13. Kalung

1602 Words
Di hantui serba salah sejak lima tahun yang lalu membuat Dylan sulit untuk membuka hati lagi untuk yang namanya wanita! Kematian gadis di masa lalunya, dia terus menyalahkan dirinya sendiri, walaupun teman temannya, berkata itu bukan salahnya, Namun, baginya kematian gadis itu adalah kesalahannya. Kalau saja gadis itu tak melindunginya mungkin sampai sekarang gadis itu masih hidup. Andai dia lebih berhati hati waktu itu, mungkin peristiwa itu tak akan terjadi. Dylan menghela nafas mengingat masa itu, karena itu, setelah peristiwa itu dia lebih berhati hati lagi. " Apa yang kamu fikirkan.." tanya Brian yang saat ini sedang menyetir, dia memandang sekilas Dylan di sebelahnya yang hanya terdiam. " Tidak ada.." " Sonya lagi.." tebak Brian dan ternyata itu benar terlihat jelas wajah Dylan yang berubah murung. " Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, Sonya itu teman kita, hmm.. cinta pertama kamu, dia itu mati bukan karena dia mencoba melindungi kamu, tapi karena itulah takdirnya.." " Tapi tetap saja dia tak akan mati kalau bukan karena aku.." Brian terdiam, memberi penjelasan pada Dylan sepertinya tidak ada gunanya, selama lima tahun Brian dan yang lain mencoba memberi pengertian dan nasihat, namun tetap saja jawaban Dylan sama, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. " Kita sudah hampir tiba.." kata Brian mengalihkan pembicaraan. Dylan yang tahu Brian mencoba mengalihkan pembicaraan, hanya terdiam. Brian memberhentikan mobilnya di basement parking hotel, lalu memeriksa ponselnya yang berbunyi, tanda ada pesan masuk. " Kata Lee, pria itu sudah tiba.." Brian memandang Dylan yang tak peduli dengan informasi itu. Dylan masih terdiam, sampai akhirnya dia melihat ada seorang gadis dalam mobil dan marah marah kemudian meludahi wajah seseorang dari dalam mobil itu. " Lan.." Dylan mengalihkan pandangan sekilas, dan kemudian turun dari mobil, tapi tetap saja pandangannya tak lepas dari mobil di sebelah mobil Brian. Hingga akhirnya gadis itu keluar dari mobil dengan buru buru, dan tanpa sengaja menabrak tubuhnya. Masih terlalu kecil, rambut yang acak acakan dan wajah yang tampak murung. " Buru buru sekali.." kata Brian saat itu mengalihkan pandangan Dylan. " James.." Dylan menyepitkan mata, memandang pria itu, setelah Brian memberi perintah pada anak buahnya untuk menangkap James, mereka terus pergi dari sana. Dylan lihat dari spion mobil, gadis itu masih berdiri disana, sambil tersenyum lebar sehingga memperlihatkan lesung pipit di pipinya. Tanpa sadar Dylan ikut tersenyum, Brian yang melihat itu mengerutkan alisnya. " Kamu baik baik saja, Lan.." Dylan mengalihkan pandangan sambil mengerutkan alisnya, dia seolah heran. " Maksudnya.." " Maksudnya, kamu kenapa tersenyum.." Dylan tak menjawab pertanyaan itu sambil menyandarkan tubuhnya di jok mobil. Dan akhirnya mereka tiba markas satu, Brian terus keluar dari mobil lalu tersenyum sinis pada James yang saat ini sudah babak belur, mungkin di hajar oleh anak buahnya sepanjang perjalanan karena pencobaan melawan. " Dengan perut buncit dan wajah babak belurmu, kau kelihatan semakin tampan.." Ejek Brian sambil tertawa sinis. " Bray.." panggil Dylan yang masih dalam mobil. " Ada apa, Lan.." " Kalungku mana?" Brian mengerutkan keningnya, kalung pemberian Sonya yang sangat berarti bagi Dylan, namun kini telah hilang. Dengan wajah panik Dylan langsung mengobrak abrik mobil Brian. " Gadis itu.." Dylan terdiam seketika, dia teringat bagaimana gadis itu menabrak tubuhnya tadi. " Sial, Brian! Suruh anak buahmu kembali ke hotel, kalungku jatuh di sana.." Brian segera menyuruh anak buahnya untuk kembali ke hotel untuk mencari kalung tersebut, namun mereka tak menemukan. Sekali lagi, Dylan kecewa pada dirinya sendiri karena tak bisa menjaga kalung pemberian Sonya dengan baik. Dylan tersadar dari lamunannya ketika tangan dingin gadis itu menyentuh lengannya. " Dari mana kamu mendapatkan kalung ini?" Tanya Dylan dengan suara dingin. " Ah.. itu anuh..." Sarah kehilangan kata kata saat mendengar pertanyaan itu. " Katakan.." " Ini punyaku.." Jawaban Sarah membuat Dylan mengerutkan keningnya. " Jangan bohong! Kamu tahu akibatnya kalo sampai kamu ketahuan berbohong.." Sarah meneguk salivanya dengan susah payah. " Kalung ini..." Sarah menatap mata pria itu yang kini masih menindih tubuhnya. " Ini bukan punyaku, tapi sekarang sudah jadi milikku, orang itu cepat sekali perginya, padahal aku kan mau kembalikan padanya.." Dylan terperanjat kaget, berarti Sarah adalah gadis yang sama, gadis yang dengan berani meludahi wajah James lapan tahun lalu. Saat itu Dylan baru berusia dua puluh tahun, Ya! Kalungnya hilang lapan tahun yang lalu. Dia terus mencari anak gadis itu yang menurutnya telah mengambil kalung tersebut. " Berapa umurmu.." Jika dari biodata lengkap Flora Jackson yang di berikan Lee padanya waktu itu, Flora Jackson berumur dua puluh lima tahun. " Dua puluh tahun.." jawab Sarah takut takut. Sekali lagi Dylan terdiam, dia mengubah posisinya menjadi terduduk di sebelah gadis itu, tidak mungkin aku tertipu lagi dengan permainan Jackson! Tidak! Sarah ikut duduk di sebelah pria itu dan heran, melihat Dylan yang menggelengkan kepala. " Ada apa, Tuan..." " Berikan kalung itu.." " Tapi ini punyaku.." Sarah enggan memberikan kalung tersebut, karena menurutnya kalung itu adalah penyelamatnya selama ini. " Jadi kamu tidak mau kasih sama aku.." tanya Dylan di iringi tatapan tajam pada Sarah. " Bukan begitu.." Sarah membalas pandangan pria itu dengan takut. " Kalung ini, sangat berarti bagiku, kalung ini adalah penyelamatku selama ini.." kata Sarah berharap pria itu tak mendesaknya untuk memberikan kalung itu. Dylan tersentak, sama seperti dirinya, ternyata Sarah juga menganggap kalung itu adalah menyelamatnya selama ini. " Aku ingin lihat.." Sarah menggelengkan kepala. " Sebelum aku memaksa.." " Tapi janji hanya di lihat saja ku." Dylan hanya diam, Sarah melepaskan kalung itu dari lehernya untuk pertama kali, dengan terpaksa kalung itu di serahkan pada Dylan. Dylan bisa melihat dari kedua mata gadis itu betapa pentingnya kalung itu bagi Sarah. " Kalung ini punyaku.." Sarah menggelengkan kepala dengan bibir bergetar, secara tak sengaja pria itu meminta kalungnya kembali. " Tapi sekarang sudah jadi milikku.. tolong kembalikan.." Dylan tersenyum sinis sambil memandang wajah gadis itu, Dylan tak begitu mengingat gadis itu, selain sudah lapan tahun berlalu, juga wajah gadis itu sudah sangat berubah. Jika saat ini usia gadis itu sudah dua puluh tahun, berarti di pertemuan pertama mereka, gadis itu masih berusia dua belas tahun. Pantas terlihat seperti anak ingusan waktu itu. Fikir Dylan. " Tolong kembalikan.." mata Sarah sudah berkaca kaca. " Kembalikan, itu sudah menjadi milikku.." karena tak dapat lagi menahan tangisannya, airmata mengalir dari kedua pipinya. Dylan yang gemas melihat kesedihan di wajah gadis itu, menariknya berikutnya mencium bibir Sarah penuh nafsu. Sarah menolak ciuman itu, dia merapatkan bibirnya, ketika lidah pria itu ingin memasuki dalam mulutnya. Dylan yang gemas, sebelah tangannya menarik pinggang