Seperti yang di katakan Nick, jika sampai anak buahnya tak memberi kabar, dia sendiri akan mendatangi kediaman Luis Wiliam.
Namun pria itu terpaku di samping mobilnya melihat markas tak begitu besar di depannya itu sudah habis terbakar.
" Siapa yang melakukan ini?" Gumam pria itu sambil menghampiri keramaian tersebut.
Dia melihat mayat Luis Wiliam yang akan di masukkan dalam mobil ambulans.
Sebenarnya Luis Wiliam walaupun hanya ada sebuah bisnes kecil, namun pria itu tak pernah mengusik bisnes gelap Dylan.
Kini dia telah mati mengenaskan, Nick memandang kearah kumpulan ibu ibu yang sibuk menggosip.
Nick menghela nafas mendengar kata kata mereka bawa Luis Wiliam meninggal karena bunuh diri setelah gagal mengusik bisnes seseorang.
Bunyi berasal dalam saku celana pria itu membuyarkan lamunannya, dia merogoh ponsel dalam saku celananya, dan terlihat nama Kim.
" Ada apa, Kim.."
" Kita ada masalah, anak buah yang kau kirim untuk menangkap Luis Wiliam semua meninggal.."
" Aku sudah tahu..." Jawab Nick sambil memandang kearah sekumpulan ibu ibu itu yang sedang melihat nakal kearahnya.
***
Brian telah sampai di bekas kediaman keluarga Sarah, pria itu memandang rumah itu dari luar.
Dan kemudian melangkah masuk kerumah itu.
" Semoga aku mendapatkan penunjuk disini.."
Brian membuka pintu, dan melihat ke lantai yang di penuhi dengan noda merah.
Dia mulai membayangkan, kejadian dirumah itu, sambil mengikuti jejak darah tersebut.
Dia menyentuh darah yang ada atas meja dengan hujung telunjuknya.
Darah itu belum kering sepenuhnya, dan itu tandanya kejadian membunuhan dan konon ada orang yang telah pecah masuk kerumah itu baru saja terjadi berapa hari lalu.
Brian tak percaya kalau ini adalah murni perompakan.
Dia berjalan keluar dari kamar itu, karena tak menemukan petunjuk apapun.
Kemudian memasukki kamar sebelahnya, kamar itu, di hiasi dengan cantik, dan Brian menduga itu adalah kamar wanita.
Dia mendekati meja solek, tanpa menyentuh apa apa, dia memandang kearah sana.
Namun tampaknya disana juga tidak ada petunjuk apapun.
Dia keluar dan menuju ke dapur, disana banyak sekali bekas darah.
Sepertinya pembunuhan itu terjadi ketika mereka sedang makan.
Dia memandang kearah rak piring, disana ada bekas darah, orang itu di tembak semasa mau mengambil piring.
Kemudian pandangan pria itu dialihkan kearah kerusi yang di dekat dinding, banyak percikan darah di dinding.
Brian mulai membayangkan kalau, orang itu di tembak semasa duduk bersantai disana.
Dia menunduk memandang lantai, terdapat darah di sana, sepertinya orang itu mencoba melawan lalu di pukul ramai ramai sehingga dia babak belur dan mengeluarkan darah di tubuhnya yang terluka.
Brian memandang darah di lantai itu hingga ke ruang tamu, sepertinya tubuh orang tak berdaya itu di heret hingga ke ruang tamu, namun orang itu melawan lagi.
Brian memandang dinding di ruang tamu itu, ada bekas darah disana dan juga rambut melekat di dinding.
Sepertinya orang itu di banting lalu kepalanya terbentur ke dinding.
Sekarang Brian sudah bisa menyimpulkan bawa keluarga angkat Sarah di bunuh orang seseorang yang profesional.
Brian kembali memandang kearah kamar yang pertama kali dimasukinya tadi, ya di atas meja itu, seseorang telah di perkosa diatas meja, kemudian dibunuh juga disana.
Pandangan pria itu tertuju kearah pintu berwarna lain, dari kedua kamar yang di masukinya tadi.
Dia membuka pintu kamar itu, namun tak bisa, dengan sekali tendangan pintu itu terbuka.
Brian mengibaskan tangan di depan wajahnya karena kamar itu, di penuhi dengan habuk.
Dia duduk di hujung ranjang lusuh itu dan melihat keseluruh kamar itu.
Sehingga pandangannya jatuh kearah buku di bawa meja, buku itu menarik perhatiannya sehingga dia mengambilnya.
" Ini dia.." gumam pria itu saat melihat nama di halaman pertama buku itu, Quin Sarah!
" Setelah ini semua akan jelas.." pria itu beranjak dari duduknya sambil memasukkan buku kecil itu kedalam saku hoodienya dan berniat pergi meninggalkan rumah itu karena sudah menemukan yang dia mau.
Namun tiba tiba seseorang memasuki kamar itu, membuat langkah Brian twrh. " Hello Brian.."
Brian terkesiap kaget. " Kau?!"
Pria itu hanya tersenyum melihat keterkejutan di wajah Brian.
Brian menoleh ke jendela, ada puluhan anak buah pria itu di luar.
" Apa maumu?"
" Kematianmu!"
Tiba tiba anak buah pria itu melepaskan tembakan kearah Brian. Dor!
" Argh!"
***
Sarah memandang takut takut kearah Dylan yang hanya terdiam sejak tadi.
Dia yang tadi merasa begitu lapar mendadak hilang karena dia dapat merasakan mood pria itu yang sangat tak baik!
Sarah meremas jari jemarinya, nafasnya sudah memburu ketakutan, dia tampak was was sambil memandang wajah Dylan yang di tekuk.
" Makan! Jangan terus menatapku.." bentak Dylan sambil membanting sendok ke piringnya.
" Saya sudah kenyang.." jawab Sarah sambil menundukkan kepala.
Dylan memandang piring gadis itu, makanan dalam piring Sarah tampak masih belum tersentuh.
" Sini kamu.."
Di situasi ini, yang paling di takuti Sarah...
Dia terus menundukkan kepala, dia benar benar ketakutan.
" Cepat kesini, Sayang.. sebelum aku berbuat kasar.."
Sarah tak dapat lagi menahan airmata mengalir dari kedua pipinya.
" Kemari sebelum aku yang kesana.." ucap pria sambil menekan setiap kalimat yang di lontarkan.
" Baik, tuan.." Sarah beranjak dari duduknya, namun ketika melangkah dia hampir terjatuh karena ketakutan. " Argh!"
Dia menutup kedua matanya ketika kepalanya sambil mengenai hujung meja.
Namun tiba tiba dia merasa ada yang menahan kepalanya supaya tak terbentur di meja.
Dia mendongak dan melihat tangan besar Dylan menahan kepalanya dari terkena hujung meja.
Dylan terus menarik tangannya, sebenarnya dia spontan saja melindungi kepala gadis itu dari terkena hujung meja tadi. Seharusnya aku membiarkan saja, fikirnya.
Perlahan Sarah duduk di sebelah pria itu, namun Dylan terus menarik tangannya sehingga dia terduduk menyamping di pangkuan pria itu.
" Putar tubuhmu ke depan.." perintah Dylan sambil melonggarkan pelukannya.
Sarah menurut.
Ketika gadis itu sudah membelakang Dylan terus mengaitkan dagu di bahu Sarah.
" Silakan makan, Sayang.."
Sarah tak bersuara lagi, dia menunduk sambil menikmati makanannya.
Dylan juga hanya diam memerhatikan Sarah yang tampak sangat gugup.
" Sudah siap.." kata Sarah setelah sekian lama hening.
" Kita akan kembali ke rumah utama.." kata Dylan sambil memberi isyarat untuk gadis itu duduk di sebelahnya.
" Tuan.."
Mendengar panggilan pelan gadis itu, Dykan terus melirik kearah Sarah.
" Boleh saya minta tolong.."
Dylan memandang jari jemari gadis itu yang di remas remas seperti selalu, ketika gadis itu sedang gugup berada dekat dengannya atau sedang ketakutan.
" Saya mau mencari ibu kandung dan ayah kandung saya, sebenarnya kenapa mereka membuangku.." Kata gadis itu dengan polosnya.
" Ayo kembali ke rumah utama sekarang.." Dylan beranjak dari duduknya dan meninggalkan gadis itu begitu saja.
Sarah terdiam, mendengar suara ketus pria itu, apalagi dia terus mengalihkan pembicaraan, Sarah tahu pria itu tak mau menolongnya.
Dia beranjak dan mengikuti langkah pria itu yang panjang panjang.
Dylan memasuki mobil dan sedikit membanting pintu mobil membuat pengawal disana terperanjat kaget.
Melihat kekagetan di wajah para pengawal itu, Sarah sekali lagi segera waspada.
Dia memasuki mobil, belum sempat Sarah menutup pintu, Dylan sudah menjalankan mobilnya, membuat gadis itu hampir jatuh.
" Argh!" Sarah mengurut dadanya, untung dia sempat memegang pintu yang masih terbuka dan sebelah tangannya lagi memegang tangan Dylan, yang entah sejak kapan berada atas pahanya.
Sebenarnya Dylan hampir menarik tangan Sarah ketika hampir jatuh tadi, namun rasa kesal dan marah membuat dia hampir menarik tangannya kembali, untung saja Sarah lebih cepat memegang tangannya.
Sarah menutup pintu mobil, lalu memandang Dylan dengan takut takut.
Pria itu mengenakan short pants hitam di padankan dengan t-shirt berwarna hitam.
Orang orang pasti tak akan mengira pria yang selalu mengenakan pakaian santai dan murah senyuman itu sebenarnya adalah Mafia.
" Dia tampan sekali.." gumam Sarah pelan sambil memperhatikan jakun pria itu yang bergerak karena meneguk salivanya.
Tiba tiba Dylan melihat kearah Sarah.
Sarah terus memalingkan wajahnya sambil membungkam mulutnya sendiri. Sial! Umpatnya.
Dylan tersenyum kecil mendengar pujian tanpa sengaja itu, dia menyapu rambutnya ke belakang, dia tampak salah tingkah.
Dan senyuman itu berubah menjadi tertawa kecil.
Sehingga perhatiannya, tertuju ke spion mobil, ada mobil berwarna hitam mengikuti mobilnya dari belakang, Raut wajah pria itu terus berubah melihat mobil itu.
Sarah menoleh kearah Dylan, karena kelajuan mobil bertambah.
Dylan melihat ke spion mobil, sambil menggeram.
Sarah terus memegang erat sabuk pengaman ketika mobil yang di kendarai Dylan dengan kelajuan tinggi melintasi banyak mobil.
" Hiks.. Hiks ... Tuan.." Sarah sudah menangis ketakutan. " Aarhh!" Sarah berteriak, tentu saja dia takut, sepertinya pria itu akan menunjukkan lagi hal baru dalam hidupnya.
~ Bersambung ~
=====