Beberapa anak perempuan terlihat tengah bergunjing saat Gadis memasuki tempat les kali ini, namun saat melihat sosok Gadis seketika terdiam sambil membuang muka.
“Hampir saja kita dihajar jika ketahuan membicarakannya” ucap salah satu anak perempuan berkacamata.
“Tatapan matanya seperti psikopat” tambah anak lainnya bergidik ngeri.
“Dan kalian, seperti ibu-ibu komplek ketika berada di tukang sayur!” potong Adera yang membuat para perempuan melonjak kaget akibat kehadirannya. “Julid” tambahnya lagi lalu pergi meninggalkan mereka seolah tak ada yang terjadi.
“Enyah saja kau!” teriak para perempuan itu tak terima dengan ucapan Adera.
Adera hanya menggelengkan kepala, lalu segera memasuki kelas. Ia tersenyum saat melihat Gadis yang sudah duduk manis ditempatnya, seperti biasa ia tengah membaca tanpa memperdulikan keadaan sekitar yang sedikit ribut oleh para siswa yang asik bermain games sambil berteriak.
“Jangan tanya bagaimana hariku lagi!” ceplos Gadis tanpa memalingkan pandangan, sesaat sebelum Adera akan berbicara.
Adera menyeret kursinya agar lebih dekat dengan Gadis, “Kamu kenapa diam saja saat orang-orang membicarakanmu?”
“Aku tidak peduli dan tidak akan pernah peduli, aku tidak mengenal mereka jadi untuk apa aku terlibat komunikasi yang membuatku membuang waktu?” jawab Gadis to the point.
“Tapi jika bersamaku bukan membuang waktu kan?” ucap Adera menaik turunkan alisnya.
Gadis melirik Adera tajam, “Ya, mengisi waktuku daripada aku harus berbicara dengan hantu” jawabnya terkekeh. Adera menggeser kembali kursi sambil mengerucutkan bibirnya.
Materi les kali ini membahas mengenai hukum-hukum di Indonesia, dengan seksama semuanya fokus mendengarkan penjelasan Pak Efendi, hingga akhirnya hal yang tidak menyenangkan terjadi. Pak Efendi membahas mengenai kasus korupsi dan ia memberikan contoh kasus mengenai Vivian, pengacara yang mensuap seorang dokter demi memenangkan kasusnya.
Gadis melirik Adera yang terlihat gelisah akibat pembahasaan kali ini.
“Maaf Pak, tidak bisakah Bapak membahas persoalan yang lebih penting? Menurut saya, contoh yang Bapak ambil tidak berbobot! Dan bahkan Bapak mengambil kesimpulan seolah mengenalnya” ucap Gadis sambil mengangkat tangannya, walhasil semua terdiam termasuk Pak Efendi.
“Baiklah, mari kita lanjutkan materi selanjutnya” Pak Efendi seolah mengalihkan pembahasaan.
Adera melirik Gadis yang sama sekali tanpa ekpresi, bahkan disaat seperti ini Adera merasa begitu nyaman dekat dengan Gadis galak yang selalu diganggunya. Disaat yang sama Gadis melihat Adera membuat kedua mata mereka saling bertemu, namun siapa sangka? Gadis malah mengepalkan lengannya ke arah Adera.
“Gadis gila!” kekeh Adera menggeleng-gelengkan kepalanya.
***
Hari ini Adera terlihat lebih pendiam dari biasanya, tidak ada lagi Adera yang selalu menggangu Gadis ketika tengah menulis atau melemparkan kertas kearahnya saat tengah berkonsentrasi mengerjakan tugas.
Ini sedikit membuat Gadis tak nyaman, semenjak pembahasan mengenai orangtua Adera sepertinya ada tekanan batin yang dirasakannya saat ini. Les hari sudah selesai, namun pikiran Gadis masih terpusat pada Adera yang kini sudah berjalan keluar kelas, tanpa sedikitpun menoleh.
Gadis terburu-buru memasukan alat tulisnya, lalu berlari mengejar Adera yang sudah berjalan menuju parkiran. “Adera!” panggil Gadis sedikit berteriak.
Adera yang sudah mengenakan helm membukanya kembali, Gadis berlari menghampirinya. “Bisa aku menumpang?” pinta Gadis tiba-tiba.
“Hah?” Adera mengerutkan keningnya.
“Mama tidak bisa menjemputku malam ini” tambah Gadis, ia memelintir-lintir ujung kemeja yang ia pakai saat ini.
Adera terkekeh, ia memakai kembali helmnya. “Sejak kapan kamu bersikap seperti ini? Cepat naik!” perintahnya, Gadis tersenyum lalu segera menaiki motor.
***
“Ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba menginginkan makan Kebab?” tanya Adera heran, ia menatap Kebab ditangannya yang diberikan Gadis.
“Aku lapar, apa kamu mau hanya melihat aku makan? Argh ... lama sekali kamu ini!” Gadis merebut Kebab dari tangan Adera lalu membukanya dan memaksanya untuk membuka mulut. “Anak pintar” kekeh Gadis mengusap kepala Adera seperti anak kecil.
