Bak patung gadis itu hanya terdiam, dia bergerak ke atas dan ke bawah sesuai hentakan yang di berikan pria itu.
" Kenapa diam? Apa kau tidak menikmatinya?"
Tanya Dylan yang terus menggerakkan pinggulnya. " s**t! Ahh!" Pria itu mengerang nikmat, matanya terpejam dan terus menikmati gerakan yang dia berikan.
" Ahh! Ayo mendesah, sayang.." Dylan mengelus benda kecil yang menonjol di antara belahan indah yang sedang berdiri tegak seakan menentangnya.
Gadis itu mulai tak bisa mengendalikan dirinya, dia merasa ada sesuatu aneh memaksa mulutnya untuk mendesah.
" Ahh.. ahh.. ahh.."
Dylan tersenyum senang, gadis itu telah menikmati permintaannya. " Ayo sayang!" Dylan yang semula hanya mengelus lembut kini bahkan sampai mencubit geram benda merah yang menonjol itu.
" Ahhhh... Tuan.." gadis itu membusungkan d**a ke atas dan detik itu juga Dylan menusuknya dengan lebih dalam.
" Aaaah!"
Dylan tersenyum melihat gadis itu telah mencapai puncaknya. " Bagaimana? Enak? Mau lagi.. Hem?"
Dia enggan berhenti, ia meremas bahagian d**a gadis itu dan terus menggerakkan pinggulnya, kemudian dia menunduk untuk menghisap hujung dadanya.
" Ahh.." gadis itu terus mendesah nikmat sambil memejamkan mata namun ketika pria itu menusuknya lebih dalam, automatik matanya berbuka dan terus menjerit nikmat.
" Apakah begitu enak sampai kau tak berhenti mendesah... Hemm?"
Gadis itu tak peduli dengan ocehan pria itu,
Hentakan demi hentakan yang di berikan membuat gadis itu seolah melayang.
Tiba tiba Dylan berhenti membuat gadis menatapnya seakan mahu protes.
" Kenapa? Mau protes?" Ejek Dylan sambil membalikkan tubuh gadis itu lalu menarik pinggulnya. " Mau lagi, sayang?"
" Aaaah!"
Gadis itu menjerit kuat, saat tiba tiba pria itu melesakan miliknya dengan sangat kasar.
Dylan menahan pinggul gadis itu dengan kedua tangannya sambil menghentakkan pinggulnya.
" Aah! s**t, f**k!" Umpat pria itu, dia sudah hampir mencapai puncaknya.
Bola mata gadis itu membola saat merasakan milik pria itu semakin membesar di dalam sana.
Dylan menggeram sambil mencepatkan hentakan pinggulnya, suara peraduan dari kulit mereka terdengar begitu jelas.
Sampai akhirnya, gadis itu merasakan sesuatu yang hangat menyembur di dalam rahimnya.
" Aahhh!
Nafas mereka saling bersahutan, d**a pria itu turun naik, pelepasan yang sangat indah.
Dia masih mau mengulanginya lagi.
Dylan membalikkan tubuh gadis itu yang masih menikmati pelepasannya.
Dylan mengangkat sebelah kaki gadis itu dan menyentuh lembah itu yang tampak memerah dan bengkak karena ulahnya.
Pusakanya yang kembali tegak di urut urut, berikutnya dia mengarahkan miliknya untuk mencari pintu kenikmatan.
" Aaahh!"
***
" Awas saja kalau sampai kau menipuku! Aku akan memanggangmu hidup hidup.." ancam Nick sambil menuju mobilnya di ikuti Kim dan Natalie dari belakang yang tampak meringis mendengar ancaman itu.
" Masuk.." Nick menolak tubuh pria itu masuk dalam mobil. " Awas kau lari.."
Nick masuk ke dalam mobil, lalu memandang pria itu seakan mahu di makannya hidup hidup. " Jangan sesekali kau membalas pandanganku.." tuding Nick tepat depan mata Nicky.
" Baik, Tuan.. maaf.." Nicky menunduk takut.
" Kalian sudah siap.." Nick menoleh ke belakang melihat Kim dan Natalie.
Kim tampak sudah sibuk dengan ponselnya semantara Natalie memandangnya sambil menaikan hujung alis. " Dari tadi, kamu saja yang kebanyakan bicara.."
Nick kembali memandang ke depan seraya berdesis kesal, sekilas ia melihat pria di sampingnya itu yang tampak menahan tawa.
Tapi sebenarnya Nicky sedang menahan sakit di pahanya bukan ingin mentertawakan Nick yang di ejek Natalie sebentar tadi.
" Hey sialan! Apa yang lucu.." Nick memukul kepala pria itu dengan kasar membuat Nicky berteriak kecil, dan saat itu Nick sadar Nicky sedang memegang luka di pahanya.
" Ada apa lagi ini?" Tanya Natalie geram.
" Nick, kapan kita berangkat.." tanya Kim pula.
" Dia mentertawakanku.." geram Nick sambil mulai menancapkan gas mobilnya meninggalkan markas pertama.
Sepanjang perjalanan, tiada seorangpun dari mereka yang membuka bicara, Nick yang sedang menyetir melirik kearah Nicky yang sedang melihat keluar seperti memikirkan sesuatu.
" jangan berfikir untuk kabur apalagi mau meloncat.." kata Nick memecahkan keheningan dalam mobil itu.
" Tidak, Tuan.. saya hanya lagi memikirkan keluarga saya.." jawab pria itu pelan.
Nick tak lagi bersuara, dia melajukan mobilnya kearah markas yang di ketuai Kim.
Tak berselang lama, mereka sudah hampir sampai, mobil Nick melewati banyak ke kepohonan di tepi jalan, dan markas itu berada agak dalam hutan.
Saat mobil Nick sudah dekat, dengan sendiri gerbang tinggi itu terbuka dari dalam.
Nicky ternganga melihat kemegahan rumah itu yang seperti istana. " Mewah sekali rumahnya, Nona.." kata Nicky pada Natalie.
" Ini markas, Nick.." jawab Natalie tanpa menyadari dia telah salah menyebut nama.
" Nata.. don't start.." kata Nick menekan setiap kalimat di lontarkan.
Mereka turun dari mobil, dan Nicky masih mengagumi kemegahan markas bak istana itu.
Di gerbang dan pintu masuk dalam markas tersebut, banyak sekali penjagaan disana.
" Jadi dimana keluargamu?" Tanya Natalie mengalihkan pandangan Nicky dari mengagumi markas tersebut.
" Rumah saya tidak jauh dari sini, Nona.." jawab Nicky seakan tersadar, ini bukan waktunya mengagumi markas itu.
" Setelah ini kita kesana.."
Nicky tersenyum sambil mengangguk.
" Dimana Kim.." tanya Natalie yang sudah tak melihat pria itu.
***
Kim masuk menuju ruangan perbuatan obat obatan, sesampainya disana tampak semua sibuk dengan kesibukan masing masing.
Sebenarnya kedatangan Kim hari ini, tidak ada yang tahu, itu karena tidak ada seorangpun menyambut kedatangannya seperti selalu.
Sehingga seseorang datang menghampirinya saat melihat kedatangan Kim.
" Apa semua aman.." tanya Kim sambil menatap pria yang dipercayainya untuk memantau perkerjaan orang orang dalam markas.
" Ya, Tuan.."
Kim tak bersuara lagi sehingga dia melihat ada seorang pria yang sedang tertunduk mengedus ngedus benda putih seperti tepung yang di taruh dalam sebuah piring, dia mengedus menggunakan sedutan.
" Sepertinya nikmat.." tanya Kim yang sudah berdiri didepan pria itu.
" Ya, iyalah.." jawab pria itu tak menyadari dia berbicara dengan siapa karena masih sibuk dengan benda putih itu.
Kim terus mengambil pistol dari balik bajunya, dan menembak kepala pria itu hingga tewas.
Suara tembakan itu membuat suasana yang tadi sunyi, kini mendadak ketegangan menyelimuti mereka, apalagi yang perempuan sampai menggigil ketakutan.
" Ini yang katamu, AMAN!" Teriak kim memenuhi ruangan itu. " Periksa semua yang menggunakan barang ini, dan langsung habisi.." perintahnya pada pengawal bertubuh besar yang berdiri di samping pintu.
Dalam markas itu ada peraturan yang harus di patuhi, iaitu di larang menggunakan ubat obatan tersebut, mereka hanya boleh menjual tapi tak bisa menggunakan barang dan obat obatan tersebut.
" Dan kau sendiri.." Kim menunjukkan kearah pria kepercayaannya itu. " Saya curiga kau juga memakainya.."
" Ada apa, Kim.." tanya Nick yang berlari masuk ke ruangan itu. " Astaga! Apa yang terjadi.."
Ketika melihat wajah pria yang sudah tak bernyawa itu dengan mata terbuka, sudut mata Nick terus berubah. " Kau membiarkan dia memakai barang tidak ada guna itu.." tanya Nick marah.
" Maaf, tuan.." kata pria berambut licin itu.
" Maaf, huh?!" Nick terus merebut pistol dari tangan Kim dan menembak kaki pria itu.
" Argh!" Pria berambut licin itu tumbang sambil memegang kakinya yang terkena tembakan.
" DIAM!" Teriak Nick, saat suara teriakan ketakutan perempuan dan lelaki dalam ruangan itu memekakkan telinganya.
" Apa kalian mau bernasib seperti mereka? Huh?" Tanya Nick sudah tersudut emosi.
Semua serentak menjawab 'tidak'. Dan benar benar ketakutan.
" Guys... Ada menyusup!" Kata Natalie yang
tiba tiba masuk dalam ruangan itu.
" Mana pria itu?"
— Bersambung —