Seperti yang di rencanakan Natasha, jika suaminya tak akan pulang semalaman, dia akan mendatangi markas.
" Siapkan mobilnya.." kata Natasha sambil memperbaiki rambut lurus sebahunya.
" Maaf, Nona Tasya.. tapi Tuan Brian memerintahkan kami untuk menjaga nona dan jangan sampai keluar dari mansion." Jawab seseorang pengawal dengan takut takut.
" Oh begitu ya?" Wanita itu manggut manggut dengan wajah serius, sejurus memasukkan tangan ke dressnya, mengambil sesuatu.
Dor!
" Siapa lagi yang mau membantah?"
" Tidak ada yang berani membantah Nona, hanya saja kami—"
Dor!
" Akh!"
Sudah dua pengawal yang berteriak kesakitan, karena terkena tembak di paha.
" Jadi?" Tanya Natasha dengan mata melirik tajam kearah pengawal yang lain, namun semua hanya mematung ketakutan.
" Baik, Nona Tasya.." salah seorang menuju kearah mobil yang di parkir di halaman rumah itu dengan buru buru.
Tak berselang lama, sebuah mobil datang menghampiri Natasha.
" Mari, Nona.." seorang pengawal dengan sigap membuka pintu mobil, mempersilakan Natasha masuk.
" Ke markas dua sekarang.."
***
Guyuran air keruh yang berbau darah itu membangunkan Jackson dari pingsannya.
" Bangun!"
Seorang anak buah Dylan menampar muka pria tua itu hingga terpelanting ke belakang.
" Kalian boleh keluar.." kata Dylan saat menyadari Jackson sudah sadar dari pingsannya.
" Bagaimana? Enak disini bukan.." tanya Dylan kemudian sambil sedikit merendahkan tubuhnya agar melihat wajah Jackson lebih jelas.
Jackson masih terdiam, sambil memandang ruangan itu, terdapat banyak bangkai manusia dan orang orang sudah tak berdaya disana, jadi tak heran jika tempat itu tersangatlah bau.
" Kenapa? Tidak nyaman disini.." tanyanya melihat tak keselesaan di wajah Jackson.
Jackson tak pedulikan ejekan itu, dia tetap diam, mencari cara agar dia bisa keluar dari tempat itu, walaupun kemungkinan besar itu mustahil!
Sehingga tiba tiba pandangannya tertuju kearah Pistol tergeletak di atas lantai.
Dylan yang menyadari arah pandang pria itu, dia hanya mendiamkan diri.
Jackson yang sama sekali tak terikat merangkak mengambil pistol tersebut, dan sambil tertawa kecil mengarahkan pistol pada Dylan.
" Inilah saatnya kau menyusul keluargamu di neraka.."
" Benarkah?" Tanya Dylan sambil melangkah pelan kearah Jackson.
" Jangan kau berani mend—" kata Jackson dengan panik sambil menarik palatuk dari pistol, namun pistol itu tidak ada peluru.
" Kita sekarang berada di markas dua, lebih tepatnya di markas obat obatan ilegal dan ya! Narkotika.."
Mendengar kata itu, Jackson mendadak merasakan ada yang aneh dalam tubuhnya.
" Sudah lima menit.." kata Dylan sambil memandang arloji di pergelangan tangannya.
" Sepertinya sudah beraksi.."
Tiba tiba Jackson merasa seluruh tubuhnya terasa berat, apakah dia akan lumpuh?
" Akh!"
Dia tak dapat menahan tubuhnya untuk tetap berdiri sehingga dia jatuh begitu saja.
" Maaf, tuan.. menganggu, kami sudah menemukan Flora Jackson yang sebenarnya.."
Deg!
" Apa?" Jackson menggelengkan kepala, dia tak mau anak yang dulu yang sangat di bencinya itu mengalami siksaan karenanya!
" Kau jangan apa apakan dia, Lan, kau akan menyesal jika sampai kau melakukan sesuatu yang tidak baik padanya.."
" Lalu apakah aku perlu mendengar ocehan mu itu?"
Dylan tersenyum sinis lalu memandang anak buahnya yang masih setia menunggu perintah selanjutnya darinya. " Bawa dia kesini.."
" Baik tuan.. saat ini gadis itu berada di apartment tuan Lee.."
Dylan mengerutkan dahinya mendengar kenyataan itu, apakah Lee sama seperti Kim yang sudah berani berkhianat padanya?
Anak buahnya yang seperti bisa membaca isi fikiran Dylan, mulai menjelaskan.
" Tuan Lee tak berkhianat, tuan.. dan saat ini dia mulai curiga pada gadis itu dan—"
" Apakah dia sudah mendapat informasi.."
Sela Dylan sambil memperhatikan Jackson yang memasang telinga mendengar perbualan mereka.
" Ya.. saat dia berada di—"
" Bawa gadis itu kesini, sebelum Lee kembali ke apartment.."
" Baik tuan.."
***
Dengan menghempaskan pintu mobil, Natasha melangkah masuk ke dalam markas itu dengan wajah di tekuk.
" Mana Brian?" Tanyanya pada penjaga di depan pintu masuk.
" Tuan Brian sudah lama tidak datang kesini, Nona.." jawab salah satu pengawal itu.
" Awas kalau sampai dia ada didalam ku penggal kepalamu.." ancam wanita itu sambil menerobos masuk.
" Brian!" Teriaknya memenuhi ruangan yang luas itu. " Brian, dimana kamu?"
" Ada apa, Nona.." seorang wanita paruh baya yang di tugaskan membersihkan markas menghampiri Natasha.
" Mana Brian?"
" Tuan Brian?" Wanita itu tampak berfikir.
" Ya.. Brian mana dia?" Tanya Natasha sekali lagi, karena dia tahu wanita itu sudah mulai pikun.
" Oh tuan Brian! Tuan Brian tidak ada disini, Nona.. yang ada hanya tuan Dylan.."
" Dylan?"
" Benar Nona.." wanita itu mengangguk.
" Ya sudah sana lanjutkan kerjamu.."
" Baik Nona.."
Natasha memandang kepergian wanita itu sambil umpatan kesal, entah apa kesalahan wanita itu sehingga dia seakan membencinya.
" Dylan pasti di ruangan penyiksaan.." gumam wanita itu sambil melangkah menuju keruangan penyiksaan yang berada di ruang bawa tanah.
Dan benar saja, sebaiknya dia datang disana, dia melihat Dylan sedang penyiksaan beberapa tawanan dengan besi tajamnya.
" Dylan.. dia.. dia.."
Wanita itu menunjukkan jari telunjuknya kearah Jackson yang tak bisa bergerak sama sekali.
" Tasya?"
Dylan membalikkan tubuh, selain kaget dengan suara wanita itu, juga kaget dengan kehadiran Natasha di markas.
" Kaget kamu?" Natasha tersenyum mengejek. " Mana Brian?"
" Dirumah sakit DA.." jawab Dylan dengan enteng.
" Apa yang dia lakukan disana?"
" Tanyakan padanya.." Dylan menunjukkan kearah Jackson.
" Oh ya.. lupa dia Jackson, bukan?" Tanya Natasha sambil memandang wajah Jackson dengan seksama. " Lalu apa kaitannya dengan suamiku tercinta.."
***
" Jadi semua ini rencana Dylan?" Tanya Natalie tak percaya melihat Brian yang terduduk di atas ranjang tampak sehat walaupun bahunya di perban.
Setelah pria itu mengganggu percintaannya dengan Aaron tadi malam, saat ini malah dengan tenang sedang sarapan.
" Iya.. dua luka tembak itu tak begitu parah, Jackson sepertinya tidak mahir dalam menggunakan senjata sehingga aku baik baik saja sekarang.."
" Lalu apa yang kau dapat dari semua ini? Kita semua khawatir terutama istrimu.." geram Aaron sambil beranjak dari duduknya.
" Tentang Natasha? Dylan akan bertanggungjawab.." kata Brian dengan tenang.
Natalie dan Aaron bersaling pandang lalu kembali memandang Brian.
" Walaupun ini lagi pertama aku mengalami luka yang bisa di bilang parah karena sampai masuk rumah sakit, tapi tidak apa apalah, apa Dylan sudah membaca buku itu, aku yakin dia akan percaya kali ini.."
" Dia sudah menghilang dua malam.."
Brian hanya tersenyum sambil mengangguk sehingga tiba tiba pintu itu di buka dengan kasar dari luar.
" BRIAN!!"
***
Setelah sadar dari pingsannya tadi, Kim terus kembali mansion tempatnya menyembunyikan gadis itu.
Dylan sepertinya tak mau dia mati begitu mudah, dia mau menyiksanya terlebih dulu, dan Kim tak akan biarkan itu terjadi, dia akan menyusun rencana untuk membalas.
Dia memasuki mansion mewah itu yang sudah lama tak di huni, dan melihat Sarah yang tertidur di sofa.
Dia mendekati gadis itu yang sedang memeluk bantal dengan posisi terduduk, namun gadis itu sedang tertidur.
Dia menyimak anak anak rambut yang menutupi wajah cantik gadis itu lalu tersenyum sinis.
" Dari dulu sampai sekarang dia tetap cantik." Gumam pria itu.
Perlahan dia mengangkat tubuh gadis itu, dan membawanya ke kamar tamu, karena tak mungkin dia membawa Sarah ke kamar atas semantara bahunya sedang terluka.
Setelah menyelimuti tubuh Sarah, dia keluar dari kamar itu, dan menaiki anak tangga karena rumah itu tidak ada lift, seperti di rumah utama Dylan.
Mengingat nama pria itu dia seakan mau mencekiknya hidup hidup.
Kemudian tersenyum sinis, semoga rencananya berjalan seperti yang di rencananya selama ini.
***
Walaupun pria yang telah di sewa Lee itu merasa kesal namun dia tetap harus profesional dan menjelaskan tentang penyelidikannya hampir setengah bulan.
" Nona Cristal yang memiliki nama sebenar Flora Jackson telah menukar identitasnya dua bulan lalu.."
" Gadis itu sebenarnya bukan anak kandung tuan Jackson, dia adalah anak yatim piatu, keluarganya telah di bunuh dengan tradis dua puluh tahun lalu.."
" Apa? Flora Jackson?" Tanya Lee setelah sekian terdiam karena terkejut. " Flora Jackson yang—"
" Ya.. dan lebih menariknya lagi keluarga gadis itu di bunuh oleh pamannya sendiri, Jackson Alvaro.."
" Mana mungkin." Kata Lee frustrasi sambil menyapu rambutnya ke belakang.
" Ini buktinya, Tuan.." pria itu mengeluarkan foto foto dalam tas dan beberapa kertas, dia tahu Lee tak akan percaya begitu saja.
" Kes ini dengan sengaja di tutup dua puluh tahun lalu, saya telah meminta bantuan dari teman saya yang menjadi salah satu anggota detektif menyelidiki kasus pada waktu itu, namun mereka tak melanjutkan penyelidikan atas perintah dari atasan.."
" Dan ini adalah foto foto korban, Aldo Alvaro dan istrinya Elena Elmer.."
Lee memandang foto itu satu persatu, dia menggelengkan kepala, bagaimana mereka tak mengetahui semua ini? Bukankah mereka adalah mafia? Kenapa tak pernah terfikir selama ini untuk membongkar masa lalu sebelum bertindak?
Dia tak pernah mencari tahu, yang dia ikutkan selama ini adalah perintah dari Dylan, hanya itu.
Karena sudah pernah melihat wajah Jackson, tanpa menyelidiki latar belakang pria itu, apa sebabnya ia membunuh ibu bapa Dylan, mereka terus menyusun rencana untuk menangkap Jackson dan mencari keberadaan pria itu yang hilang bagaikan di telan bumi.
" Ini adalah Danny Alvaro anak sulung Aldo Alvaro dan Elena Elmer.."
" Ini Danish Alvaro dan adiknya Della Alvaro.."
" Tidak masuk akal, bagaimana bisa seorang adik membunuh kakaknya sendiri.."
" Menurut informasi yang saya dapat perihal cemburu, tapi—"
" Kenapa?"
" Sepertinya bukan, saya menduga ada seseorang yang menghasut Jackson untuk membenci kakaknya.."
" Ini adalah Brandon.." pria itu mengeluarkan sebuah foto dari tasnya. " Dia adalah kakak angkat dari Aldo dan Jackson.."
" Dimana dia saat ini.." Lee memandang gambar itu dengan seksama.
" Dia pernah datang di saat pembunuhan itu terjadi, ada tetangga yang melihatnya, namun setelah itu dia menghilang.."
" Lalu?"
Pria itu menghela nafas panjang sambil memandang tak percaya kearah Lee.
" Kalian adalah mafia, hal sepele seperti ini hanya butuh satu jam untuk mencari informasi, dan fotonya bukankah saya sudah sediakan.." kata pria itu sedikit menyindir Lee sih sang Mafia.
Lee hanya memandang datar kearah pria itu, dia mau marah sekalipun tidak ada gunanya karena apa yang dikatakan pria itu adalah benar.
" Sebentar, bagaimana bisa Flora Jackson jadi anak Aldo semantara Della jika masih hidup bukankah umurnya dua puluh lima tahun.."
Pria itu tersenyum sinis lalu mengeluarkan foto yang terselip di antara kertas.
" Bukankah wajah mereka sangat mirip.."
~ Bersambung ~