Mau tak mau Adera mengunyah Kebab yang sudah masuk ke dalam mulutnya. “Aku baru tau jika ada taman yang seasik ini” gumam Adera melihat sekelilingnya. Mereka berdua berada di sebuah taman, beberapa pedagang kaki lima berderet mengitari taman. Ini seperti food court out door malah lebih bagus disebut garden party.
“Jangan banyak bicara, habiskan makananmu dulu. Jika kamu tersedak lalu mati, siapa yang akan mengantarkanku pulang?” celoteh Gadis membuat Adera mengepalkan tangan kearahnya. “Bagaimana harimu?” tanya Gadis tiba-tiba.
Lagi-lagi Adera terdiam, itu adalah kata-kata yang sering ia ucapkan untuk menggangu Gadis. “Itu miliku!”
Gadis terkekeh, “Oh, bukankan pertanyaan itu menyebalkan Tuan Adera?” ujar Gadis mengerlingkan matanya, seolah-olah ia berhasil membalas dendam.
“Hari ini aku merasa tidak baik, aku membenci hidupku” akhirnya Adera menceritakan perasaannya saat ini. “Ibu menolak untuk aku kunjungi, Pak Efendi membahas kejahatan yang Ibuku lakukan dan kini Mba Tarmi akan pulang kampung, lengkap sudah penderitaanku” jelas Adera, matanya sudah berkaca-kaca.
Gadis membenarkan posisi duduknya, ia menatap Adera yang begitu sendu.
“Ibuku bukan seorang penjahat, ia melakukannya demi aku! Aku yang seharusnya disalahkan akan semua ini!” ucap Adera menundukan wajahnya. “Dia hanya seorang orangtua tunggal yang harus membiayai hidup anaknya, apapun yang dia lakukan demi aku”
Tanpa sadar air mata Gadis menetes, ia buru-buru mengambil jaket Adera yang disimpan disampingnya. "Perlu aku tutupi?” tanya Gadis, belum sempat Adera menjawab kepalanya sudah ditutupi oleh jaket.
“Gadis! Kenapa kamu melakukan ini padaku? Jangan terlalu memberikanku kepedulianmu!” gerutu Adera melepaskan jaket yang menutupi kepalanya. “Karena nanti aku akan ... aku akan marah padamu!”
“Hey, kenapa kamu marah? Bukankah seharusnya kamu berterima kasih padaku? Bodoh!” Gadis mendengus kesal, ia memalingkan wajahnya sambil melipat kedua tangannya di d**a.
“Ini tidak adil, kamu mengetahui masalahku tapi aku tidak mengetahui masalahmu” bentak Adera lagi.
“Tidak bisakah kamu berbicara pelan!” Gadis memukul kepala Adera. “Kotoran dari telingaku bisa keluar jika kamu berteriak seperti itu!” balas Gadis berteriak. “Aku baik-baik saja, hidupku jauh dari masalah” jawab Gadis berdusta.
“Lubang hidungmu terus kembang kempis saat berbohong” ceplos Adera.
“Ada apa dengan lubang hidungku!” Gadis semakin dibuat kesal. “Baiklah, aku beri tau sedikit masalahku. Kamu tau wanita yang datang menjemputku bersama Papa?” Adera mengangguk. “Dia istri kedua Papaku, wanita itu merusak keharmonisan rumah tangga orangtuaku, aku sangat membencinya” cerita Gadis meremas botol air mineral ditangannya.
Ekpresi Adera terlihat ketakutan akan kekuatan yang muncul dari sosok Gadis yang tengah emosi, ia menggeser duduknya untuk menjaga jarak jika sewaktu-waktu Gadis akan melampiaskan kekesalan padanya.
“Berkali-kali aku meminta Mama untuk berpisah dengan Papa, namun Mama selalu menolak dengan alasan masa depanku. Tante Tasya itu sahabat Mama, ia mengetahui semua masalah Mama, sikap kasar Papa juga hartanya” cerita Gadis lagi.
“Apa itu yang membuatmu galak?” tanya Adera sedikit ketakutan.
“Aku tidak mau seperti mama, mempunyai banyak temanpun tidak ada gunanya jika disaat terpuruk sama sekali tidak ada yang peduli. Aku tidak mau berteman, menjaga jarak dengan siapapun adalah salah satu cara agar mereka tidak menusukku dari belakang” Gadis membuang botol air yang sudah remuk. “Ayo pulang, aku lelah” ajak Gadis.
Adera mengangguk, “Kamu bilang sedikit? Masalahmu itu juga banyak” ujar Adera.
“Diamlah dan renungkan saja masalahmu!” potong Gadis berjalan mendahului Adera.
Adera diam-diam tersenyum, “Dia mau berbagi masalahnya denganku? Apa mungkin dia—“
“Adera cepatlah!” teriak Gadis tak sabaran.
***