" Semua ini gara gara papa.." teriak gadis berusia tiga belas tahun itu.
" Mama meninggal karena papa.." teriaknya lagi meluahkan semua perasaan marah dan kesal pada ayahnya.
Pria berjas hitam itu mendekati anaknya yang sedang mengamuk besar.
" Jangan mendekat!" Teriak gadis itu sambil mendorong tubuh ayahnya.
" Seumur hidupku, aku tak akan pernah memaafkanmu.." gadis itu yang terisak isak meninggalkan ayahnya.
Dia memasuki kamar dan membanting pintu dengan kuat.
Kemewahan dan kekayaan yang selama sembilan tahun itu di nikmatinya ternyata adalah hasil pembunuhan ayahnya.
Dia menangis sampai tersedu sedu karena sangat terpukul mendengar kabar itu.
Di tambah lagi ibunya telah meninggal, dan yang membunuh sang ibu adalah pemilik kekayaan itu yang sebenarnya.
Kini, mereka hanya sebatang kara karena pemilik rumah dan semua kekayaan mereka itu sudah kembali ke tangan yang seharusnya.
" Mama.." isaknya.
Cristal kembali teringat masa lalunya yang ingin sekali dilupakan itu, namun karena pria yang sudah dua kali menolongnya itu bertanya, dia kembali teringat peristiwa itu.
Dia ingin sekali membalas perbuatan pria yang telah membunuh ibunya, namun ketika mendengar makian dan marah pria itu, dia seakan tersadar pria itu tak akan berbuat di luar batas tanpa sebab.
" Kau membunuh ayah, ibu, kakak dan adikku lalu sekarang kau meminta ampun dariku.." pria itu dengan penuh kebencian menendang wajah pria paruh baya Itu.
" Tidak akan! Kau juga telah membunuh Sonya.." teriak pria itu lagi.
" Nick, Brian.. cari anaknya dan serahkan pada pengawal di depan, pasti mereka akan menyukai barang baru.." pria itu tersenyum devil.
" Tidak, jangan lakukan.."
Cristal yang sadar keberadaannya sudah tak aman, dia mundur ke belakang dan tanpa sengaja dia tertendang sesuatu hingga jatuh, dan saat yang sama seseorang menutup mulutnya.
Dia menoleh dan mendapati seorang pria bertubuh tinggi sedang membungkam mulutnya, tapi Cristal tak dapat melihat karena pria itu sedang memakai mask.
Tiba tiba tempat itu meledak, pria itu memukul batang lehernya hingga pingsan.
Dan saat dia sadar dia sudah berada di sebuah rumah kecil, ayahnya yang sudah babak belur duduk di kerusi tak jauh darinya.
" Nak?" Pria paruh baya itu memandangnya dengan lesu.
Cristal membenci muka tak tahu malu itu.
" Kenapa bukan kau saja yang mati sialan.." teriak Cristal sambil menangis terisak isak.
Cristal tertunduk di depan penolongnya itu sambil menangis yang entah kenapa sulit sekali untuk membuat dia tak menangis.
Lee serba salah melihat gadis itu menangis, Namun dia memilih diam tanpa mengatakan apapun.
" Hello.."
Cristal mendongak memandang Lee yang sedang menerima telefon dari seseorang.
" Ok, aku kesana.." tanpa mengatakan apapun Lee bergegas pergi meninggalkan Cristal.
Cristal di buat melongo dengan kelakuan pria tak berperasaan itu.
***
Abigail sudah duduk di ruang meeting. Gadis itu tampak gelisah karena Dylan masih tak kunjung datang.
Dia memandang ponselnya yang tidak ada pesan masa sekali, hingga kemudian Lee dan Dylan memasuki ruangan itu membuat Abigail mengerutkan keningnya.
" Lee.."
Lee hanya diam lalu duduk di sebelah gadis itu sambil memegang sebuah map.
" Apa itu?" Tanya Abigail berbisik di dekat pria itu.
" Dylan benar benar keterlaluan, dia mengancamku akan meledakkan apartmentku kalau tak pendapatkan laporan ini, hari ini juga.." adu Lee dengan wajah sangat kesal.
" Memangnya itu laporan apa?" Tanya Abigail lagi, namun belum sempat Lee menjawab seseorang memasuki ruangan itu.
Pria itu dengan santai duduk di kerusi, dan memberi isyarat pada Lee untuk menyerahkan map itu padanya.
" Maaf sebelumnya tuan Dylan..." Kata salah satu dari pria di ruang meeting itu. " Tuan Dylan sudah kembali mempimpin perusahaan ini.."
" Iya..." Lee menjawab bagi pihak Dylan, karena pria itu hanya mendiamkan diri.
" Bukankah seharusnya di umumkan agar kami tak kaget dengan kedatangan tuan secara tiba tiba.." kata pria itu lagi di sokong oleh sebahagian dari orang di ruang meeting itu.
" Benar sekali.."
" Jangan mentang mentang tuan adalah pemilik perusahaan ini, seenaknya saja.."
" Bukankah ini namanya tidak berdisiplin.."
Lee dan Abigail bersaling pandang sebelum menjatuhkan pandangan kearah Dylan yang sedang tersenyum... Aneh?
" Tidak berdisiplin?" Dylan bersuara lalu tersenyum lagi, dia sangat santai.
" Bacakan.." perintah Dylan pada Lee sambil menyerahkan surat laporan itu pada Lee.
Lee mengangguk dan mulai membaca surat laporan tersebut di depan semua orang.
" Bulan lalu, kami mendapat laporan dari pihak bank, bawa ada hal yang tidak wajar, perusahaan telah keluarkan uang berlipat lipat.."
" Kemudian minggu lalu, juga mengeluarkan uang perusahaan yang sangat banyak.." lanjut Lee dengan wajah serius.
" Setelah kami selidiki ternyata uang itu di transfer ke rekening tuan Robert Zuan.."
Abigail yang sudah faham apa yang sebenarnya yang terjadi membagikan ke masing masing anggota rapat.
Pria yang seakan merendahkan Dylan tadi, kini sudah berubah pucat.
Seketika keadaan meeting itu menjadi sangat heboh saat mereka membaca hasil audit itu.
" Tidak mungkin.." gumam Robert Zuan sambil menggelengkan kepala.
" Benar benar tidak berdisiplin, tindakanmu melanggar aturan perusahaan!"
" Tindakan ini juga akan merugikan perusahaan.." gumam yang lain.
" Apa pendapat anda tentang ini, tuan Robert Zuan.." tanya Lee sedikit menyindir.
" Jual saja sahamnya.." lanjut Abigail sambil tersenyum kecil.
Semantara Dylan yang merasa urusannya di ruangan itu sudah selesai meninggalkan ruang meeting.
Kejadian heboh di ruangan itu masih tak kunjung berhenti, Robert Zuan benar benar di maki oleh anggota yang lain.
Lee dan Abigail juga keluar dari ruangan dan mendapati dua pengawal Nick sedang berdiri di depan pintu ruang meeting.
" Apa yang mereka lakukan disini.." kata Abigail tak mengerti dengan kehadiran dua pria itu.
" Sebentar..." Lee coba berfikir apa yang di lakukan dua pria itu hingga kemudian dia bersaling pandang dengan Abigail.
" Mau menangkap Robert Zuan.." kata kedua serentak, juga kaget.
Memang Robert Zuan alamatnya adalah kematian, karena Dylan pasti tak akan memaafkan pengkhianat, apalagi pria itu sudah membuat perusahaan peninggalan ayahnya rugi besar.
Lee terus melangkah menuju ruangan Dylan, dan ini bertanya apakah firasatnya itu benar.
" Dylan.." tanpa mengetuk pintu terlebih dulu Lee terus masuk di ruangan Dylan.
" Apa kau tidak punya tangan untuk mengetuk pintu sebelum masuk.."
Lee tak peduli, dia terus bertanya mengenai pegawal Nick yang berada di depan ruang meeting. " Pengawal Nick apa yang mereka lakukan di—"
" Mau menangkap pengkhianat itu.." jawab Dylan sebelum Lee selesai berbicara.
" Dia punya anak istri, Lan.. yang harus—"
" Ku harap kau tak coba coba menghalangiku Lee.." Dylan memberikan tatapan peringatan pada Lee.
" Lagi pula comel sudah lama sekali tak memakan daging manusia.. peliharaanku itu memang sedikit pemilih, dia tak mau memakan daging hewan sepertinya, dia lebih suka daging manusia apalagi jantungnya.."
" Kau benar benar psikopat, Lan.." geram Lee sambil bergidik ngeri.
Dylan melonggarkan dasinya, yang seakan mau mencekik lehernya. " Kenapa di ruangan ini panas sekali.."
Lee mencebikkan bibir sambil memandang AC di ruangan itu yang masih sedang on.
" AC di ruangan ini sedang on, Lan.." kata Lee kemudian memandang Dylan yang sudah tertunduk. " Lan.."
Lee mendekati Dylan, kenapa pria itu cepat sekali tertidur apalagi dengan posisi tak nyaman seperti itu.
" Dylan?"
" Dylan kenapa, Lee.." tanya Abigail yang baru memasuki ruangan itu sambil membawa dua gelas kopi.
" Pingsan kali.." jawab Lee tak yakin.
~ Bersambung ~