Gadis melirik bangku Bela yang kosong, hari ini ia harus duduk sendirian lantaran teman sebangkunya ini tengah mengikuti seleksi selanjutnya menjadi perwakilan sekolah. Sedangkan Gadis? Ia menepati janjinya untuk tidak melanjutkannya. Ini lah sikap Gadis yang sebenarnya, ia selalu peduli dan menghawatirkan orang terdekatnya, Bela sudah menjadi orang yang Gadis percaya saat ini.
Gadis memilih untuk merubah sikapnya lantaran ia tidak ingin mengalami hal serupa seperti Mamanya yang dikecewakan sahabatnya. Latar belakang kehidupannya berusaha ia tutupi, menurutnya jika ia tidak bergaul, maka tidak akan ada yang tau jika dirinya berasal dari keluarga yang tidak bahagia dan papanya mempunyai dua istri. Sendiri adalah hal yang lebih baik, tidak ada yang mencampuri urusannya.
Namun Gadis melupakan suatu hal, bahwa sekarang dia tidak sendiri lagi. Ia mulai bisa berbagi hal selain dengan Langit yaitu Adera.
Kelas sudah kosong, hanya tinggal Gadis yang tengah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Namun tiba-tiba ponselnya berdering, tertera nama Langit pada layar ponselnya.
“Kenapa kamu tidak ikut seleksi, hah? Apa yang ada di dalam pikiranmu?” suara Langit dari sambungan telpon terdengar begitu kencang, sepertinya ia tengah berteriak.
“Apa yang kamu bicarakan?” tanya Gadis heran.
“Argh! Aku tengah berada di tempat seleksi, hanya ada Bela dan lima lainnya! Kamu kenapa mengundurkan diri!”
“Nanti akan ku jelaskan” jawab Gadis lemah, ia sedang tidak ingin berdebat.
“Tunggu aku di rumahmu!”
Sambungan telponpun diputus sepihak oleh Langit. Situasi ini terlihat jika Langit begitu melindungi Gadis, sedikit overprotektif apabila membahas prestasi atau hal menyakut pelajaran.
Gadis tersenyum, ia menatap layar ponselnya. “Langit selalu saja begitu, satu-satunya yang tidak pernah menghianatiku” ucapnya.
***
Mama menghampiri Gadis sambil membawakan beberapa cemilan ke ruang TV. Gadis tersenyum lalu berbaring pada pangkuan sang mama. Wajah mama terlihat begitu sendu, jarang sekali melihat senyuman dari bibir mama semenjak papa menikah lagi.
“Apa Mama baik-baik saja?” tanya Gadis menatap lekat wajah orangtuanya ini.
Mama mengusap rambut Gadis pelan, ia tersenyum. “Mama akan selalu baik-baik saja jika bersamamu” jawab sang mama tulus. “Gadis, Mama minta padamu. Tolong bersikap baiklah pada Tasya karena sekarang dia Ibumu juga”
Gadis segera bangkit dari pangkuan mama. Ia sungguh tidak menyukai akan pembicaraan ini. “Apa Papa mengadu lagi? Apa yang dia bilang? Gadis lelah Mah, tidak cukupkah Gadis mengorbankan perasaan Gadis?” ucap Gadis kesal.
Bel rumah berdering, sepertinya Langit sudah datang dan siap untuk memarahi Gadis.
Segera ia bangkit dari sofa, “Gadis janji akan membebaskan Mama dari jeratan kekejaman ini! Mama tidak perlu lagi Papa!” sumpah Gadis, lalu berlari ke luar untuk membukakan pintu. “Ya, tunggu!” teriaknya.
Saat pintu rumah terbuka, terlihat sosok Langit yang menatapnya tajam. “Astaga, ada apa dengan wajahmu saat ini? Kamu seperti akan memakanku hidup-hidup” ujar Gadis memundurkan langkah kakinya.
Langit segera masuk ke dalam rumah Gadis. “Ada apa denganmu Gadis?! Kenapa kesempatan ini kamu sia-siakan?” tanya Langit kesal.
“Kamu bisa duduk dulu, biar nanti aku jelaskan. Jangan memasang wajah menakutkan seperti ini!” pinta Gadis mendorong tubuh Langit ke arah sofa. “Duduklah”
Tak lama mama menghampiri Langit, “Ada Langit ... kamu baru pulang sekolah? Ada les atau ekstrakulikuler?” tanya mama Gadis.
Langit mencium tangan mama Gadis, ia tersenyum saat ini. “Langit menjadi panitia perlombaan Tante, tapi Gadis malah—“ ucapan Langit terhenti saat Gadis menangkupkan kedua tangan kearahnya, seolah mengisyaratkan ‘Diam, aku mohon’.
“Gadis kenapa?”
Langit menggeleng, “Gadis malah meninggalkan Langit dengan pulang duluan” lanjut Langit meyembunyikan kejadian yang sebenarnya.
Disaat Gadis dan Langit tengah mengobrol, tiba-tiba mama berteriak “Gadis, Adera menelponmu! Ayo angkat!”
Mata Langit seolah membesar saat mendengar ucapan mama Gadis, sedangkan Gadis? Ia sudah berlari ke dalam untuk mengambil ponselnya. Kini Langit semakin bertanya-tanya akan hubungan Gadis dan Adera yang terlihat semakin dekat.
“Gadis bukan tipe manusia ramah tamah, kenapa ia malah begitu dekat dengan anak tengil itu?” gumam Langit pelan, matanya tak berkedip memperhatikan gerakan mulut Gadis saat ini.
“Ya, ada apa?”
“Aku lapar” ucap Adera ketus.
“Hey, kamu salah menelpon! Ini nomorku bukan restoran cepat saji!” bentak Gadis kesal, Adera memang juara dalam membuat Gadis emosi.
“Temani aku makan” pinta Adera, menurunkan nada bicaranya. Namun tidak ada jawaban dari Gadis. “Aku minta kamu menemaniku, bukan membayarkan makananku!” tambah Adera.
“Berikan alamat rumahmu” Kini giliran Adera yang terdiam, ia kaget mendengar pertanyaan Gadis.
“Akan aku w******p” jawab Adera dengan nada pelan, lalu segera menutup sambungan telponnya.
Gadis membawa ponselnya menghampiri Langit yang masih duduk di ruang tamu. “Langit, sepertinya aku harus pergi” ujar Gadis, sontak membuat Langit tersedak dengan air yang baru diteguknya. “Astaga, kenapa ekpresimu seperti ini?” ujar Gadis memberikan tissu yang berada di hadapan Langit.
“Mau kemana? Siapa yang menelponmu?” tanya Langit ketus.
“Adera, aku harus ke rumahnya. Dia sendirian” terang Gadis.
Terlihat guratan kekecewaan dari Langit, “Apa kalian berdua ada hubungan spesial?”
Gadis menggeleng, “Tidak ada, kenapa kamu berpikiran seperti itu?” Gadis balik bertanya. “Adera, dia mempunyai masalah besar. Dia selalu membantu disaat aku butuh, tidak ada salahnya jika aku membantunya kali ini” terang Gadis, ia kembali masuk ke dalam. Mengambil jaket dan tas kecilnya.
“Aku ikut, tunggu disini aku akan kembali membawa motor, jangan lupa untuk menceritakan masalahnya” ucap Langit segera keluar dari rumah Gadis.
“Apa yang ada dalam pikirannya?” ucap Gadis heran.
***
Terlihat Adera yang tengah sibuk merapikan rumah, semenjak ditinggalkan assiten rumah tangganya kini ia harus tinggal seorang diri. Namun sedetik kemudian ia tersenyum, mengingat hari ini Gadis akan datang ke rumahnya.
“Ah, apa yang harus aku pesan? Tunggu, apa penampilanku berlebihan?” tanyanya kemudian berlari menuju cermin, menatap pantulan tubuhnya yang tengah mengenakan kaos polos biru dan celana pendek dibawah lutut. “Sepertinya tidak?” ia menjentikan jarinya sambil terkekeh.
Bel rumah Adera berbunyi, dengan semangat 45 ia bergegas keluar untuk membuka pagar. “Ya, aku datang” teriak Adera membuka pagar rumahnya. Matanya membelalak saat melihat Gadis yang datang bersama Langit.
“Aku datang” ucap Gadis membentuk jarinya huruf V. Adera masih terdiam menatap lekat Langit yang seolah tengah tertawa puas. “Hey, kenapa kamu tidak membukakan pagarnya!” teriak Gadis.
“Tukang ojek itu kamu suruh pulang kan?” tanya Adera membukakan pagar rumahnya, dengan gesit Langit segera memasukan motornya ke dalam halaman Adera.
“Aku mengajaknya, aku tau kamu kesepian tinggal sendirian. Jika bertiga akan lebih asik bukan?” ujar Gadis tersenyum, ia merasa idenya ini sungguh briliant.
“Jika bertiga, salah satunya setan!” pekik Adera kesal, membiarkan Gadis berjalan terlebih dahulu. ‘Ini diluar perkiraanku!’ batin Adera.
“Heh, kamu tinggal sendirian di rumah sebesar ini?” tanya Langit saat masuk ke dalam rumah Adera. “Wah, halaman depanmu bisa dipakai main futsal” tambahnya lagi.
Gadis mencubit pinggang Langit yang terus saja meracau, “Langit, diamlah!” bentak Gadis. “Adera, kamu sudah makan?” tanya Gadis pada Adera yang kini duduk lemas di depan TV. “Boleh aku masak disini?”
“Pulanglah, aku sudah tidak lapar!” jawab Adera, namun dengan cepat Langit duduk disamping Adera membuatnya terlonjak kaget.
“Masak saja, biar anak manja ini aku yang menemaninya ... uh, bukankah kamu kesepian?” goda Langit dengan ekpresi mengemaskan.
Gadis terkekeh, ia menepuk pundak Adera dan Langit bergantian. “Baiklah, aku akan mengacak-ngacak isi kulkasmu. Berteman baiklah kalian berdua!” pesan Gadis lalu berjalan menuju dapur.
“Kamu pintar modus!” bisik Langit ditelinga Adera.
“Siapa? Bukankah kata itu lebih tepat untuk kamu? Aku yakin jika kamu memaksa untuk ikut kesini bukan?” balas Adera tak mau kalah.
Langit mengangguk, “Tentu saja, aku tidak akan membiarkan Gadis galakku berada di tempat asing”
Kening Adera mengerut, “Apa kamu bilang apa? Ini rumahku bukan tempat asing! Dia Gadis pemarahku bukan Gadismu!”
Langit membelalakan matanya mendengar jawaban Adera lalu menarik kerah bajunya, Adera yang tak mau kalah balas menarik kerah Langit. Disaat yang bersamaan, Gadis datang.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Gadis menatap keduanya.
“Astaga, temanmu ini mengemaskan” ujar Langit melepaskan tangannya dan beralih merangkul Adera.
Adera tertawa, “Hahaha ... sepertinya kita berdua cocok, ayolah aku lapar”
Gadis tersenyum, “Sebentar lagi ... oia, beberapa sayuran aku buang mereka membusuk” terang Gadis dan kembali menuju dapur.
“Wajar seperti pemiliknya” kekeh Langit puas. Adera mengepalkan tangannya kearah Langit.
“Kamu menyukai Gadis?” tanya Langit, membuat Adera menelan air liurnya yang terasa berat.
“Bukankah kamu yang menyukainya?” balas Adera.
Langit dan Adera kini saling membicarakan Gadis juga keluh kesah masing-masing tanpa sengaja mengalir begitu saja, sepertinya keduanya cocok untuk berteman.
“Kemarilah, semuanya sudah siap!” panggil Gadis, sontak kedua pria kelaparan dan haus kasih sayang ini bergegas menuju meja makan membuat Gadis terkekeh. “Astaga, kalian seperti Upin dan Ipin” candanya.
Mereka bertiga menikmati makanannya, sambil terus berbincang-bincang hingga Langit akhirnya membahas Gadis yang melewatkan seleksi untuk perlombaan.
“Kenapa kamu menyia-nyiakan kesempatan itu!” bentak Adera yang ikut kesal akan cerita Langit.
“Sudah kubilang, selain pemarah dia juga bodoh!” timpal Langit.
“Kenapa dengan kalian berdua? Aku tidak ingin menjadi perwakilan sekolah, lagipula Bela lebih membutuhkannya ... percayalah aku baik-baik saja, ayo habiskan makanan kalian” perintah Gadis seperti pada anak asuhnya.
“Sudah aku duga, dia aslinya baik hati” gumam Adera.
“Dia itu sebetulnya bidadari tapi sedang menyamar” tambah Langit.
“Apa kalian pernah melihat bidadari melemparkan sambal ke dalam mata orang yang terus saja berbicara?” tanya Gadis memicingkan matanya.
“Aku harus menghabiskan ini” ucap Adera dan Langit kompak, Gadis hanya mampu tertawa melihatnya.
***