33. Dendam Masa Lalu

1345 Words
Mata tajam pria itu memandang ke foto yang di letak atas meja itu. Sebentar lagi rencananya akan berjalan lancar seperti yang di aturnya sejak awal. Dan semua rasa dendam dan benci, serta akting selama ini, bawa dia baik baik saja akan segera dia akhiri. Dia sudah sangat bosan berpura pura baik baik saja... Semantara hatinya hancur sudah bertahun tahun lamanya. " Kakak sangat merinduimu, dek.." gumamnya, linangan airmata di kedua pipi pria itu mengalir deras. Kepingan memori masa lalunya, kembali berputar dalam fikirannya. " Lan, mana Sonya.." tanyanya dengan linangan airmata di pipinya. " Maafkan aku.." Mendengar permintaan maaf itu, dia terus mundur ke belakang, bukan itu yang mau dia dengar. " Mana adikku..!" Dylan hanya terdiam. Dia seakan sudah bisa menebak apa sebenarnya yang terjadi, namun akal sehatnya tak mau terima. " Mana Sonya.." Dia memandang satu persatu wajah teman temannya, namun semua hanya terdiam. Sehingga dia melihat tubuh kaku di selimutkan kain putih di atas lantai. Dia menggelengkan kepala, namun tetap maju ke depan. Perlahan tangannya membuka kain putih itu. " Oh tidak!" Dia terdiam seketika, tak mempercayai semua itu, kenapa semua begitu mengejutkan? Dia pasti sedang bermimpi buruk! Dia memukul mukul kepalanya dan anehnya itu terasa sakit. Sadar itu adalah kenyataan bukan mimpi, dia memeluk tubuh kaku adiknya. " Apa salahku sama kamu, Lan! Kenapa kamu mengorbankan nyawa adik aku untuk kepentinganmu.." Dia memandang wajah adiknya yang di penuhi luka torehan pisau di leher dan wajah, sungguh adiknya itu di siksa terlebih dahulu baru dibunuh. " Gara gara dendammu itu kau mengorbankan adikku!" " Teman macam apa kau? Kau benar benar tidak punya hati!" " Kau hanya mementingkan kepentinganmu sendiri..!!" " Gara gara kau yang tak memikirkan risikonya!" " Lihat adikku!" Pria itu terus memaki dan meluahkan semua kemarahannya. Dylan hanya diam, dia sadar kesalahannya, Detik kemudian meninggalkan tempat itu. Di susul oleh Nick dan Brian dari belakang. Semantara yang lain masih mendiamkan diri disana. Pria itu tersadar dari lamunannya saat seseorang mengetuk pintu ruangan itu. " Tuan.." seorang pengawal menghampiri pria itu. " kami sudah menemukan tuan Brian." Pengawal itu berkata dengan suara sedikit gugup. " Ada apa?" " Itu tuan.. kami menemukan tuan Brian di rumah keluarga Nona Sarah dan...." Pengawal itu terdiam seketika, dia di ambang kebingungan untuk menyampaikan. " Ada apa dengan Brian?" " Tuan Brian terkena luka tembak, tuan.. kami tidak berani mendekat karena waktu itu anak buah mereka sudah menemukan keberadaan tuan Brian.." " Brian?" Gumam pria itu seakan tak percaya, salah satu temannya yang paling teliti menjalankan rencana terkena luka tembak? Kemudian pria itu tersenyum sinis. " Jackson! Pasti ulah dia.." " Sampaikan padanya aku mengundangnya makan malam, aku ingin memberikan dia hadiah.." Dia tersenyum sambil menaikkan hujung alisnya. " Baik tuan..." *** Sarah masih mencengkam sabuk pengaman, sambil melirik kearah Dylan sekilas. Pria itu terus melajukan mobilnya sehingga mereka sampai di kesunyian, dan saat itu juga dua mobil yang tadi mengejar mobil Dylan dari belakang, menghalang mobilnya dari depan. Kemudian empat orang dengan tubuh gagah keluar dari mobil, di susul oleh mobil sebelah, empat orang juga. " Tuan?" Sarah terus memeluk lengan Dylan melihat lapan orang itu menghampiri mobil Dylan sambil memaki meminta mereka berdua keluar dari mobil. " Tenanglah.." Dylan mengelus rambut gadis itu lalu melepaskan tangan Sarah di lengannya. " Tapi tuan.. bagaimana kalau mereka—" Sarah terhenti bicara saat pria itu menyelipkan tangannya ke belakang kepala Sarah dan menciumnya. " Terima kasih atas pujiannya tadi.." Dylan kembali mengecup bibir gadis itu dan tertawa kecil sambil mengelus ngelus pipi gadis itu yang tersipu malu. Entahlah tapi di situasi seperti ini, pria itu masih sempat tertawa seolah lapan orang di luar sana itu tak begitu penting dan menakutkan. Tiba tiba mobil Dylan di ketuk dengan kasar dari luar membuat kedua orang itu terperanjat kaget. " Sialan.." maki Dylan karena kesenangannya terganggu. " Kamu tunggu disini ya, Sayang." Dia mengecup bibir gadis itu lagi, anggap sajalah tenaga tambahan, kemudian dia keluar dari mobil. Sarah masih mematung akibat kecupan memabukkan itu, walaupun hanya sekilas. Dia memandang Dylan yang menghampiri lapan orang itu dengan langkah santai. Dylan memandang tangan para lawannya itu, Semua membawa senjata tajam. Melihat ketenangan lawan mereka, ke lapan orang itu mundur ke belakang sehingga mereka berhenti di depan mobil masing masing. " Serang dia.." Seorang berlari menghampiri Dylan dengan besi tajam di tangannya. Dylan memandang besi itu dan hujungnya yang tajam berbentuk “J”. Pria itu terus melayangkan besi itu kearah kepala Dylan. Namun Dylan dengan cepat menghindar dan menangkap tangan pria itu yang memegang besi. Dengan pukulan keras di wajahnya memaksa pria itu untuk melepaskan besi itu dari tangannya. " Argh!" Teriak pria itu ketika besi tajam itu menembusi perutnya. Dylan menendang kepala pria itu dengan keras. " Arhh!" Teriak Sarah dalam mobil melihat organ dalam badan pria itu tertinggal di hujung besi yang berbentuk “J” yang di pegang Dylan. Dylan menjelingkan mata kearah ketujuh pria itu dengan wajah sudah di penuhi darah, Mereka masih mematung dekat mobil memperhatikan teman mereka yang sudah mati mengenaskan. " Kita harus menyerangnya serentak." Kata salah satu dari mereka. *** Nick memandang ke spion mobilnya, mobilnya tampak di ikuti dari belakang. Pria itu bukannya panik malah tersenyum lebar, dia masih mengendarai mobilnya dengan santai. Saat ini, Nick masih tak jauh dari markas Luis Wiliam, mungkin itu adalah anak buah Luis Wiliam, fikirnya. Setelah dia mendapat kabar dari anak buahnya tadi jika Brian sudah di temukan dia memutuskan kembali. " Semoga Brian baik baik saja.." bisik hati pria itu, karena menurut anak buahnya kondisi Brian sudah tak sadarkan diri ketika mereka temukan. Suara peluru terkena badan mobilnya terdengar. " Berhenti.." teriak orang itu. Nick mengumpat, lalu mengambil pistol yang terselip di pinggangnya. Suara tembakan terdengar jelas, Nick terus melepaskan tembakan sehingga kaca mobil orang itu pecah. Mobil yang di kendarai musuh sudah tak seimbang karena yang pengemudi sudah tewas abikat terkena tembakan tepat Nick tadi. Nick memandang mobil yang berjalan tak menentu arah, sehingga menabrak pohon. " Hanya itu.." gumamnya pelan. Dia mengendarai mobilnya dan menghampiri mobil yang yang sudah terbalik itu. Nick melepaskan sabuk pengaman kemudian turun dari mobil dan menghampiri mobil musuh. Dari kaca mobil yang sudah pecah itu, Nick melihat ada empat orang dalam mobil itu, namun sudah meninggal. Dia tak mempercayai begitu saja, bisa menodongkan pistol kearah kepala satu persatu, dan menembaknya. Ketika dia sudah melangkah ingin meninggalkan tempat itu, tiba tiba ponsel yang duduk di sebelah pengemudi berbunyi. Nick mengambil dari saku jaket pria itu dan melihat number tak di kenali sedang menghubungi. Dia mendekatkan ponsel itu di telinganya tanpa berkata kata. " Bagaimana? Apa misi kalian berhasil.." Nick terkejut mendengar suara yang sudah lama sekali mereka buru, ternyata pria itu masih hidup. " Jangan sampai gagal, jika tidak anakku akan dalam bahaya.." kata orang di hujung talian itu, karena Nick hanya diam mendengar. " Hello.. apa kau tuli?" " Ternyata kau masih hidup.." kata Nick kemudian, lalu terkekeh pelan. " Apa kabar?" Orang itu tampak diam, mungkin karena terkejut, kemudian talian di matikan begitu saja. Nick masih tertawa lalu memutar tubuhnya, dan tak jauh dari sana terdapat seorang gadis mematung dengan celana ripped jeans. Dia tak sangka ternyata pria itu seorang membunuh. Nick yang melihat gadis itu terus berhari menangkapnya. " Kamu mau kemana, Sayang." Dia memeluk erat tubuh gadis itu dari belakang. *** Dylan melepaskan benda tajam itu dari tangannya melihat ke tujuh tubuh musuhnya itu sudah mati mengenaskan di tangannya sendiri. Kemudian menoleh memandang Sarah yang sejak tadi berteriak ketakutan, namun kini gadis itu sudah terdiam sambil menundukkan kepala. " Sayang?" Sarah mendongak melihat Dylan yang sudah duduk di sebelahnya. " Jangan takut.." Sarah bukannya mendengar, gadis itu malah mundur ke belakang wajahnya pucat, tubuhnya bergetar ketakutan. " Kamu gila.." kata Sarah dengan suara tersekat di tenggorokan. Dia melihat jelas bagaimana Dylan mematahkan tangan kaki, bahkan Dylan tak segan mengeluarkan organ dalam tubuh pria pria tadi. " Itu apa?" Sarah menunjukkan ke d**a pria itu, sesuatu benda bergantung disitu. " Oh ini, jari salah satu dari mereka.." jawab Dylan dengan enteng sambil menunjukkan jari tangan di pegangnya itu. " Arhh!" ~ Bersambung ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD