11. Masa Lalu Dylan

1551 Words
" Bos.." kata seorang pengawal datang menghampiri Dylan yang saat ini sedang mencambuk tubuh sang tawanan. " Air panasnya sudah di siapkan.." Dylan tersenyum lebar lalu mengalihkan pandangan kearah sebuah pisau bedah. " Maafkan saya, Tuan.. saya hanya menjalankan perintah.." kata itu dengan suara tak jelas. " Saya tahu.." jawab Dylan sambil memainkan pisau bedah di muka pria malang itu. " Lalu yang memerintahkanmu itu siapa?" " Maafkan saya, Tuan.." Dylan bergumam kesal karena hanya itu yang keluar dari mulut pria itu sejak tadi. " Maafkan saya...arghhh!" Dia berteriak kesakitan saat sebelah telinganya di potong Dylan menggunakan pisau bedah. " Arghhh!" Nick dan Natalie hanya bisa meringis, mereka seolah turut merasakan sakit yang sama. Darah dari telinga pria itu mengalir ke wajahnya dan membasahi baju putihnya. Dylan tak terus berhenti, kini sasarannya adalah muka sebelah kanan pria itu, tapi belum sempat dia melakukan apa apa, pria itu menendangnya hingga Dylan terbanting ke belakang. " Lan.." Nick dan Natalie menghampiri Dylan, mau menolong pria itu, tapi belum sempat mereka mendekat Dylan sudah memberi isyarat untuk jangan mendekat. " Ikat dia..." Perintah Dylan pada anak buahnya, dua orang bertubuh tegap membanting tubuh pria itu. " Lepaskan.." teriak pria itu terus meronta. " DIAM!" Teriak salah satu anak buah Dylan di susuli pukulan keras di wajahnya. " Cepat ikat dia.." Kedua tangan pria itu di tarik ke belakang lalu di ikat dengan besi, kedua kakinya juga turut di ikat. " Tuan, sudah siap.." " Mana gunting kesayanganku.." tanya Dylan lalu alihkan pandangan kearah pria itu dengan wajah babak belur. Bak iblis, Dylan malah senang melihat wajah pucat pria itu, dia semakin tersenyum lebar melihat pria itu terkencing dalam celana karena ketakutan. Dylan menunduk dekat pria itu lalu mulai menggunting celana panjangnya. " Burung kecilmu ini telah mengotori tempatku.." Dylan melihat kearah pengawal sambil mengisyaratkan untuk memegang pusaka pria itu. " Tidak! Tidak! Jangan.." teriak pria itu menangis mengiba serentak itu tubuhnya bergetar ketika benda dingin itu sudah mau menggunting pusaka kebanggaannya. " Arghhh!" Dylan menulikan telinganya, dengan perlahan tangannya menggunting benda itu. Nick dan pengawal dalam ruangan itu sampai memegang pusaka mereka sambil meringis melihat Dylan dengan santai menggunting benda kecil itu. " Argh! Ampun.." " Berikan pada sih comel.." perintah Dylan Ketika pusaka kecil itu terpotong. Pria itu berteriak histeris dan menangis. " Sakit.." Dylan melihat arloji mahalnya lalu mengalihkan pandangan kearah Nick dan Natalie. " Ayo keluar dari sini.." Tapi sebelum keluar dari sana Dylan mengambil cangkul dan kembali menghampiri pria itu yang masih meraung kesakitan. Dylan mengangkat tinggi tangannya dan dengan sekuat tenaga menyangkul kaki pria itu hingga mau putus. " Arghh!" " Kau akan terus hidup sebelum kau jawab pertanyaanku.." Tubuh pria itu bergetar karena kesakitan dan ketakutan. " Biarkan dia seperti ini.." kata Dylan pada pengawal yang menjaga ruangan itu. " Oh ya.. potong daging di bahagian kaki dan tangannya, tapi ingat jangan membunuhnya." " Baik,Tuan.." Dylan dan kedua anak buahnya meninggalkan ruangan itu. Semantara di ruangan itu dua pengawal mengambil pisau lalu tersenyum devil kearah pria yang sudah tak terdaya itu. Dan kemudian dua orang yang mengambil tempat untuk menyimpan daging yang akan mereka potong dari anggota tubuh pria itu kembali. Pria itu meraung meminta ampun, dan meminta berhenti ketika ke empat pengawal itu mula sibuk memotong perlahan tangan dan kakinya. Tapi sebelum itu, Mereka terlebih dulu mengambil kulit pria itu. " Arghhh." *** Dylan kembali ke kamar dan terus menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tak berselang lama dia keluar dari kamar mandi, kemudian dia duduk di samping ranjangnya. Dia memandang lurus ke depan, dia terlalu fokus dalam fikirannya sendiri sehingga tak sadar airmata mengalir dari kedua matanya. " Sebentar lagi, semua akan terbalas.." gumamnya pelan, tangannya mengepal kuat. Flashback... Dulu dylan adalah seorang yang ceria, dengan keluarga yang harmonis, Dylan adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Tapi di balik keharmonisan itu ada orang yang iri, sehingga sesuatu ketika saat Dylan yang baru balik sekolah melihat ada tiga mobil terparkir di halaman rumah. Dylan bukannya curiga dia malah tersenyum sumringah, mengira itu adalah keluarga dari pihak mamanya. " Mom? Grandpa datang ya?" Dia berlari masuk tapi baru dia tiba depan pintu seseorang mengangkat tubuh kecilnya. " Diam!" Bisik orang di dekat telinga Dylan. Orang itu membawa Dylan bersembunyi. " Paman siapa?" Tanya Dylan pelan saat dia di lepaskan. " Itu mobil siapa, paman?" Belum sempat orang itu menjawab tiba tiba dari dalam sana terdengar tembakan. " Mommy!" Teriak Dylan kencang menyadarkan orang orang di dalam sana, kalau bocah yang terkumpul di ruang tamu itu hanya tiga orang. " Tangkap anak itu.." perintah yang merupakan ketua. " Jangan sampai dia lolos.." " Ayo tuan muda.." orang itu sekali lagi mengangkat tubuh Dylan membawanya lari. " Aku mau melihat Mommy, Paman.." tangan kecilnya itu memukul pundak orang itu. " Daddy.." Dylan masih memukul pundak orang itu, dia meronta minta di lepaskan. " Diam.." orang itu memeluk tubuh Dylan sambil menutup mulutnya. " Jangan menangis.." " Dimana anak itu?" Orang itu kaget karena suara itu cukup dekat dengan mereka. " Ayo cepat cari.." teriak yang lain. " Tidak ada, Tuan.." kata yang lain. Sampai akhirnya mereka meninggalkan tempat itu, orang yang sedang memeluk Dylan menarik nafas lega. " Lepaskan.." Dylan menggigit tangan orang itu hingga dia terlepas dan terus berlari kembali ke rumahnya. " Argh! Sial.." gumam orang itu dan mengikuti Dylan. " Tuan... Anak itu lolos.." lapor salah satu anak buah pria berjas putih itu. Dylan yang telah tiba di depan rumah melihat banyak pengawal di depan. Dengan bersembunyi sembunyi, dia berputar ke belakang, dia masuk dari pintu dapur. Disana aman, di ruangan makan yang luas Dylan berlari menuju ruang tamu, namun dia terhenti ketika bertemu pandang dengan kakak sulungnya. Pria itu menggelengkan kepala, tanda dia tak mau Dylan masuk ke ruang tamu. Pria berjas putih itu yang sadar, salah satu tawanannya melihat kearah dapur memerintah anak buahnya untuk memeriksa. Dylan masuk ke dalam kotak besar di dapur itu, dan sang kakak melihat jelas. Semua tempat di periksa dan terakhir salah satu dari pria itu menuju kearah kotak tempat Dylan bersembunyi. " Hey sial, Jangan berani kau mengacau barang barangku." Dylan mendengar teriakan marah sang kakak, tak lama itu suara tembakan terdengar lagi, di iringi jeritan tangisan mama, kakak kedua dan adik bongsunya. " Apa dosa kami pada kau, Jackson.." teriak sang ibu marah sambil memeluk anak lelakinya yang sudah tak bernyawa. Di ruangan itu ayah Dylan sudah pun meninggal dengan kepala berlubang. " Karena keluarga ini bahagia diatas penderitaanku.." jawab Jackson enteng. " Matilah kau, Jackson.." teriak wanita itu marah. " Kau tidak berhak hidup di dunia ini, sebaiknya kau mati saja.." Bukannya marah, pria itu malah tertawa terbahak bahak. " Bajingan.." wanita itu yang seperti terpancing beranjak dan memukul mukul d**a Jackson dengan penuh amarah. Jackson menangkap kedua tangan mungil itu, lalu di banting ke sofa, berikutnya dia membuka ritsleting celananya. Wanita itu yang sadar apa akan berlaku seterusnya, menggelengkan kepala. " Ayo, sayang.. kita bermain sebentar.." Jackson mendekat tapi segera di tendang wanita itu. " Pergi kau bajingan.." Jackson tertawa lagi sambil memberi isyarat pada anak buahnya untuk memegang wanita itu. " Tidak, Jackson! Jangan kau lakukan.." wanita itu memohon. " Putar tubuhnya.." Jackson tak mau mendengar permohonan wanita itu. Jackson menarik pinggul wanita itu lalu melorotkan celananya. " Jackson jangan.." Jackson tak peduli, dengan sekali hentakan pusakanya masuk ke dalam liang wanita itu. " Ahhh! Fuck.." Jackson menggeram sambul menggerakkan pinggulnya. " Enak sayang.." dia beberapa kali memukul b****g wanita itu. " Mommy!" Teriak kedua bocah itu, mereka berlari kearah mama mereka yang sedang terisak dengan wajah di benamkan di sofa. " Kau apakan mommyku.." tanya kakak kedua Dylan dengan polos. " Lepaskan mommyku.." Wanita itu sangat malu pada kedua anaknya itu, tapi dia tak bisa buat apa apa, dia kalah tenaga. " Ahhh... Mommymu benar benar enak, boy.." Jackson terus menggerakkan pinggulnya dengan brutal. " Ahhh... f**k!" " Lepaskan mommyku.." teriak anak lelaki berusia sepuluh tahun itu. " Lepas.." dia menggigit lengan Jackson yang sedang memegang pinggul mamanya. Di tolong oleh sih bongsu, kedua menggigit tangan Jackson dengan kuat. " Bunuh kedua anak itu.." perintah Jackson sambil menepis kedua anak itu. " Tidak, jangan.. aku mohon jangan.." wanita itu terus berontak dan mencoba melihat kedua anaknya yang sedang menangis memanggilnya. Jackson membenamkan wajah wanita itu di sofa dan sebelah tangannya lagi memegang pinggul wanita itu sambil terus menghenjut. Jackson menjerit nikmat di sertai suara tembakan, dan suara tangisan kedua bocah itu hilang serta merta. " Ahh aaah!" Suara Jackson ngos ngosan, dia mencapai puncaknya dengan begitu nikmat. " Kau benar benar hebat, jalang.." puji Jackson sambil menarik miliknya dari dalam milik wanita itu. " Hiks.. Hiks anakku.." wanita itu dengan badan lemas menghampiri ketiga anaknya yang sudah tak bernyawa. " Kau benar benar, binatang Jackson.." wanita itu mengambil pistol yang tergeletak di lantai lalu memutar tubuh ingin menembak Jackson. Tapi dia kalah cepat, Jackson terlebih melepaskan tembakan dan mengenai kepala wanita itu. " Tinggalkan tempat ini.." kata Jackson sambil menaikan resleting celananya. Setelah keadaan aman, Dylan keluar dari dalam kotak dan berlari ke ruang tamu. Dia melihat ayahnya yang terikat atas kerusi dengan kepala berlubang. Kakak sulung dan kakak keduanya berdekatan, kedua juga mempunyai luka tembak di kepala. Mama dan adiknya terbaring tak bernyawa di dekat sofa. Airmata Dylan tak dapat dia bendung lagi, dia menjerit, sambil memeluk mamanya. " Dylan?" — Bersambung —
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD