" Nick, kamu mau kemana?" Tanya Natalie sambil mengikuti sang kakak.
" Aku mau ketemu Nicky.." jawab Nick dan terus berjalan.
" Nick, Nicky tidak terlibat dengan masalah ini, Nick.." Natalie menghalang langkah Nick.
" Aku tidak bisa melihat Dylan terus seperti ini, nata ."
Ternyata Nick melihat Dylan yang sedang menangis dalam kamar tadi, hal itu membuat Nick sangat kasihan pada nasib sang teman.
" Dari pada kamu ke rumah Nicky, lebih baik kamu mencari orang yang menolong Dylan dulu.."
Nick terdiam seketika sambil memandang wajah adik kembarnya itu.
" Lalu video itu.." tanya Nick sekian lama terdiam. " Bukannya video itu jelas menunjukkan wajah Jackson disana?"
" Benar tapi sepertinya dia menggunakan nama samaran ketika masuk hotel itu.."
Nick terdiam lagi, kemudian dia tersenyum.
" Kenapa kamu tersenyum.." tanya Natalie curiga.
" Tidak apa apa, aku pergi dulu.."
Natalie memandang kepergian Nick dengan curiga, dia tahu pria pasti akan berbuat sesuatu yang aneh aneh lagi.
***
Abigail melihat video yang diberikannya pada Dylan berulang kali, dia harus mendapatkan petunjuk.
Setelah sekian lama Jackson bersembunyi, kini sedikit demi sedikit mereka telah menemukan petunjuk.
Walaupun video itu sudah berapa bulan yang lalu tapi bukankah tandanya Jackson masih hidup?
" Sebentar..." Abigail zoom video itu, dan dari kejauhan dia melihat seseorang yang sangat dia kenal.
" Aaron?"
***
Sarah yang berada dalam kamar sudah mulai bosan, sudah satu minggu dia jadi tawanan pris psikopat itu, dan tak tahu karena apa?
Dia mendekati jendala, dan melihat ke bawa cukup ketat penjagaan terlihat jelas banyak pria bertubuh tegap berdiri di depan gerbang.
" Dunia benar benar tidak adil.." gumamnya.
Dulu, dia tertanya tanya kenapa ibubapanya seolah membeda bedakan dia dan saudaranya yang lain.
Apakah dia bukan anak kandung?
Tapi setiap pertanyaan itu muncul dia dalam fikirannya, sering dia menolak.
" Mungkin itu hanya perasaanku saja.."
" Hey anak sialan! Cepat bangun, sudah waktunya kamu cari duit.." teriak seorang wanita memasuki kamarnya.
" Ibu, tapi aku masih sakit.."
Wanita itu dengan mata melotot menarik rambutnya. " Apa peduliku.."
" Argh! Sakit, bu.." dia menegang kedua tangan wanita itu. " Iya, bu, iya.."
Wanita itu melepaskan rambutnya dengan sedikit kasar lalu melangkah keluar sambil memberikan peringatan.
Dia terbatuk kecil, dengan tubuh masih lemas dia melangkah ke kamar mandi.
Setelah dia sudah bersiap, dia melangkah keluar kamar untuk sarapan.
" Siapa yang menyuruhmu duduk.." kata salah satu saudaranya di iringi tatapan sinis yang lain.
" Mau sarapan, Kak.." jawabnya lemah.
" Enak saja.." ucap yang satu lagi sambil beranjak mengambil sup yang masih panas.
" Hey! Hey.." cegah sang ibu yang tiba tiba masuk di ruangan itu. " Kalian mau apakan adik kalian.." wanita itu tiba tiba berbuat lembut pada Sarah.
" Ibu kenapa?" Tanya yang paling sulung.
Ibunya memberi isyarat diam, kemudian seorang pria dengan perut buncit masuk di ruangan itu.
" Dia siapa, bu?" Tanya anak kedua yang hampir menyiram Sarah dengan sup.
" Dia bos tempat Sarah berkerja.."
" Huh?" Sarah kaget karena dia belum melamar kerja dimana mana, tapi kenapa dia sudah ada boss saja?
" Tapi saya belum melamar kerja, bu?" Akhirnya dia memberanikan diri bersuara.
" Sudahlah yang penting ibu sudah berusaha menolongmu.." jawab wanita itu dengan suara masih lembut.
" Hello.. kenalkan saya James.." pria dengan perut buncit itu menghulurkan tangan kearah Sarah.