Sarah dan sebelah tangannya lagi menekan tengkuk gadis itu kemudian menggigit bibir bawanya. " Ahh!" Sarah mendesah di sela sela ciuman pria itu dan secara automatik mulutnya terbuka. Dylan tak sia siakan kesempatan itu, lidahnya terus masuk ke dalam mulut gadis itu. " Stop!" Sarah menolak d**a Dylan, dia sudah hampir kehilangan nafasnya. Dylan melepaskan ciuman mereka, memberi gadis itu rehat, lalu perlahan dia mencium tengkuk Sarah, lalu menjalar ke telinga. " Ahh!" Desah Sarah, tubuhnya menggeliat kegelian. " Shh.. ahh! Geli.." " Tapi kamu menikmatinya.." bisik Dylan dekat bibir gadis itu. Dylan kembali mencium bibir Sarah dengan perlahan, tapi itu hanya awalnya saja. Lidahnya menyapu dengan sangat posesif di permukaan bibir gadis itu. " Stop it.." " Diam!" Dylan menangkap kedua tangan Sarah lalu membawanya ke belakang kepala gadis itu sendiri. Dylan kembali ciuman bibir gadis itu, kali ini Sarah sudah tak dapat melawan. Tangan sebelah Dylan juga tak tinggal diam, dia meremas d**a gadis itu, Sarah terisak isak, tapi Dylan tak peduli. " Jangan.." Seperti tak mendengar apa apa, kini tangan besar Dylan mula turun ke bawa. " Ck!" Dylan berdesis kecil, ketika tangannya menyentuh l**************n gadis itu yang telah basah. " Bibirmu berkata jangan! Tapi di bawa sini, berkata iya!" " Aaaahh!" Sarah mendesah panjang ketika dua jari panjang pria itu masuk ke dalam sana. " Ayo keluarkan desahan manjamu.." Dylan menggigit gemas telinga gadis itu, dan tangannya di dalam sana terus keluar masuk dengan gerakan brutal. " Ahh!" Tubuh Sarah bergetar hebat, kedua kakinya di rapatkan karena tak tahan dengan rasa geli itu. " Ahh! Stop! Tidak.." desahan dan lenguhan keluar dari mulut gadis itu membuat Dylan bertambah semangat. Dylan memeluk pinggang gadis itu supaya Sarah tak terlalu melakukan pergerakan. " Hentikan! Ahh!" " Kau memintaku berhenti, tapi disinimu sudah sangat basah, Sayang.." Sarah tak tahan lagi, kedua tangannya yang tadi di kunci oleh pria itu di belakang kepalanya kini telah di lepaskan, dia memegang erat baju itu lalu mendesah panjang. Dada Sarah turun naik setelah pelepasannya, dan Dylan melepaskannya begitu saja sehingga kini dia berbaring. Tiba tiba Dylan mendekatkan jarinya ke mulut Sarah. " Ayo jilat.." Sarah menggelengkan kepala. " Jilat sebelum aku berbuat kasar.." Dia memandang wajah pria itu yang memang tak main main dengan ucapannya, Sarah menjilat hujung jari pria itu. Namun tiba tiba Dylan memasukkan kedua jarinya itu ke dalam mulut Sarah. " Hisap.." Mau tak mau Sarah terpaksa menjilat dan menghisap cairannya sendiri. " Kenapa memandangku seperti itu?" Tanya Dylan karena Sarah terus menatap wajahnya. " Menginginkan lebih.." Belum sempat Sarah menjawab tiba tiba Dylan menarik kedua kakinya, lalu melorotkan celananya. " Aahh!" Jerit Sarah karena Dylan memukul gemas miliknya. Pria itu mengelus lembut miliknya, Sarah menggigit bibirnya, mencoba menahan supaya desahan tak keluar dari bibirnya. " Apa yang tuan lakukan?" Tanya Sarah ketika pria itu membenamkan wajahnya di antara belahannya. " Aah!" Jeritnya, dia meremas seprei dengan erat saat lidah pria itu bermain main di dalam sana. " Ahh! Jangan!" Kepalanya terangkat dari bantal. " Aah.. aahh.. aahh.." Sarah menggelengkan kepala. " Tuan? Aaahhh!" Sarah membusungkan d**a, tanda dia akan mencapai puncak keduanya. Tiba tiba cairan keluar membasahi wajah pria itu. " Kau keluar banyak, sayang.." Dylan menjilat bibirnya sendiri. " Sekarang waktunya hidangan pertama.." — Bersambung —
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD