Gadis mempunyai dua Ibu?’ batin Bela. Ia segera bergegas kembali ke dalam kelas, namun pemandangan yang dilihatnya membuat hatinya berdesir.             Terlihat Langit yang kini duduk disamping Gadis, menempati bangku milik Bela yang kosong. Langit terus berusaha menggoda Gadis yang tengah serius mengerjakan lembar kerja siswa. Sesekali Langit mengacak-ngacak rambut Gadis, senyum teduhnya selalu terpancar jika tengah berasama Gadis.             Bela menghampiri bangkunya, “Aku mau duduk” ucapnya pada Langit.             “Wah, kamu sudah datang? Bisakah aku pinjam sebentar kursimu, Gadis galak ini belum juga mau menatapku” pinta Langit mencubit kembali pipi Gadis.             Bela menarik napas, “Keluarlah, bel masuk sebentar lagi akan berbunyi” dengan nada sedikit tinggi.             Langit menatap Bela, keningnya mengerut. “Sepertinya kamu tertular kegalakan Gadis” umpat Langit bergegas bangkit dan keluar dari dalam kelas. Sedangkan Gadis menahan tawanya saat ini. ***             Bela mengepalkan kedua tangannya lalu memukul keras meja, ia begitu kesal. Keinginannya untuk lebih dekat dengan Langit seolah memuai begitu saja. Perhatian Langit selalu tertuju pada Gadis, seolah tanpa cela Gadis dimata Langit.             “Betapa beruntungnya Gadis, disegani orang-orang dan diperhatikan laki-laki seperti Langit. Apa kurangnya aku? Tunggu, apa Langit tau soal Gadis yang mempunyai dua orang ibu?” gumamnya pelan, sedetik kemudian ia tersenyum sinis.             Ia mengeluarkan ponselnya, mencari nama Langit dan mulai mengirimi pesan, Bela     : Langit, kamu sedang dimana?             Lima menit berlalu setelah Bela mengirimkan pesan pada Langit, namun tidak ada balasan darinya. Bela yang sudah tidak sabar segera keluar dari dalam kelas yang kosong, hanya tinggal dirinya sendiri sedangkan murid yang lainnya sudah berhamburan keluar kelas setelah bel pulang berbunyi termasuk Gadis.             Sambil menyusuri koridor sekolah, mata Bela menatap sekelilingnya. Beberapa ekstrakulikuler tengah berlatih ditengah lapangan, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dengan penuh harap, Bela segera membaca balasan pesan dari Langit. Langit   : Aku sedang kumpul eskul jurnalis, ada apa? Bela     : Tadinya aku ingin mengajakmu makan siang merayakan keberhasilanku Langit   : Benarkah? Wah sayang sekali, sudah kamu ajak Gadis? Dia sulit sekali untuk makan             Bela mendecakan bibirnya, disaat seperti inipun dalam pikiran Langit hanya ada Gadis. Alih-alih mengucapkan selamat atau apapun agar Bela merasa senang, Langit lebih fokus pada Gadis. Bela     : Tidak, Gadis sudah pulang dia Les             Dengan kasar ia mematikan ponselnya dan kembali memasukan ke dalam tas. Kemudian berjalan cepat menuju gerbang sekolah, raut wajahnya berubah saat melihat seorang pria paruh baya melambaikan tangan kearahnya.             “Papa!!” pekik Bela tersenyum senang sambil berlari kearahnya lalu memeluk erat tubuh pria yang ia sebut papa. “Kenapa Papa yang menjemput?” tanya Bela.             Papa Bela mengecup pucuk kepala anak gadisnya ini, “Spesial untuk anak kesayangan Papa yang menjadi wakil sekolah dalam perlombaan” jawab sang papa bangga. “Kita harus merayakannya, apa yang kamu mau? Akan Papa berikan” tawar Papa membuka pintu mobil untuk Bela.             Bela tersenyum, “Apapun itu? Ah ... Bela sayang Papa” ucapnya manja.             Tunggu? Apa ini sosok Papa yang diceritakan Bela sering memarahinya? Sepertinya sama sekali tidak terlihat jika Papa Bela adalah sosok pemarah. Terlihat bagaimana cara dia memanjakan Bela, apa Bela berbohong pada Gadis? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD