45. Siapa Itu?

1227 Words
Dylan memandang tak percaya kearah Kim, teman yang paling kelam, tak banyak protes selama ini penyimpan dendam begitu besar padanya. " Aku minta maaf, Kim.." Kim menggelengkan kepala, dia tak akan memaafkan Dylan, karena kata maaf tak akan membuat adiknya hidup kembali. Sehingga tiba tiba dari dalam ruangan tempat Jackson di sekap, terdengar sesuatu yang terjatuh. " Tahan dia.." perintah Kim pada anak buah Dylan yang selama ini telah berkhianat dan bekerja untuknya. " Jangan membuatku hilang sabar, Kim.." geram Dylan namun tak di pedulikan Kim. Ketiga anak buah Dylan di ruangan itu dengan takut takut menghampirinya. " Apa kalian tahu teman kalian yang lain sudah menjadi sup tadi siang untuk si comel.." Pria psikopat itu tersenyum sinis melihat ketiga anak buah pengkhianatnya itu berkeringat dingin mendengar ucapannya. Tiba tiba salah satu dari mereka menyerang Dylan dengan samurai di tangannya. Dylan tanpa bergerak dari tempatnya, menahan pergelangan tangan pria itu dan merebut samurai darinya. Dia mengangkat samurai itu ke atas, dan berikutnya tanpa balas kasihan melayangkan samurai itu ke kepala pria itu sehingga terputus. Pria itu tumbang dengan kepala sudah putus. Dylan menjelingkan mata memandang kedua anak buah pengkhianatnya itu yang masih tersisa, mereka menggigil ketakutan. Semantara itu Kim sebaik saja dia masuk ke ruangan itu, dia memandang sinis kearah Jackson yang terikat di kerusi berusaha melepaskan ikatan di tangannya. " Hari ini adalah kematianmu.." bisiknya di dekat telinga pria itu. " Setan!" Maki Jackson, lalu meludahi wajah Kim. " Aku fikir kau menolongku selama ini, namun ternyata.." Pria itu menggantung kalimatnya, mengingat anak satu satunya, Flora, yang menghilangkan diri berapa bulan lalu. " Mana anakku?!" Kim hanya tersenyum sinis lalu berkata. " Tenang saja dia aman.." Kedua mata Jackson membulat mendengar kata pria itu, jadi selama ini Kim yang sudah menculik anaknya? " Dia tidak ada hubungannya dengan masalah kita dan satu lagi yang harus kau Flora bukan—" " Aku sudah mengetahuinya.." sela Kim dengan tenang. " Bahkan sudah tahu sejak lama.." Sekali lagi kedua mata pria tua itu membulat. " Tapi dia tidak ada urusan dengan kita, dia—" " Dia masih ada hubungan darah denganmu.." Dan saat yang sama Dylan masuk ke ruang itu, Kim seperti biasa hanya memandang Dylan dengan tenang. " Hey Jackson.." sapa Dylan dengan senyuman sinis di bibirnya. Jackson meneguk salivanya dengan susah payah, melihat anak kandung dari sepasang suami istri yang dibunuhnya dulu, kini berdiri angkuh di hadapannya. " Apa kabar.." " Lan, ada yang ingin aku sampaikan tentang—" " Dan aku tak mau mendengarnya.." Jawaban Dylan membuat Kim tersenyum penuh kemenangan, sambil memandang sinis kearah Jackson yang saat itu juga sedang melihat kearahnya, semua rahasia yang belum mengungkap akan Kim pastikan terkubur sampai Jackson mati! *** Gadis itu menghela nafas sambil menutup gorden, lalu melangkah kearah tempat tidur sambil mengelus perut ratanya. . " Goodnight anak mama.." Perlahan dia merebahkan tubuhnya sambil menarik selimut dari kakinya. Sebelum tidur gadis itu tampak melamun sambil memandang kosong kearah kegelapan dalam kamar itu. " Kenapa di saat seperti ini, malah aku merindui pria psikopat itu.." Gumamnya kesal pada dirinya sendiri. *** Anak laki laki itu tampak memandang kearah seorang anak kecil yang sedang mengemis di gerbang sekolahnya. Dia ingin mendekati anak kecil itu, namun tiba tiba salah satu temannya yang botak tanpa alis menarik tangannya. " Sudah bel, ayo masuk.." Saat mau pulang sekolah, anak laki laki itu dengan semangat berlari ke gerbang sekolah berniat mau menemukan gadis itu, namun anak kecil sudah tak kelihatan di sana. " Maaf pak security.. tadi anak kecil yang mengemis di sini pergi ke mana?" " Sudah saya usir.." jawab pria itu tanpa merasa bersalah. Dan gadis itu di pertemukan dengannya