Terbongkar

868 Words
            Bela menatap pantulan wajahnya dicermin, senyuman terus terpancar. Terlihat jelas jika Bela tengah begitu bahagia saat ini. Bagimana tidak? Minggu-minggu ini, ia menang banyak! Tentu saja, itu semua karena Langit yang terus bersamanya.             “Jika saja perlombaan ini setiap hari dan Langit panitianya, aku sama sekali tidak akan menolak” kekehnya sambil mengoleskan lipglos pada bibirnya. Bela mengambil ponselnya, ia mengetik pesan untuk Langit. Bela     : Langit, untuk makan siang kali ini mau aku bawakan apa?             Namun tak kunjung ada balasan dari Langit, membuat Bela yang sudah tidak sabar segera menelpon.             “Langit, kenapa pesanku tidak balas?” tanya Bela langsung.             “Bela? Ini aku Gadis, Langit sedang sarapan di rumahku”             Lidah Bela terasa kelu saat ini, ia bingung harus berkata apa. Akhir-akhir ini ia seperti menjaga jarak dengan Gadis dan sibuk mengikuti Langit kemanapun ia pergi.             “Oh Gadis, aku tidak tau jika Langit tengah berada di rumahmu. Baiklah, sampai bertemu di sekolah” ucap Bela segera memutuskan sambungan telponnya.             “Argh! Kenapa Gadis yang menjawab telpoku! Bahkan dengan usahaku selama ini terlihat hanya sia-sia!” gerutu Bela kesal, ia memukul meja riasnya. ***             Gadis dan Langit berjalan bersama menyusuri koridor sekolah sambil memasang dasi masing-masing. Sudah menjadi kebiasaan semua murid disini mengenakan dasi di area sekolah.  Terlihat Gadis yang sudah piawai begitu cepat membuat simpul dari dasinya, sedangkan Langit masih saja memutar-mutar dasi.             Gadis melirik Langit yang kini menghentikan langkah kakinya, “Sudah berapa tahun kamu sekolah disini? Memakai dasi saja masih bingung!” kekeh Gadis yang tanpa aba-aba sudah menarik dasi milik Langit, membuat tubuh Langit mendekat. Dengan begitu cepat Gadis sudah berhasil memasangkan dasi untuk Langit. “Sip, selesai” Gadis mendorong tubuh Langit lalu berjalan mendahului.             Langit menatap punggung Gadis, “Astaga! Bagaimana bisa dia memperlakukan aku seperti ini? Setelah membuat detak jantungku tak karuan dengan santainya ia pergi? Ini sungguh tidak adil!” gumam Langit, ia menatap dasinya dan sedetik kemudian tersenyum. “Gadis galak! Tunggu aku!!” teriak Langit mengejar Gadis.             Disaat Gadis berjalan menuju kelasnya, langkah kakinya terhenti di depan mading sekolah saat beberapa pasang mata yang kini menatapnya sinis. Gadis membalas tatapan sinis itu, ia melipat kedua lengannya. “Ada apa kalian menatapku seperti ini, hah?” tanya Gadis.             “Pantas saja dia meyeramkan, Ibunya saja ada dua ... uh, sungguh menakutkan” suara milik Bianca terdengar jelas di telinga Gadis.             Gadis membelalakan matanya, ia sungguh tidak menyangka kata-kata yang barusan  ia dengar. Bagaimana mereka semua tau jika dirinya mempunyai dua orang Ibu? Masalah ini hanya Langit yang mengetahuinya, apa mungkin Langit yang membocorkan semua ini?             “Ada apa kalian semua?” tanya Langit yang langkah kakinya ikutan terhenti, ia menatap satu persatu murid yang berdiri dihadapannya termasuk Gadis yang sudah mengepalkan tangannya. Mata Langit kini tertuju pada mading sekolah, terlihat foto Gadis dan beberapa tulisan terpampang jelas. “SIAPA YANG MELAKUKAN INI?” teriak Langit berjalan menuju mading, “Siapa!!”             “Gadis gila itu ternyata mempunyai dua ibu” bisik murid lainnya.             Mata Gadis memerah, berkali-kali ia menarik napasnya. “Aku akan membakar wajah yang memasang ini!!” ujar Gadis merobek kasar kertas dihadapannya. Para murid yang melihat perubahan sikap Gadis satu persatu mulai melarikan diri demi mencari aman, tidak ada yang tau apa yang akan Gadis lakukan selanjutnya.             Langit menarik lengan Gadis menjauhi kerumunan, “Aku akan mencari orang itu!” ucap Langit mencoba menenangkan Gadis.             Dengan kasar Gadis melepaskan genggaman tangan Langit, “Jangan perlihatkan jika aku lemah! Aku baik-baik saja Langit! Biarkan aku sendiri!” Gadis kembali berjalan menuju kelasnya, meninggalkan Langit yang masih menatapnya sendu.             “Aku berjanji akan menangkap orang itu!” ***             Sepulang sekolah Langit berlari begitu cepat menuju taman belakang sekolah, perasaanya mengatakan hal yang tak enak mengenai Gadis. Ia begitu menghawatirkan keadaan Gadis saat ini, tanpa memperdulikan sekitarnya, ia terus berlari. Entah berapa murid yang menjadi korban tabraknya.             Langit menghentikan langkah kakinya ketika melihat sosok Gadis yang tengah duduk dibawah pohon, dengan napas tersenggal-senggal ia berjalan mendekatinya. Setidaknya Langit merasa begitu lega setelah mengetahui bahwa Gadis baik-baik saja.             “Untuk apa kesini? Aku sudah bilang baik-baik saja” Gadis membuka suara, sepertinya ia sudah mengetahui akan keberadaan Langit dibelakangnya.             Langit segera duduk disamping Gadis, ia menepuk-nepuk pundaknya. “Ada aku sekarang” ujar Langit.             Gadis melirik Langit, ia mencebikan bibirnya. “Kamu pikir aku akan menangis? Semuanya sudah tau masalahku, padahal aku sama sekali tidak mau tau masalah mereka, aku tidak pernah mencampuri urusan mereka. Tapi kenapa mereka masih ingin mengusik hidupku?” cerita Gadis dengan pandangan lurus kedepan.             Langit membenarkan posisi duduknya, ia menggeser bokongnya lebih dekat dengan Gadis. “Jangan hiraukan, semuanya akan baik-baik saja” ucap Langit mengusap kepala Gadis lembut.             Tiba-tiba ponsel Langit berdering, tertera nama Bela pada layar ponselnya. “Angkatlah, sedari tadi Bela terus bertanya soalmu. Astaga sepertinya dia lebih ketergantungan dengamu daripada aku” cibir Gadis.             Langit mengangkat telpon dari Bela, sedangkan Gadis? Ia masih memikirkan kehidupannya kedepan setelah semua murid tau mengenai latar belakangnya.             “Gadis, ayo aku antar kamu pulang dulu sebelum aku pergi bersama Bela” ajak Langit.             Gadis menatap Langit, sorot matanya terlihat sendu. “Apa kamu harus pergi bersama Bela lagi? Sudahlah, sana pergi! Aku tidak membutuhkanmu” usir Gadis mencoba tersenyum.             “Setelah lomba ini selesai, waktuku akan kembali full untuk Gadis galak lagi” goda Langit mengedipkan sebelah matanya.             Gadis tertawa, “Menjijikan! Pergilah, aku bisa pulang sendiri” jawab Gadis mengacungkan ibu jarinya. “Aku akan baik-baik saja” tambahnya lagi.             “Berjanjilah kamu akan segera pulang, disini banyak hantu” bisik Langit lalu berlari, membuat Gadis kesal.             “Enyahlah kau Langit!!” teriak Gadis. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD