Di dalam ruangan itu, seseorang berteriak histeris di dalam sana, Kaki yang terikat dengan wajah babak belur.
Tak berselang lama, ada yang masuk dalam ruangan itu.
" Nick?" Gumam pria terikat itu, dia kenal pria psikopat tersebut, dia telah menjadi penyusup di markas Nick selama sebulan, dia tak sangka akan ketahuan dengan begitu mudah, apalagi dia belum mendapat info apa apa.
Pria yang di panggil Nick itu tersenyum sinis,
" Kau mengenaliku ternyata.."
Nick mengalihkan pandangan kearah anak buahnya, seperti memahami pandangan itu, kedua anak buahnya dengan segera datang membawa pisau dan gunting kecil.
" Siapa yang menyuruhmu.." tanya Nick sambil sedikit membongkokkan badan.
" Bukan urusanmu.." jawabnya lantang.
" Nick.." Natalie menghampiri Nick yang sedang menahan kesal akibat dari jawaban pria itu. " Anak buah Brian sudah berhasil menangkap, Mr Marley.."
" Mr Marley? Juan Marley?" Tanya Nick kaget, Juan Marley adalah saingan Nick dalam penjualan senjata haram, Natalie mengangguk.
" Dia mau bermain kotor sepertinya.." kata Natalie lagi sambil melirik pria terikat tak berdaya itu. " Lee sudah berhasil melacak keberadaan Juan Marley melalui telefon pria ini, dan berapa menit yang lalu anak buah Brian sudah berhasil menangkapnya.."
Pria yang terikat itu tampak geram mendengar penjelasan Natalie, barisan giginya terlihat mengetat dari rahang tegasnya itu.
" Lepaskan.."
" Tentu.." Nick menundukkan kepala sambil tersenyum lebar, tapi hanya sesaat karena detik berikutnya, wajahnya terus berubah datar.
" Dylan pasti senang mendengar ada permainan barunya.."
Pria itu terus pucat mendengar nama itu di sebut. " Bunuh saja aku.." teriaknya sambil memberontak.
" Tapi sebelum itu aku ingin bermain main terlebih dulu.."
Mata elang Nick memandang besi yang sudah di panaskan Anak buahnya sejak tadi. " Pasti seru.."
Besi lurus panjang dengan hujung tajamnya yang selalu menjadi bahan untuk Dylan menyiksa tawanan tapi kini Nick ingin mencobanya.
" Lepaskan aku, aku belum mendapatkan apa apa sini, jadi tolong lepaskan aku.." teriak pria itu, kali ini dia memohon meminta balas kasihan.
Nick seolah menulikan telinganya, dia mengambil besi itu dengan hujungnya sudah berwarna kemerahan.
Nick meletakkan besi itu di paha tawanannya.
" Izinkan aku menyimpannya sebentar.."
Pria itu berteriak kesakitan sambil meliukkan tubuh, celana jeansnya sudah terbakar dan kini hujung besi yang panas itu sudah mengenai kulit pahanya.
Bak kesetanan, Nick malah tertawa senang melihat reaksi pria malang itu.
Kim yang baru masuk di ruangan itu segera menutup hidungnya, bau daging terbakar memenuhi ruangan tersebut.
Dia memandang Nick yang sedang melepaskan bajunya, dan memperlihatkan badan berkotak kotaknya.
Ketika Nick mengambil besi dari paha pria itu, terlihat kulit pahanya yang sudah terbakar darah pun ikut kering. " Pasti rasanya enak.." dia tertawa kecil.
Kim menggelengkan kepala, Nick dan Dylan memang tak jauh berbeda, membuat tawanan kesakitan adalah kesenangan bagi mereka.
" Tolong jangan bunuh saya, Tuan, saya ada anak dan istri.."
Nick terdiam seketika, dia seperti memikirkan sesuatu atau mungkin merasa kasihan dengan pria itu, tapi itu hanya sebentar.
" Sayangnya saya tidak merasa kasihan.." kata Nick dengan suara dingin, dia sendiri anak yatim piatu, ibu bapanya telah di bunuh tanpa balas kasihan, lalu kenapa ia harus kasihan pada orang lain?
" Tolong maafkan saya, tuan.." dia menunduk mencium kaki Nick, yang langsung di tendang pria itu dengan kasar.
" Argh!" Pria itu berteriak kesakitan dan sekali lagi merangkak kearah Nick untuk meminta balas kasihan. " Maafkan saya, Tuan... Saya melakukan ini juga terpaksa.. anak dan istri saya menjadi tawanan Mr Marley, saya tak bisa buat apa apa selain mengikuti perintahnya.."
" Kau fikir aku percaya.." Nick dengan sombong meludah dan menendang pria itu dan kali ini dengan lebih kuat.
" Nick.."
" Apa?!"
Nick memandang adik kembarnya, dia tahu Natalie sudah merasa kasihan pada pria itu.
" Biarkan dia kembali pada keluarganya.." kata Natalie sambil memandang kasihan pada pria itu.
" Bisa saja dia berbohong pada kita, Nata.." tuding Nick geram pada adiknya.
" Saya tidak berbohong, jika tuan tidak percaya, tuan bisa kerumah saya, anak, istri, dan adik perempuan saya di jaga ketat oleh anak buah Mr Marley.."
" Aku rasa dia berkata jujur.." kata Natalie dengan nada pelan.
" Aku tidak percaya.."
" Apa buktinya?" Tanya Kim yang mencoba memecahkan ketegangan antara kedua kembar itu.
" Ada, tuan.." pria itu coba mengambil sesuatu dari dalam jaketnya tapi karena tangannya yang di ikat membuat dia tak bisa buat apa apa. " Ada dalam saku jaket saya, Tuan.."
Kim memberi isyarat pada pengawal untuk melepaskan ikatan tangan pria itu, tapi Nick terus memberi tatapan maut membuat pengawal itu serba salah harus mengikuti perintah siapa.
" Cepat.." kata Natalie pada pengawal itu, Dengan takut pengawal itu mengangguk.
" Ini, tuan.." pria itu memberikan kertas kecil pada Kim, dan mencoba berdiri selepas besi di tangannya di lepaskan, dia meringis sakit karena luka bakar di pahanya.
" Ini berada di markas dua.." kata Kim kaget, markas dua adalah markas berbuatan obat obatan ilegal yang di pimpin Kim.
" Coba lihat.." Nick merebut kertas itu dengan kasar dari tangan Kim. " Hey setan! Sudah berapa lama kau tinggal di wilayah itu."
" Sejak dua tahun yang lalu, Tuan, tepatnya setelah saya menikah dan memutuskan tinggal dan kerja disitu.."
" Kenapa aku tidak pernah tahu.." gumam Kim curiga.
" Pasti di markas dua ada juga mata mata disana.." kata Natalie.
" Benar..." Gumam Kim. " Brian harus bertanggungjawab atas semua ini, bagaimana dia bisa lalai dalam berkerja.."
" Alah.. kalian mau saja tertipu dengan pria ini.." kata Nick yang masih tak percaya pada pria yang sudah babak belur itu.
" Siapa namamu dan kau berkerja sebagai apa di markas.." tanya Kim.
" Saya hanya tukang sapu, Tuan.." jawab pria itu dengan lebih tenang.
Wajah Kim yang kelam, tenang membuat pria itu tak begitu merasa takut.
" Lalu namamu.." tanya Natalie pula.
" Nicky. Nona.." jawab pria itu membuat Kim dan Natalie kaget lalu serentak melihat kearah Nick yang sedang berdesis kesal, kenapa nama mereka hampir sama?
" Sepertinya kalian cocok jadi saudara, Nick dan Nicky.." kata Kim sambil tersenyum kecil.
***
Brian berdesis kesal ketika membaca pesan ancaman dari Kim dan Nick.
" Semua ini gara gara Natasha yang sering mengajakku bercinta sehingga perkerjaanku jadi berantakan seperti ini.." geramnya, saat ini dia berada di ruang kerjanya sambil memandang tumpukan buku dan file di atas meja.
" Butuh satu malam untuk memeriksa semua ini, sialan.." dia mula mengambil file dan membacanya.
***
Entah sudah berapa lama gadis itu tersiksa dengan kenikmatan yang di berikan Dylan, yang jelas nafas gadis itu sudah terdengar sangat berat.
" Ahh.. tuan!" Terdengar lolongan kenikmatan dari bibir mungil gadis itu ketika dia mencapai puncaknya.
Dylan mendongak memandang gadis itu sambil menjilat bibirnya sendiri. " Sangat nikmat.."
Dia memandang wajah cantik gadis itu yang masih menikmati pelepasan kedua kalinya.
Gadis itu yang memejamkan mata, tiba tiba membuka matanya ketika ada yang menindih tubuhnya dan dia bisa merasakan benda yang mengacung keras itu berada di perutnya.
" Jangan, Tuan, jangan lakukan.." kata gadis itu ketika sadar apa yang berlaku seterusnya.
" Hmmm.." dia berdesis kecil saat pria itu meremas dadanya.
Di bawa sana Dylan mendorong batangnya yang keras itu masuk, tapi secara begitu sempit.
" Please.. jangan....Akh!" Dia memekik keras kepalanya juga terangkat dari bantal.
Dylan terus memandang wajah gadis itu yang tampak meringis kesakitan.
" Hiks..hiks.." ia menggelengkan kepala kiri kanan. " Akh! Sakit..." Gadis itu terisak.
Tapi seperti biasa, ketakutan dan tangisan seseorang adalah kebahagiaan bagi Dylan sehingga dia tak peduli tangisan gadis itu malah dia tersenyum seperti orang gila!
Karena pertama gagal, dia kembali mengulanginya, dia menghentak kuat membuat gadis itu berteriak kesakitan.
Dylan terus memaksa miliknya untuk masuk ke dalam sana tak peduli dengan jeritan kesakitan gadis itu.
" Argh! Sakit... Ampun, aku mohon hentikan.."
Saking sakitnya gadis itu sampai mencakar punggung Dylan.
Dylan tak memperdulikan cakaran itu, dia menghentak untuk yang ketiga kalinya dan detik kemudian berhasil menebus sebuah penghalang di dalam sana.
" Aahhh.. sakit!"
Gadis itu merasakan ada yang robek di dalam intinya, bola matanya membulat, dan detik berikutnya seluruh tubuhnya terasa terbelah.
" Shit.." geram Dylan saat menyadari seluruh miliknya terbenam sempurna di dalam sana.
Sebenarnya ini juga yang pertama bagi Dylan. Dia tak pertama bercinta dengan sesiapa sebelum ini, dia bukan seperti kebanyakan Mafia yang gila akan namanya wanita.
Tapi karena dendam dalam hati, memaksanya untuk melakukan semua ini, dia akan membuat wanita itu, tak berdaya kemudian dia akan membunuh secara perlahan.
Gadis itu menitikkan airmata, kepala yang setengah terangkat kini terjatuh lemas di atas bantal.
Perlahan Dylan menggoyang pinggulnya, dia sangat menikmati, dia memejamkan mata tak peduli gadis itu telah menerima dirinya atau belum, yang jelas dia sangat menikmati penyatuan itu.
" Aah!
—Bersambung—