02. Dendam

1657 Words
Jika kebanyakan Mafia sering memasang wajah datar dan dingin maka beda dengan Dylan, dia hanya banyak diam kapanpun dan dimanapun, seperti saat ini, anak buahnya sedang beradu mulut tentang tawanan Dylan yang hampir melarikan diri tadi siang, untung saja anak buah Brian cepat berkerja sehingga gadis itu tak jauh melarikan diri. Dia hanya mematung mendengar suara anak buahnya yang saling menyalahkan satu sama lain. Saat ini, mereka sedang berkumpul untuk makan malam. " Apa saja yang kalian lakukan sampai gadis itu hampir melarikan diri?" Tanya Kim geram, karena Brian dan Natasha tak terima disalahkan. " Tidur sianglah! Lagipula ada Dylan yang menjaga gadis itu.." jawab Natasha lantang. Mendengar namanya di sebut, dia melirik Natasha sekilas tapi tetap diam. " Tu tu.. leher kamu apa tu?" Tunjuk Natalie di leher Natasha. Mata Natasha membola sambil menarik rambut sebahunya untuk menutupi lehernya. Sialan Brian! Ini pasti bekas cupang! Natasha memandang tajam pada Brian yang sedang tertunduk malu. " Huhu lukisan indah dari Brian.." kata Nick yang menyadari ada yang tak biasa dari kedua insan itu. " Tidak.." elak Natasha mana mungkin dia mengakui kalau mereka menghabiskan masa bercinta di kamar seharian. " Kok mukanya merah.." kata Natalie sambil tertawa kecil. " Berapa ronde?" " Kita tidak lakukan apapun kok.." Natasha masih coba mengelak dan mengutuk Brian dalam hati karena pria itu hanya diam saja. " kok lihat ke Brian lagi sih!" Goda Nick. Abigail dan Lee yang memang selalu berwajah datar dan dingin hanya terdiam sejak tadi sambil menikmati hidangan di depan mereka. " Apa gadis itu sudah makan.." tanya Dylan pada pelayan yang disuruhnya untuk menghantar makan malam pada gadis itu. Kim, Nick dan Natalie terdiam dari mengusik Natasha dan Brian mendengar suara bos mereka. " Dia tak mau makan, Tuan.. katanya dia mau pulang saja.." jawab pelayan itu takut takut. Tanpa kata lagi Dylan beranjak dari duduknya dan melangkah meninggalkan meja makan. " Apa dia mau membunuh gadis itu?" Tanya Natalie serius sambil memandang Dylan yang sudah jauh dari pandangan mereka. " Seperti tidak.." kata kim pula. *** Dylan memandang tawanannya yang sedang terduduk di hujung ranjang sambil memeluk lututnya. Kemudian pandangannya di alihkan kearah makanan di atas meja yang masih tak di makan. " Kenapa tidak di makan.." tanya Dylan sambil tersenyum pada gadis itu. Tawanan tersebut mendongak sejurus kemudian memundurkan diri ke belakang sambil meraih bantal untuk melindungi dirinya saat pria itu menghampirinya. " Ayo makan.." Dia membawa makanan itu keatas ranjang dan meletakkan tepat di hadapan gadis itu. " Saya tidak mau makan! Saya mau pulang.." kata gadis itu dengan bibir bergetar. Dylan memandang gadis itu dengan pandangan sulit di artikan, kemudian duduk di dekat gadis itu. " Mau pulang?" Entahlah tapi saat gadis itu mendengar pertanyaan itu, tiba tiba lidahnya kelu, dia takut salah bicara. Tiba tiba tangan besar pria itu naik keatas bahunya, automatik dia memejamkan mata, takut pria itu menyakitinya. Perlahan tangan itu beralih ke tengkuknya, kemudian dia paksa gadis itu dongakkan wajahnya. Matanya menatap bibir berwarna kemerahan itu, perlahan tangannya mengelus lembut bibir itu. " Maaf.." Suara gadis itu mengalihkan perhatian Dylan, Tiba tiba dia memegang sebelah muka gadis itu dan sedikit memiringkan kepala dan sepantas itu juga bibirnya mengecup bibir gadis itu. Dia mencoba menolak tubuh pria itu, tapi dia kalah tenaga, sampai pria itu menekan tengkuknya untuk memperdalam ciuman mereka. Perlahan tapi pasti ciuman itu beralih ke mukanya dan menjalar ke telinga membuat gadis itu menggeliat kegelian. " Ahh!" Secara spontan suara itu keluar dari mulutnya, dia membungkam mulutnya sendiri tak sangka desahan itu lolos begitu saja dari mulutnya, tapi pria itu terus menarik tangannya dan kembali menciumannya penuh ghairah. Ketika gadis itu sudah terbuai dengan ciuman memabukkan itu tanpa dia sadar pria mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. " Sekarang saatnya kamu makan.." bisik pria itu di dekat bibirnya. Belum sempat gadis itu bersuara tiba tiba dia merasakan benda dingin di lehernya, dan ketika dia menunduk untuk melihat, dia melotot memandang benda berwarna hitam itu.... Pistol? " Ayo makan.." Gadis itu yang tadi terbuai kini kembali ketakutan, apalagi pistol itu masih menempel sempurna di lehernya. " Makan sebelum aku berbuat kasar.." pria itu memberinya peringatan tanpa mahu di bantah. Secepat kilat gadis itu mengambil piring. Dia makan dengan buru buru, tapi terasa sulit telan karena ketakutan. " Good girl.." Dylan mengelus rambut gadis itu dengan hujung pistolnya membuat gadis itu bertambah ketakutan, tapi apa Dylan peduli dia malah tersenyum lebar melihat wajah ketakutan gadis itu, ini sangat seru! " Jangan bunuh saya, Tuan.." *** Semantara itu di ruang tamu, kim, Nick, Brian, Lee, Natalie, Abigail dan Natasha sedang menonton siaran bola seperti selalu. " Mana uangnya.." kata Brian yang sekali lagi menang taruhan. Tak berselang lama teriakan riuh dari Abigail dan Nick terdengar. " Mana uangnya.." Dengan wajah tak bersahabat Brian menyerahkan uangnya. " Asal kalah mukanya terus di tekuk.." kata Lee sambil menggeleng kepala. "Kulkas dua belas pintu Diamlah.." kata Brian kesal, tiba tiba seorang pegawal datang menghampiri mereka. " Tuan?" Pengawal itu membisikkan sesuatu pada Nick, automatik wajah pria itu berubah. " Ada apa, Nick.." tanya Kim saat pengawal itu sudah pergi. " Ada mata mata di markas tapi sudah di tangkap!" Kata Nick dengan gigi di ketap kuat. " Arh sial.." " Ayo Nick kita ke markas sekarang.." kata Natalie sambil menarik tangan Nick untuk berdiri. " Aku mau ikut kalian.." kata Kim yang turut beranjak mengikuti Nick dan Natalie yang telah pergi. *** Kim adalah anak buah kepercayaan Dylan, yang di tempatkan di bahagian pembuatan obat obatan ilegal, kemampuan bela diri dan menggunakan senjata tak dapat di ragukan lagi. Pria berusia dua puluh lapan tahun itu mempunyai sisi yang baik, walaupun terkadang dia juga bisa berbuat kejam, tapi masih bisa di kawal berbeda dengan bosnya, Dylan. Nick dan Natalie adalah saudara kembar, mereka adalah anak yatim piatu yang di temui Dylan di pasar malam yang sedang mengemis, saat itu usia mereka sama, lapan tahun. Nick dan Natalie yang memang tak bisa di pisahkan, kedua di tempatkan dibahagian pembuatan persenjataan dan percikan bom, kedua sudah di ajar sejak kecil oleh guru Dylan menggunakan senjata tajam dan senjata tajam lainnya, karena itu tak heran jika keduanya lebih mahir menggunakan senjata tajam daripada yang lain. Brian, pria berusia dua puluh lapan tahun, dia di percayakan oleh Dylan untuk memimpin keseluruh anak buah mereka, dia dan Natasha adalah membunuh bayaran hampir di seluruh negara, dengan anak buah mereka yang sudah di sebarkan di mana mana membuat kerja keduanya sangat mudah. Natasha, dia berusia dua puluh lima tahun, dia sama dengan Brian membunuh bayaran, namun bedanya Natasha lebih aktif memantau kondisi bisnes gelap mereka, dengan kelakuannya yang terkadang polos membuat orang orang tak menyadari jika dia adalah wanita Mafia. Lee, adalah secretary sekaligus tangan kanan Dylan, Pria berwajah dingin itu, aktif di perusahaan dan bisnes gelap, karena dia yang paling tahu tentang pasarnya dunia gelap.. kenapa dia aktif di keduanya walaupun sulit? Karena dia tak suka cara bosnya membunuh orang dengan sangat kejam karena itu setiap Dylan menyiksa tawanannya Lee sering menghilangkan diri. Abigail, dia adalah yang paling mudah, dengan usianya yang baru dua tahun empat tahun, dia telah aktif di perusahaan Dylan. Karena dia tak begitu menyukai yang namanya bau darah! Wajahnya yang datar, tatapan mata yang tajam dan sifat dinginnya membuat orang orang di sekitarnya takut padanya. Dan Dylan sendiri, walaupun dia adalah bosnya, tapi dia lebih mempercayakan perusahaan dan bisnes gelapnya ke anak buahnya, dan dia hanya fokus balas dendam terhadap... seseorang? Apa guna semua kekayaannya jika dia telah kehilangan seorang yang paling berarti dalam hidupnya. Walaupun dia jarang menampakkan diri, tapi dalam bisnes gelap ia paling di takuti, wajahnya yang ceria dan sering melemparkan senyuman manis.. bagi mereka yang tahu arti senyuman itu pasti bergetar ketakutan, tapi yang tak mengetahui tentu akan terpesona melihat senyuman manis itu. Semantara di perusahaan dia paling di hormati, perusahaannya yang ada dimana mana membuat orang orang munafik selalu menyanjunginya. *** Dylan tersenyum lebar mendengar permohonan gadis itu, apa? Jangan membunuhnya? " Mendekatlah.." katanya lembut. Gadis itu menggelengkan kepala, walaupun pria itu tak menunjukkan kemarahan di wajahnya tapi tetap dia takut. " Jangan membuatku marah, gadis kecil.." katanya dengan senyuman masih menghiasi wajahnya. " Tidak mau.." gadis itu merangkak ingin turun dari atas tempat tidur. " Rupanya kau suka aku berbuat kasar.." dengan sekali tarik gadis itu masuk dalam pelukannya. " Lepaskan.." dia meronta untuk melepaskan diri saat dia menyadari resleting celananya telah di buka oleh pria itu. " Aaah!" Gadis itu mendesah, dia panik ketika menyadari tangan pria itu sudah meraba bahagian bawahnya. " Bagaimana? Hem enak?" Tanyanya dengan giginya yang di mengatup rapat. " Apa kamu masih perawan? Argh s**t!" Geram Dylan, Dia menyentuh dengan jarinya, dua belahan di bawa sana. " Ahh ahh.. Tuan jangan!" Gadis itu berusaha menjauhkan tangan pria dari dalam celananya. " Ini pasti masih sempit.." Dylan membelainya dengan jarinya, tapi hal itu membuat gadis itu mendesah. Dylan sangat menikmati pemandangan ini, mata gadis itu terpejam, dengan mulut yang terbuka tapi detik berikutnya gadis itu menggigit bibirnya menahan desahan keluar. Dylan terus menggerakkan jarinya, dia juga tampak geram, sesekali dia menekan membuat gadis itu menjerit nikmat. " Ahh!" " Sepertinya kamu sangat menikmatinya.." ejek pria itu sambil tertawa kecil. " Ahh! Tuan... Jangan, ahh hentikan.." dia masih terus berusaha menarik tangan pria itu keluar dari dalam sana, sehingga dia merapatkan kakinya menghalang pria itu dari menggerakkan jarinya di bawa sana. Dylan yang semula hanya menggosok dengan jari telunjuknya benda kecil yang menonjol di dalam sana berubah menjadi tusukan, kaki gadis itu yang telah di rapatkan bukan halangan baginya. " Aahh! Tuan! Shhh.." gadis itu mencengkam bahu Dylan dengan kuat, tubuhnya bergetar hebat. " Enak bukan?" Wajah gadis itu memerah, puncaknya akan segera tiba, Dylan yang menyadari itu mempercepatkan tusukannya. Sampai akhirnya gadis itu menjerit tertahan. " Ahhh tuannn.." Dylan menarik tangan, lalu memandang telunjuknya yang di penuhi cairan gadis itu. Dia memandang wajah gadis itu yang masih mengatur nafasnya. Kau tidak ada kesalahan denganku tapi nama belakangmu membuatmu ikut terlibat.. Jackson? —Bersambung—
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD