Sarah mengikuti Dylan dari belakang dengan lilitan handuk di tubuhnya.
Pria itu hanya meminta di temani mandi tadi, tanpa melakukan apapun, seperti selalu.
Dylan duduk di hujung dan melihat Sarah yang berdiri tak jauh darinya.
" Kamu kedinginan.." tanya Dylan sambil memandang bibir gadis itu yang pucat.
" Tidak.."
Dylan tahu gadis itu berbohong namun dia memilih diam, lalu menarik tangan Sarah.
Sarah terduduk di atas pangkuan pria itu dan memegang kedua bahu Dylan supaya dia tak jatuh.
" Cium aku biar kamu tidak kedinginan lagi.."
Sarah terdiam seketika, sambil memandang mata pria itu yang sudah berubah sayu.
Apa kami akan melakukannya lagi? Fikir gadis itu.
" Saya tidak akan mengasarimu kalau kamu menurut.."
Sarah mengangguk mengerti, lalu memandang bibir pria itu yang sedikit terbuka.
Dia memejamkan mata lalu mengecup bibir pria itu sekilas.
Dylan hanya membiarkan, Sarah kembali menyapu bibir Dylan dengan bibirnya lalu mengisapnya pelan.
Tangan Dylan tak tinggal diam, dan menjalar ke perut gadis itu menuju ke kedua gundukannya.
" Aah!" Desah Sarah, ciumannya pun sampai terlepas.
Dylan menggigit bibir bawanya sambil terus memainkan kedua aset gadis itu.
" Cium lagi, Sayang.." pinta Dylan dengan suara beratnya.
Sarah kembali mencium Dylan.
Semantara Dylan menarik handuk gadis itu hingga terlepas dari tubuhnya.
" Hmpp.. aahh!" Sarah mendesah di sela sela ciumannya. " Aah.." Sarah tak tahan, dia kembali melepaskan ciumannya.
Dylan memainkan kedua aset gadis itu, sesekali mencubitnya gemas.
" Aah.. ahh!" Sarah benar benar tak tahan, dia bergerak gelisah di atas pangkuan pria itu.
" Shit.." Dylan terhenti sambil memejamkan mata, gerakan Sarah membuat miliknya yang sudah mengacung keras, terus berontak di dalam handuk.
" Begitu sayang.. terus.." Dylan memegang kedua pinggang gadis itu, menuntun supaya gadis itu terus menggerakkan pinggulnya.
" Tuan.. tuan! Aahh.." Sarah mendongak ke atas dan menggigit bibir. " Aah..!"
Dylan mengecup leher gadis itu sambil terus menggerakkan pinggul Sarah.
Tiba tiba kedua tangan gadis itu memegang erat kedua bahu Dylan, dan tubuhnya bergetar.
" Aaahh..!!" Jerit Sarah dan menjatuhkan kepalanya di d**a pria itu.
Dylan merasakan handuknya basah, dia tersenyum sinis, ternyata gadis itu sudah mendapatkan pelepasannya.
Nafas Sarah masih tersengal sengal, dan di bawa sana dia merasakan ada gesekkan pelan.
" Hmp!" Dia membenamkan wajahnya di d**a pria itu.
Dylan memainkan telunjuknya di bawa gadis itu, p****t Sarah sampai terangkat karena gatal dan geli, namun enak di bersamaan.
" Aaahh!" Jerit Sarah lagi, dia menaikkan kepalanya di pundak pria itu dan menggigitnya.
" Auch!" Dylan mengerang kesakitan.
" Maaf, tuan.."
" Jangan gigit yang disitu, sakit.. kamu gigit yang dibawa saja.."
Ternyata pria itu tak marah, dia melepaskan lilitan handuknya. " Aku mau kamu gigit yang dibawa, Sayang.."
" Bagaimana?"
Dylan tersenyum. " Pertanyaan yang bagus.."
Dia menggesekkan pusakanya di milik gadis itu.
" Angkat pantatmu.." Sarah menurut.
Dylan menuntun miliknya untuk mencari pintu kenikmatan sambil memandang Sarah yang tampak tegang.
" Pusakaku tidak akan membunuhmu, jadi tenanglah.."
" Shh.. ahh!"
" Enak, Sayang.."
Separuh milik pria itu sudah masuk, namun dia sudah perlahan menggoyangkan pinggulnya dari bawa.
" Dia menggigit, sayang.."
" Hmm.. aah!"
***
" Kim.. kenapa kamu datang terlambat tadi.." tanya Nick pada Kim yang sedang mengenakan kemeja.
" Aku dengar kau juga terlambat.." Kim memandang Nick sekilas.
Nick sedang memasang arloji di pergelangan tangannya." Aku ada urusan.."
" Sama.."
Kemudian pandangan mereka jatuh pada Lee yang sedang sibuk dengan ponselnya.
" Dia juga terlambat tadi.." bisik Nick sambil tertawa kecil. " Coba kamu tanya.."
" Kenapa harus aku.." Kim mengambil arloji di atas meja lalu memakainya. " Kamulah.."
Lee yang tahu dia sedang di bicarakan kedua temannya itu hanya menggelengkan kepala.
" Bagaimana ini, kita tak menemukan petunjuk apapun.." kata Lee dengan suara serius.
Kim dan Nick bukannya menanggapi itu dengan serius, kedua malah tertawa.
" Apa yang lucu.." tanya Lee geram.
" Tidak, kita masih ada Luis Wiliam, tapi aneh, kenapa anak buahku belum kasih kabar ya.." kata Nick sambil memandang layar ponselnya.
" Aku merasa ada yang aneh, sejak ada gadis tawanan itu.." Kata Lee pula.
" Benar, tapi apa hubungannya dengan Luis Wiliam.." tanya Kim heran.
" Aku akan ke tempat itu kalau sampai jam sembilan anak buahku belum kasih kabar.."
Lee dan Kim saling berpandangan, lalu memandang kearah Nick lagi.
" Sudahlah.. bagaimana kalau hari ini, kita sarapan di luar dulu.." kata Kim mengalihkan pembicaraan.
" Boleh juga tu.." Lee turut memberi sokongan. " Gimana, Nick.."
" Okay.."
" Oh ya.. Dylan bagaimana.." tanya Lee saat mereka berjalan keluar dari markas dan melihat mobil Dylan ternyata masih terparkir di sana.
" Biarkan saja.." kata Kim tak peduli, lalu berjalan kearah mobilnya, begitu juga Nick dan Lee.
***
Seorang gadis dengan celana ripped jeans sedang duduk di kerusi paling pojok, dia saat ini berada dalam sebuah restoran mahal.
Bukan sombonglah, namun buat apa dia pergi ke restoran murah, semantara saat ini dia banyak duit.. ya walaupun hasil ciuman si pria c***l itu.
Dia membaca komik, sambil menggoyangkan kakinya, benar benar style seorang tomboy.
Hingga akhirnya dia mendengar suara canda tawa dan suara salah satu dari mereka gadis itu sangat mengenalinya.
Dia menoleh ke belakang, dan benar tebakannya, si pria c***l sedang duduk di meja tak jauh dari mejanya.
" Katanya mafia.. tapi bisa juga tertawa tidak ingat dunia.." omel gadis itu.
Hingga pandangannya tertuju kearah salah satu teman pria c***l itu.
" Lah.. katanya musuh kok makan satu meja." Gumam gadis itu heran. " Tidak jelas! apa mereka sudah berdamai?"
***
" Bae.." Natasha meraba raba ke sampingnya dengan mata masih terpejam.
" Bae.." Natasha mengangkat kepalanya dan tak mendapati sesiapa disana.
" Brian.." hidung wanita itu sudah kembang kempis dengan bibir bergetar karena tak menemukan Brian di sampingnya.
" Bae.."
Dia beranjak lalu melangkah kearah kamar mandi. " Bae... Kamu didalam.."
Natasha menolak daun pintu, lalu menginjakkan kaki ke lantai kamar mandi itu.
" Kering! Berarti dari semalam dia pergi.."
Airmata wanita itu tak dapat di bendung lagi.
" Pelayan!" Teriak Natasha sambil melangkah keluar dari kamar.
Dia tak menemukan seorang pun pelayan disana, lalu dia mendekati lift.
" Mana suamiku.." isaknya sambil membungkam mulutnya.
Sebaik saja dia keluar dari lift, dia melihat Kim, Nick dan Lee baru sampai kerumah itu.
Ketiga pria itu hampir melarikan diri melihat Natasha yang berantakan sambil menangis.
" Berhenti kalian.."
Mau tak mau mereka harus berhenti.
" Ada apa, Tasya.." tanya Kim sambil memperhatikan Natasha yang masih memakai baju tidur.
" Mana Brian?!" Tanya Natasha dengan suara garangnya.
Ketiga pria itu tersentak mendengar teriakan itu, hilang sudah Natasha yang mereka kenal sebagai lemah lembut selama ini.
" Kami tidak tahu, Tasya.. kami bahkan baru sampai.." Lee mencoba menenangkan wanita itu.
" Bohong.."
" Ada apa ini?" Tanya Aaron yang baru keluar dari dalam lift.
" Kau?" Nick memandang Aaron dengan tajam.
Kemudian Natalie turut keluar dari dalam lift yang sama, fikiran Nick mulai kemana mana.
" Apa saja yang kalian lakukan tadi malam.."
Natalie tampak gugup mendengar pertanyaan kakak kembarnya, namun berbeda dengan Aaron yang tampak santai.
" Maksud anda?"
" Tidak usah pura pura tidak tahu kau.." Nick menghampiri Aaron, berniat mau menghajar pria itu.
" Stop..!!" Teriak Natasha dengan lantang.
" Mana suamiku.."
" Tasya....kamu sabar dulu, kamu—" ucapan Kim terus sela wanita hamil itu.
" Sabar katamu? Suamiku mana.."
" Tasya.. ingat kandungan kamu.." kata Aaron turut membujuk wanita itu.
Natasha terdiam, lalu mengelus perutnya yang masih rata.
***
Dylan keluar dari kamar mandi, lalu memandang kearah Sarah yang masih terlelap.
Dia tersenyum dan duduk di tepian panjang.
" Tuan.." Sarah terbangun dari tidurnya lalu memandang Dylan yang sedang menatapnya dengan senyuman.. aneh?
" Apa kamu lapar.." tanya Dylan perhatian, dan Sarah segera was was karena perhatian pria itu begitu menakutkan baginya.
" Tidak tuan, saya tidak—" Sarah terdiam saat perutnya mengkhianatinya.
Dylan tertawa kecil mendengar bunyi berasal dari perut gadis itu.
" Benarkah?" Tanya Dylan karena tahu apa yang ingin dikatakan gadis itu tadi.
Sarah tertegun melihat pria itu tertawa untuk pertama kalinya selama dia menjadi tawanan, dan itu terdengar begitu ikhlas.
" Sebenarnya saya lapar, tuan.." Sarah tertunduk malu.
Dylan kembali tertawa dan kali ini terdengar lebih kuat.
" Sayang aku lapar ya. " Dylan mengelus rambut gadis itu sambil beranjak.
Dylan beranjak menghampiri meja yang ada di sebelah ranjang lalu mengambil ponselnya.
Sarah melirik pria itu dengan ekor matanya, dan ponsel itu tepat berada di dekat pistol.
Dia segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos dan bersiap beranjak pergi.
" Mau kemana, Sayang.." tanya Dylan sambil kembali duduk di sisi gadis itu.
" Tuan tidak akan membunuhku, kan?" Tanya Sarah dan kembali melirik pistol itu.
Dylan mengerutkan dahinya sambil mengikuti pandangan gadis itu.
" Tidak, Aku belum puas bermain denganmu, jadi tidak mungkin aku membunuhmu begitu mudah.."
Pria itu tersenyum lebar seperti senyuman yang sering dia pamerkan.
Sarah terus mundur ke belakang, berarti pria itu akan membunuhnya juga kalau sudah puas bermain dengannya.
" Tuan?" Panggil pelayan dari luar sambil mengetuk pintu kamarnya.
" Itu sarapan kita sudah sampai.." kata Dylan sambil menoleh kearah pintu. " Masuk!"
Kemudian dua pelayan masuk, dan menghidangkan makanan itu di atas meja.
" Silakan, tuan.." kata pelayan pria itu sambil menundukkan kepala.
Dylan tak menjawab.
Melihat pria itu hanya diam, Sarah kembali teringat pertama kali dia di bawa ke rumah Dylan.
Sama seperti saat ini, pria hanya diam.
" Terima kasih.." kata Sarah sambil tersenyum mesra.
" Sama sama, Nona.." jawab kedua pelayan itu bersamaan.
Dylan menghembuskan nafas tak suka, kedua pelayan itu mendadak panik, sepertinya mood pria itu sedang buruk, mereka bergegas pergi.
Dylan memandang tak puas hati kearah Sarah, semantara yang di pandang bingung dengan perubahan pria itu.
" Puas menggoda pelayan tadi.." ketus pria itu. " Bahkan kamu tersenyum sangat mesra! Dan kamu tidak pernah tunjukkan selama ini padaku.."
Sarah di buat bingung dengan perubahan tiba tiba pria itu, dia kenapa?
Lagi lagi Dylan menghembuskan nafas kesal, dan kekesalan itu bertambah karena Sarah hanya terdiam.
" Kamu menyukai pria tadi?"
" Apa?"
~ Bersambung ~