" Sarah." Jawab Sarah tanpa membalas jabat tangan pria itu, dia risih karena pria itu melihatnya dengan penuh nafsu.
Pria buncit itu berdesis kesal, sombong sekali gadis ini, fikirnya.
Sang ibu juga sudah geram dengan kelakuan tak tahu di untung seperti Sarah, tapi dia masih berusaha menunjukkan senyuman palsunya.
" Kerja saya di tempat anda, saya harus melakukan apa?" Tanya Sarah saat ini mereka sudah dalam mobil.
" Melayaniku.." jawab pria itu jujur.
" Melayani? anda bukan anak kecil yang harus di melayani.."
Pria itu tertawa nakal mendengar kata polos gadis itu.
" Melayani yang di maksud adalah..." Pris itu tiba tiba memegang paha Sarah. " Menjinak kan dia.." dia menunjuk dengan bibirnya kearah pusakanya.
Sarah yang masih kaget karena pahanya yang tiba tiba di pegang mengikuti arah pandang pria itu.
" Apa?" Kini Sarah sudah faham yang di maksud pria itu melayani. " Aku tidak mau.."
" Tapi ibumu sudah menjualmu mahal padaku."
Sarah memandang tak percaya kearah pria itu. Ibu menjualku?
" Tidak percaya?" Tanya pria itu membuyarkan lamunan Sarah.
Tiba tiba tangan besar pria itu naik ke atas dan berhenti di antara kedua pahanya.
" Jangan.." cegah Sarah sambil menepis tangan pria itu.
" Pasti masih sempit.." dia tersenyum nakal dan saat yang sama mobilnya berhenti di sebuah hotel. " Disini aku akan membuatmu mendesah nikmat.."
Sarah memandang pria itu sesaat sebelum dia meludahi wajahnya. " Tidak sudi.."
Dia membuka pintu mobil yang tak terkunci dan berlari keluar, karena buru buru dan tak melihat jalan sehingga dia menabrak seseorang di depannya.
" Dasar gadis jalang.." teriak pria itu dan menyusul gadis itu keluar dari mobil.
" Buru buru sekali..." Kata seseorang menghentikan langkah pria itu.
" James.."
Pria yang di panggil James itu mundur ke belakang melihat membunuh bayaran itu tersenyum sinis kearahnya. " Tangkap dia.."
Pria yang di tabrak Sarah tadi hanya memandangnya sekilas sebelum melangkah meninggalkannya.
Sarah tersenyum dalam hati, walaupun tak sengaja tapi pria itu telah menyelamatkannya.
Dia menunduk sambil memegang dadanya dan melihat benda berkilau di tanah.
" Kalung.." gumamnya pelan.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan gadis itu yang saat ini sedang memegang kalung yang bergantung di lehernya.
Dia buru buru memasukkan kalung itu dalam bajunya dan beranjak membuka pintu.
" Nona, Abi.." sapanya mesra tapi sayangnya hanya di balas dengan tatapan dingin gadis itu. " Ada apa?"
" Saya mau keluar sebentar, dan saya harap kamu jangan coba coba mau kabur kalau tak ingin mendapat hukuman dari Dylan.."
Sarah mengangguk patuh.
Abigail tak berkata lagi dan terus meninggalkan Sarah.
***
Nick melajukan mobilnya, menuju ke markas dua, dia ingin menemui Nicky lagi.
Sesampai di depan rumah kecil itu, dia keluar dan melangkah mendekati rumah tersebut.
Kalau kebanyakan orang akan mengetuk pintu ketika mendatangi rumah seseorang maka beda hal dengan Nick, dia terus menolak daun pintu seolah rumahnya dan pintu tersebut memang tak terkunci.
" Argh! Maling.." teriak seorang gadis di dalam rumah kecil itu. " Tutup pintunya bodoh!"
Nick yang seperti orang linglung menutup pintu dan terus menatap gadis itu.
Sebagai seorang pria dewasa, dia merasa beruntung karena pagi pagi matanya telah di manjakan dengan pemandangan cukup indah di depannya.
" Dasar pria cabul.." tanpa sadar wajahnya telah di siram dengan air dingin.
" Apa yang kau lakukan?!" Teriak Nick setelah kesedarannya kembali.
" Dasar pria c***l! Apa yang kau lakukan di rumahku.." teriak gadis itu sambil mengambil benda benda untuk di lemparkan pada Nick.
" Dasar gadis gila! Hentikan.." Nick maju mendekati gadis itu.
" Apa yang kau lakukan dirumah ku?" Tanya gadis itu sambil melangkah mundur.
" Ini rumahmu? Ku kira kandang ayam?" Ejek Nick, tapi hatinya tak bisa berbohong melihat pemandangan indah di depannya ini.
Handuk yang cuma separas paha dengan rambut basah, muka yang comel dan kulit yang putih mulus, bukankah itu benar benar seksi?
" Apa kamu bilang? Kandang ayam? Dasar pria sialan!" Gadis itu maju dan lupa keadaannya yang hanya terlilit handuk pendek di tubuhnya, dia menarik rambut pria itu dengan geram dan terus memakinya.
" Argh! Sakit.. hentikan.." Nick menarik tangan gadis itu dari rambutnya.
" Sialan, mati kau.."
Nick mencoba menarik tangan gadis itu dari rambutnya dan gadis itu pula semakin kuat saja cengkaman tangannya di rambut pria itu.
Tiba tiba benda putih yang melilit di tubuh gadis itu melorot jatuh ke lantai.
Gadis itu auto panik. " Oh tidak.."
Dia memandang Nick yang saat ini sedang memegang kedua tangannya, tapi fokus mata pria itu memandang kearah dadanya.
" Lepaskan.." gadis itu berontak minta di lepaskan.
" Bulat.." kata Nick tanpa sadar dan hal itu membuat gadis itu melotot.
" Lepas.." gadis itu berontak sekuat tenaga dan akhirnya berhasil. " Nah, rasakan!" Dia mencakar wajah pria itu dengan kuku tak berapa panjangnya, kemudian masuk kamar meninggalkan pria tak di undang itu.
" Auch!"
***
" Sekian lama tak bertemu, Abi.." kata Aaron, dia sangat senang karena akhirnya dia bisa bertemu muka lagi dengan Abigail.
" Bukannya kau sering kerumah Dylan selama ini.." jawab gadis itu datar.
Aaron tersenyum sinis, ternyata gadis itu mengetahuinya.
" Ada apa kau mau bertemu aku, apa kau merinduiku.." Tanya Aaron mengalihkan bicara.
" Aku ingin menunjukkan sesuatu padaku.." Abigail mengeluarkan laptop dari dalam tasnya. " Lihat dan perhatikan baik baik.."
Aaron mengerutkan dahi sambil memutar laptop gadis itu kearahnya.
" Ada apa dengan video ini?"
" Lihat saja.."
Aaron memperhatikan video itu dengan seksama tapi dia tak menemui apa apa yang aneh. " Tiada yang aneh, Abi.."
Abigail hanya diam, kemudian pria itu kembali fokus ke video itu lagi.
" Sebentar?"
Wajah pria itu berubah serius membuat Abigail tersenyum sinis. " Ini aku?"
" Sebentar.. ini maksudnya apa, Abi.."
" Tonton video itu sampai kamu faham.."
Aaron menyepitkan mata, ketika melihat seseorang yang sudah bertahun tahun lamanya mereka cari. " Jackson!"
" Akhirnya.." Abigail menjentikkan jari.
" Lalu apa yang kamu lakukan di hotel itu."
" Sebentar! Jangan bilang kamu menuduhku ada hubungan dengan Jackson.." tebak pria itu.
" Bisa jadi.." jawab gadis itu enteng.
" Sekarang jawab pertanyaanku, kamu sedang apa di tempat itu.."
Aaron terdiam mencoba mengingat, dalam video itu dia sedang berdiri di samping mobilnya. " Aku membawa mobil, itu artinya.."
Aaron memandang serius kearah Abigail yang sudah tak sabar mendengar jawapannya.
" Aku check in hotel karena ingin bercinta dengan jalang.."
Jawaban Aaron membuat Abigail berdesis kesal. " Itu saja yang kamu ingat.."
" Aku akan coba kembali ke hotel itu.." kata Aaron dengan wajah serius. " Yang jelas video ini, sudah berbulan lamanya."
" Ya.. dua bulan lalu.."
" Sudah lama sekali, lalu kenapa baru sekarang video ini kalian tahu.."
" Sebenarnya cctv waktu itu telah di hapus, namun salah satu anak buah Brian telah berhasil menyalin video ini, tapi kemudian hilang, karena tak berani bersuara , akhirnya dia diam sampai akhirnya dia temukan kembali chip ini.." jelas gadis itu panjang lebar.
" Berarti Jackson masih berada di sekitar kita, dan bisa jadi salah satu anak buah Brian adalah mata mata.."
" Benar, karena itu Brian kembali check biodata pengawal."
" Lalu?"
" Ada beberapa anak buah Brian yang tidak memiliki.."
" Dylan sudah membunuhnya?" Tanya Aaron karena dia tahu Dylan tak akan tinggal diam.
" Belum, sesuai rencana kami akan diamkan! Sampai akhirnya bisa menangkap mereka berkerja untuk siapa."
Aaron hanya manggut manggut, dan Abigail seakan sadar dia sudah terlalu banyak bicara dengan orang luar.
" Tidak usah Khawatir, aku pasti tutup mulut.." kata pria itu yang seolah tahu apa yang bermain di fikiran gadis itu.
" Aku pamit dulu.."
Abigail hanya memandang pria itu yang beranjak dari duduknya sambil memainkan ponselnya.
" Aku pasti akan merinduimu, Abi.." kata Aaron pelan tapi jelas di dengar gadis itu.
***
Dylan memasuki ruangan penyiksaan, dan melihat tawanannya itu yang tinggal tulang di bahagian tangan dan kaki.
" Kau semakin tampan.." Dylan tersenyum sumringah.
" Bunuh saja aku, aku akan tutup mulut sampai mati.." pria itu berkata dengan nada yakin.
Diam diam Dylan mengepalkan tangan, tapi dia masih berusaha tersenyum.
" Baiklah.."
" Pengawal.." panggil Dylan pada pengawalnya. " Air panas apa sudah di siapkan, aku yakin anjingku mau meminum sup tulang pagi pagi ini.."
Sumpah demi apapun, pria itu cukup ketakutan, apa dia akan di masak seperti sup ayam.
" Saya bersumpah, Tuan.. saya hanya mengikuti perintah.. argh! Tuan ampunkan saya."
Pria itu meronta minta di lepaskan ketika dua pengawal mengangkat tubuhnya, Dylan tak peduli, sepertinya harapannya musnah lagi.
" Tuan Jackson hanya memerintahkan saya untuk mengambil chip itu.."
Dylan yang sudah sampai di depan pintu terhenti, mendengar nama Jackson.
" Saya tidak tahu, tuan, Jackson ada di mana! Argh! Tuan! Tuan! Tunggu.. ampunkan saya tuan.."
Dylan tak peduli, dari luar dylan jelas mendengar suara tariakan pria itu, dan tak lama kemudian kembali hening.
" Hanya gadis itu satu satunya kunci.." gumam Dylan dan bergegas meninggalkan markas.
***
Sarah yang berada dalam kamar tanpa sengaja menjatuhkan sebuah album, ketika dia sedang merapikan buku buku atas rak.
Album itu dengan sendiri terbuka, dan memperlihatkan foto anak laki laki, tapi bukan foto itu yang menjadi fokus Sarah.
" Kalung ini?" Dia memegang foto itu sambil memperhatikan kalung anak laki laki itu yang sama persis dengan kalung yang dia pakai.
" Siapa anak laki laki ini?"
" APA YANG KAU LAKUKAN?!" Teriak seseorang dari arah pintu memenuhi kamar itu.
" Kau!" Geram pria itu dengan penuh amarah dia menghampiri gadis itu.
Sarah mundur ke belakang airmatanya mengalir deras dari kedua matanya.
Dia kembali teringat di markas bagaimana pria itu memperkosanya dengan kasar.
" Tuan.. ma—maaf.." dia berkata bertaba taba.
" Kau harus di beri pelajaran.." Dylan yang di kuasai amarah membanting tubuh gadis itu ke atas tempat tidur.
" Jangan! Ampun.."
Dylan tak peduli, dia naik atas ranjang dan merobek baju gadis itu dengan kasar.
" Ampun.." Sarah tersedu sedu menangis dengan kedua tangannya di tahan atas kepalanya. " Hiks... Hiks.."
" Aku akan melayanimu tapi tolong jangan kasari aku.." mohon Sarah di sisa sisa tenaganya.
Dylan terdiam dan mengangkat wajahnya, Sarah masih tersedu sedu membuat Dylan serba salah.
Tapi seterusnya serba salah itu tidak ada Bukankah dia sudah berjanji akan membuat menderita seluruh keluarga Jackson?
Hingga pandangannya satu ke leher gadis itu. " Kalung?"
— Bersambung —