kembali, gadis itu duduk di luar restoran. " Akhirnya ketemu kamu lagi.." kata anak laki laki berusia dua belas tahun itu. " Wah! Tampan sekali, hey kakak tampan.." " Hey adik manis.." goda anak laki laki itu, Membuat gadis itu tersipu malu. " Apa yang kamu lakukan disini.." " Kerja.." Anak laki laki itu menyepitkan mata. " Kerja? Kamu masih kecil.." ucap pria itu hingga pandangannya tertuju pada botol air yang di belah dua di tangan gadis itu. " Kamu masih jadi pengemis?" Anak perempuan itu hanya bisa tertunduk karena malu. " Umur kamu berapa?" " Lima tahun, kak.." Tiga tahun berlalu, gadis itu yang saat ini sudah berusia lapan tahun menyepitkan mata melihat seorang pria berketinggian semampai sedang duduk bersendirian di taman kanak kanak. " Hey kakak tampan.." sapa gadis itu dan terus duduk di sebelah pria itu. " Kamu?" Gadis itu tersenyum sehingga memperlihatkan lesung pipit di kedua pipinya. " Kakak tampan apa kabar.." tanya anak gadis itu, karena dia masih tak mengetahui nama pria itu, jadi dia memanggilnya kakak tampan. Pria itu hanya diam, dan menjawab. " Sepertinya kurang baik ya.." Masih tetap hening, sehingga tiba tiba pria itu merasakan benda dingin menyentuh tangannya. " Ini gelang kesayangan aku, kak tampan." Kata gadis itu dengan senyuman lebar di bibirnya. " Kalau gelang kesayangan kenapa di kasih sama aku.." " Karena aku sering ingat kalung aku kak, kalung aku itu hilang saat umurku baru tiga tahun.." " Lalu?" " Lalu karena tak mau mengingatnya lagi, jadi gelang ini untuk kakak tampan saja.." Pria itu hanya diam sambil memandang gelang dengan huruf S di hujung gelang tersebut. " Astaga.. kak, aku pergi dulu ya.." gadis itu terus berlari meninggalkan pria itu yang masih terdiam. Sarah tersadar dari lamunannya sambil memegang kalung di lehernya, itu adalah pertemuan terakhirnya dengan pria itu, karena setelah itu pria tak terlihat lagi. " kalung ini sama, dengan punyaku dulu, ini memang kalung yang sama? Atau hanya kebetulan saja?" *** " Sebenarnya ada yang ingin aku katakan, Nata.." kata Aaron pada Natalie. Saat ini kedua berada di rumah sakit, untuk menjaga Brian secara bergantian. Karena kecelakaan Brian yang mereka masih tak mengetahui puncanya itu, membuat mereka was was. Mendengar kata serius keluar dari bibir Aaron, membuat hati Natalie berdebar debar, apakah pria itu ingin menyatakan perasaan padanya malam ini? " Meninggalkan anggota kita dulu sepertinya bukan solusi yang tepat.." Pria itu menghela nafas berat, sejak dulu dia hanya memberi kode yang langsung tak di fahami oleh Dylan yang di belenggu dendam. Namun, kini dia menyesal seharusnya sejak dulu dia mengatakan yang sebenarnya apapun tanggapan mereka, yang penting dia sudah mengatakan yang sebenarnya! Natalie mengerutkan keningnya, kemudian wajah cantik gadis itu mendadak kecewa, lagi lagi dia berharap pada sesuatu yang tak pasti. " Nata, kalau—" Aaron tak dapat melanjutkan ucapannya melihat wajah tak bersahabat gadis itu. " Kamu kenapa?" " Sepertinya memang hanya aku yang berharap berlebihan selama ini.." Aaron shock mendengar kata gadis itu, apa maksudnya? Dan Natalie tak kalah terkejut karena kata kata itu keluar begitu saja dari bibirnya. " Apa maksud kamu? Jadi kamu selama ini—" " Kamu salah faham bukan gitu maksudku—" " Dan apa kamu fikir aku mempercayainya?" Kemudian kedua saling terdiam, sibuk dengan fikiran masing masing. Jadi, selama ini bukan hanya Aaron yang memendam perasaan, tapi Natalie juga. Aaron tersenyum sendiri, itu sangat membahagiakan. Semantara Natalie yang melihat senyuman menyebalkan pria itu menjadi salah tingkah. " Kamu jangan fikir macam macam ya! Itu tidak seperti yang kamu fikir.." " Tidak kok sayang.. aku hanya memikirkan satu macam." " Sayang? Berani ya kamu—" " Kenapa memangnya sayang kalau— Sehingga tiba tiba seseorang berdeham membuat kedua terperanjat kaget. " EHEM!!" " Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD