Gadis melirik kembali Adera yang sedari awal les hingga beberapa menit lagi akan pulang masih terdiam, pandangannya lurus kedepan namun terlihat kosong. Pulpen yang ia pegang sama sekali tidak dipergunakannya hanya terus diputar-putar. Tunggu, apa Adera kesurupan? Kemana sikap jailnya pada Gadis? Dimana pertanyaan ‘Bagimana harimu?’ untuk Gadis?
Setelah les berakhir dan semua pergi meninggalkan kelas, berbeda dengan Adera. Ia masih menatap ke depan, dia tidak sadar jika les sudah selesai? Gadis yang masih merapikan alat tulisnya akhirnya memberanikan diri menyapa Adera yang terlihat berbeda.
“Ada apa denganmu?” tanya Gadis. Namun sama sekali tidak ada jawaban dari Adera, jangankan untuk menjawab, menolehnya pun tidak. “Adera!” teriak Gadis tepat ditelinga Adera membuatnya terlonjak.
“Astaga! Apa yang kamu lakukan Gadis galak!” balas Adera sambil mengelus dadanya. “Ada apa dengan kelas ini? Kenapa kosong? Apa mereka semua tidak ingin belajar?” ujar Adera saat menatap sekelilingnya.
Gadis menggelengkan kepalanya, “Ya ampun, jadi sedari awal kamu sama sekali tidak menyimak pelajaran hari ini? Lalu untuk apa kamu datang, hah?” tegur Gadis bangkit dari bangkunya.
Adera menenggelamkan kepalanya ke atas meja, “Entahlah, aku juga tidak mengerti untuk apa aku kesini, untuk apa aku hidup” gumamnya lemah.
Langkah kaki Gadis terhenti saat mendengar ucapan Adera barusan. Ia kembali berjalan menuju bangku Adera. “Hey, bangunlah! Apa kamu mau menginap disini?” teriak Gadis.
“Astaga! Tidak bisakah kamu berbicara lembut sedikit saja padaku? Aku ini tengah galau” jawab Adera mengacak-ngacak rambutnya frustasi.
Gadis menarik lengan Adera, “Ayolah ... aku akan menemanimu kali ini”
Adera segera menatap Gadis, sedetik kemudian tersenyum. “Benarkah?” tanyanya tak percaya. Gadis mengangguk pasti, “Tidak, pasti kamu nanti akan membawa Langit!”
“Tidak, ayolah” ajak Gadis sekali lagi.
Adera kembali tersenyum, ia menarik lengan Gadis keluar dari dalam kelas. “Kenapa tidak dari awal kamu bicara seperti ini” ucapnya bahagia, sedangkan Gadis hanya mampu terkekeh melihat perubahan sikapnya.
***
“Apa kamu akan mentraktir makan malam?” tanya Adera pada Gadis yang kini tengah diboncengnya.
“Untuk apa aku membuang-buang uang jajanku hanya untuk mentraktirmu makan?” jawab Gadis cuek, sedangkan Adera mencebikan bibirnya kesal mendengar jawaban Gadis. “Di perempatan depan kita berhenti sebentar ya” pinta Gadis.
“Kenapa harus diperempatan sih? Apa yang akan kamu lakukan disana?” tanya Adera. Gadis hanya menepuk-nepuk pundak Adera tanpa menjawab.
Sesampainya diperempatan, Adera segera memarkirkan motornya sedangkan Gadis sudah berjalan meninggalkan Adera yang masih mengunci motor. “Hey Gadis galak!! Astaga, bisa-bisanya dia meninggalkan aku?” gerutunya sambil berlari mengejar Gadis yang berjalan menuju kerumunan orang-orang.
Gadis tersenyum saat melihat beberapa musisi jalanan bernyanyi, mereka terlihat bahagia tanpa ada beban dalam hidupnya. Pikirannya seolah tertuju pada Adera, ia ingat betul jika Adera menyukai musik. Saat datang ke rumahnya, beberapa alat musik tertata begitu rapi dan juga foto-foto Adera saat memainkannya.
“Apa yang kamu lakukan ditempat seperti ini? Tidak taukah jika aku sedang tidak mood?” ucap Adera yang kini sudah berada di belakang Gadis.
“Bernyanyilah!” ucap Gadis tiba-tiba membuat Adera membelalakan matanya. “Ya, bernyanyilah, sudah lama sekali aku melewati tempat ini tapi tidak pernah bisa melihatnya secara langsung” cerita Gadis.
“Kalo begitu nikmatilah pertunjukannya, kenapa harus aku bernyanyi! Sudahlah, aku pulang saja!” ujar Adera ketus, membalikan tubuhnya.
Gadis tidak kehabisan akal, ia menarik lengan Adera dan membawanya ke tengah kerumunan. “Temanku ini ingin sekali bernyayi, bisakah dia menunjukan bakatnya disini?” tanpa basa-basi Gadis berbicara pada musisi yang tengah beristirahat sambil meneguk air mineral.
“Benarkah? Ayo Bro, tidak perlu khawatir ... disini kamu bisa menyanyikan apapun” ucapnya bangkit dan memberikan gitar pada Adera yang masih tak percaya akan perbuatan Gadis padanya.
“Ayolah, semangat!” ucap Gadis mengepalkan tangannya seolah memberikan energi pada Adera.
“Tidak, sama sekali. Aku tidak ingin tampil disini!” tolak Adera, namun apa daya gitar kini sudah berada di tangannya, sorakan para penontonpun terdengar semakin kencang saat ini.
Mau tidak mau, Adera harus mengikuti permintaan Gadis. Diiringi oleh gitar, Adera mulai bernyanyi. Lambat laun suasana mulai berubah, Adera sepertinya sudah larut pada lagu yang tengah ia bawakan termasuk para penonton yang kini ikut bernyanyi dengannya.
Gadis tersenyum, ia berharap isi hati Adera dapat tercurahkan bersama dengan lagu yang ia mainkan. Hingga lagu berakhir, riuhan tepuk tangan menggema bahkan ada teriakan yang meminta Adera untuk bernyanyi sekali lagi.
“Astaga, sungguh memalukan!” gumam Adera menghampiri Gadis yang tersenyum begitu lebar. “Ini semua gara-gara kamu!” keluhnya.
Gadis bertepuk tangan tepat pada wajah Adera, “Kamu hebat, aku tadi ingin sekali bergoyang dua jari” kekeh Gadis mencoba menggoda Adera.
Adera menjitak kepala Gadis, “Bagaimana bisa kamu ingin bergoyang dengan musik selow seperti itu!” gumamnya. “Gadis, terima kasih” ucap Adera menghentikan langkah kaki mereka berdua.
“Hari libur nanti, mari kita kunjungi mamamu” ajak Gadis lagi.
“Benarkah?”
Gadis mengangguk, “Sudah jangan hanya berterima kasih, perutku tak akan terisi oleh ucapan terima kasih saja” gumam Gadis terus berjalan.
Adera tersenyum mendengar ucapan Gadis, “Baiklah ... aku akan merubah namamu menjadi Gadis baik sekarang!” teriak Adera bahagia.
***