Dylan memperhatikan Sarah dari jauh yang tampak lahap sekali makannya.
Gadis itu tak menyadari kehadirannya sehingga dia makan dengan begitu tenang.
" Ehem.." dia berdeham pelan membuat gadis itu mendongak memandangnya.
" Tuan.." Sarah yang masih lapar sebenarnya beranjak memberi hormat pada Dylan.
" Banyak sekali makanmu.." tanya Dylan lalu duduk di sebelah gadis itu. " Ayo makan lagi.."
Sarah hanya diam, nafsu makannya telah hilang karena kehadiran pria itu di sampingnya.
" Kenapa tidak di makan.."
Sarah tersenyum masam, lalu tertunduk.
" Tuan mau minum apa?" Tanya seorang pelayan dengan sopan pada Dylan.
Dylan hanya memandang pelayan itu tanpa berkata apa apa.
Melihat pria itu tak menjawab pertanyaan pelayan itu, Sarah segera was was.
" Temani aku ke depan.." Dylan menarik tangan gadis itu berdiri.
" Baik Tuan.." Sarah mengikuti pria itu dari belakang sambil menundukkan kepala.
Dylan yang tiba tiba berhenti, membuat Sarah menabrak tubuh Dylan dari belakang.
" Maaf tuan.."
" Aku akan berangkat kerja.." kata Dylan tanpa mempedulikan permintaan maaf Sarah.
" Baik.." jawab Sarah sedikit bingung karena pria itu pamit padanya.
" Itu saja?"
" Huh?"
" Cium saya, Sayang.."
" Apa?"
Sarah melihat sekeliling karena saat ini, mereka sudah berada di depan rumah megah itu, tentu saja banyak sekali pengawal disana.
" Tuan.. disini banyak orang.." kata Sarah berbisik.
Dylan menghela nafas lalu melihat ke belakangnya, kalau sebelum ini pengawal dirumah itu hanya sepuluh orang kini hampir dua ratus orang yang menjadi pengawal dirumah itu.
" Kenapa semakin banyak saja pengawal disini, Tuan.."
" Pengawal untuk menjaga keselamatan istri Brian, pria itu setelah menikah benar benar lebay..." Jawab Dylan, tanpa dia sadar ini kali pertama dia menjawab soalan yang menurutnya tak penting selama ini.
Padahal rumah itu cukup ketat penjagaan, tapi entah kenapa Brian tak mau mengambil risiko katanya, dia tetap dengan pendirian menambah pengawal keselamatan dirumah itu.
" Jangan mengalihkan bicara, cium saya sekarang."
Sarah meneguk salivanya dan kembali melihat sekitar, yang benar saja mereka akan berciuman di depan banyak orang seperti itu.
" Perintahkan pada mereka semua untuk menutup mata.." kata Dylan pada salah satu pengawal.
Nick dan Natalie yang sudah berdiri depan pintu sejak tadi melihat kelakuan Dylan yang tampak aneh.
" Itu benar Dylan, kan?" Tanya Nick.
" Sekarang mereka sudah tutup mata, ayo!"
Sarah mengangguk pasrah, Dylan yang tak sabar menarik pinggang Sarah sambil menundukkan wajahnya. " Ayo cium.."
" What? Dylan?" Natalie menutup mulutnya karena kaget melihat aksi Dylan menarik Sarah dalam pelukannya.
" Ada yang tidak beres." kata Nick tak kalah kaget dari Natalie.
Sarah yang di tarik begitu, spontan langsung menempel bibirnya di bibir pria itu tanpa sengaja.
Untuk seketika Sarah bingung harus melakukan apa, bibir mereka hanya menempel tanpa ada pergerakan.
" Cium saya.." perintah Dylan dan kembali menempelkan bibirnya di bibir Sarah.
Sarah mulai membuka mulutnya dan mengulum kecil bibir pria itu.
Dylan memejamkan mata, walaupun gerakan bibir Sarah sangatlah kaku, tapi Dylan menyukainya, dia bertambah memeluk tubuh gadis itu.
Perlahan tangan sebelah Dylan menelusup ke balik rambut gadis itu dan mendorong kepala Sarah supaya ciuman mereka semakin intens.
Nick yang melihat itu sampai meneguk salivanya, dia kembali teringat Anna yang di ciumnya karena kesal pada gadis itu.
Dylan melepaskan ciumannya dan membiarkan Sarah mengatur nafasnya.
Tangannya masih bertengger di belakang kepala Sarah, dia menempelkan kening mereka.
" Aku berangkat.." bisik Dylan tepat di bibir gadis itu yang tampak basah dan memerah
Karena ulahnya.
" Nick, Natalie.. ayo berangkat." Lanjutnya sambil memandang ke belakang Sarah.
Kedua mata Sarah membulat sempurna sambil menoleh melihat kedua kembar itu berdiri tak jauh dari mereka, apakah mereka melihatnya?
" Take care.." Dylan mengelus rambut gadis itu dan masuk dalam mobil di sebelah Nick.
Sarah tersenyum lalu tertunduk malu, Dylan memperhatikan gadis itu spion mobil sambil tersenyum.
Nick menoleh ke belakang melihat adik kembarnya yang juga tampak heran, tapi kedua memilih diam.
***
Lee keluar dari kamarnya sambil memperbaiki dasinya, hari ini dia akan ke kantor seperti biasa, walaupun pangkatnya sudah kembali turun sebagai secretary lagi.
Dia melihat ke sofa, tempat dia menidurkan gadis itu semalam. " Kemana gadis itu?"
Kemudian dia memandang ke pintu kamar sebelah kamarnya, karena apartment itu mempunyai dua kamar. Mungkin dia lagi di kamar, fikirnya.
Ketika dia ingin melangkah menuju dapur tiba tiba seseorang mengetuk pintu apartmentnya dari luar.
Dia mengurungkan niatnya ke dapur, dan dia melangkah mendekati pintu.
Lee membuka pintu dengan ekspresi muka yang sangat datar seperti selalu.
" Ini pesanan, Tuan.." kata pria itu sambil mengangkat paper bag dengan senyuman sumringah.
Namun hanya di tetap datar oleh pria itu membuat pria menghantar paper bag serba salah.
" Saya permisi.."
Lee tak berkata apa apa dan terus saja menutup pintu ketika pria menghantar paper bag itu masih di depan pintu.
Pria itu hanya bisa terperangah depan pintu kemudian melangkah pergi meninggalkan apartment itu.
Lee meletakkan paper bag berisi pesanannya
di atas meja makan.
Lalu melangkah ke rak piring untuk mengambil piring dan lain lainnya.
Cristal yang mengintip pria itu dari dalam kamar meneguk salivanya melihat pria itu mengeluarkan makanan dari dalam paper bag dan di alihkan ke dalam piring.
" Aku lapar sekali.." dia mengelus perutnya yang sudah sangat kelaparan.
Lee yang menyadari gadis itu sejak tadi mengintipnya mula bersuara. " Ayo makan.."
Cristal hampir berlari kaget ketika pria itu tanpa memandangnya mengajaknya bicara.
" Saya, Tuan.." tanya Cristal memastikan.
Lee tak bersuara lagi dan memilih duduk sambil menyedok nasi dan lauk ke piringnya.
" Sepertinya memang aku yang di panggilnya makan.." gumam Cristal dan perlahan mendekati pria itu.
Lee memandang gadis itu sambil mengerutkan keningnya.
Cristal sendiri serba salah di pandang seperti itu, apa memang bukan dia yang di ajak makan tadi.
Lee mulai makan tanpa pedulikan gadis itu yang memandangnya tanpa berkelip.
Bunyi perut Cristal yang kelaparan memecahkan keheningan antara mereka.
Cristal segera memegang perutnya, dia sangat malu dan berharap pria itu tak mendengarnya.
Lee tertunduk sambil tersenyum kecil, lalu segera mendongak dan memasang wajah datarnya lagi.
" Makan.." Lee sedikit menolak piringnya kearah gadis itu.
" Terima kasih.." Cristal tanpa malu terus melahap makanan itu, karena memang dia sudah sangat lapar.
Lee yang sedang meminum air dalam gelas memandang gadis itu yang begitu rakus memakan.
" Tuan... terima kasih atas pertolonganmu semalam.."
Lee sudah sibuk dengan ponselnya saat ini tak menjawabnya.
" Tuan.."
Lee masih sibuk dengan ponselnya meski dia mendengar panggilan gadis itu tapi dia memilih tak menyahut.
" Tuan.."
Kali ini Lee menjelingkan mata kearah gadis itu tanpa suara.
" Maaf, Tuan.." Cristal serba salah, juga takut melihat tatapan mata pria itu begitu tajam kearahnya.
" Siapa kamu sebenarnya?" Tanya Lee dengan suara seperti menyiasat sesuatu.
Cristal meneguk salivanya lalu membalas pandang pria itu.
" Siapa saya?"
~ Bersambung ~