03
Langit senja yang indah mewarnai cakrawala. Embusan angin membelai sukma. Udara yang sejuk menyentuh kulit lengan Aruna yang terbuka. Perempuan berambut panjang itu menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Mengedarkan pandangan ke sekeliling selama beberapa saat, sebelum akhirnya membalikkan tubuh dan seketika mematung di tempat.
Sesosok pria yang namanya masih menggetarkan hati Aruna tampak jalan mendekat sembari mengulaskan senyuman. Sammy melebarkan tangan dan berharap Aruna akan menghambur ke pelukannya, seperti yang biasanya terjadi.
Namun, kali ini pria itu tertegun kala menyadari bila Aruna mengacuhkannya dan memilih untuk membalikkan badan serta kembali memandangi pemandangan khas Kota Jakarta di sore hari.
"Sayang, aku rindu," bisik Sammy tepat di telinga kanan Aruna beberapa saat kemudian.
Perempuan itu terpaku kala tangan Sammy melingkari pinggangnya dan tubuh pria itu menempel erat di punggungnya. Embusan napas Sammy yang hangat menyentuh bagian belakang leher dan membuat Aruna merinding.
"Lepaskan tanganmu, Mas," desis Aruna. Dia bergerak-gerak hendak melepaskan diri, tetapi kungkungan Sammy malah semakin mengerat dan membuatnya kesulitan untuk menjauhkan diri.
"Kenapa? Tidakkah kamu merindukanku?"
"Rindu? Justru aku sekarang muak berdekatan denganmu."
"Apa maksudmu, Sayang?" Sammy memaksa Aruna berputar hingga berhadapan dengan dirinya.
"Jangan panggil aku dengan sebutan menjijikkan itu!"
Sammy menyipitkan mata, sedikit bingung melihat perubahan sikap kekasihnya tersebut. Padahal sepuluh hari yang lalu, perempuan itu melepasnya dengan berurai air mata.
"Sayang, ada apa? Kenapa kamu jadi berubah kayak gini?" Sammy mengulurkan tangan hendak merangkum wajah Aruna, tapi perempuan itu dengan cepat menepisnya dan memberontak.
"Aku berubah? Oh, tentu saja. Apa Mas berpikir aku akan mau menunggu kedatangan Mas setiap hari? Memujamu yang telah menghabiskan waktu di pelukan perempuan lain?"
"Hei, tenang dulu, Sayang. Kita sudah pernah membahas ini kan. Aku hanya minta dirimu bersabar selama beberapa bulan mendatang. Setelah itu kita akan seterusnya bersama."
"Yakin? Bagaimana kalau di tengah jalan nanti Mas tiba-tiba jatuh cinta padanya? Lalu, bagaimana denganku?"
"Aku tidak mungkin jatuh cinta padanya, Sayang."
"Oh ya? Kenapa begitu?"
"Karena dia bukan tipeku!"
Aruna mendengkus dan membuang pandangan ke arah lain. Perempuan itu berusaha keras untuk menahan rasa sesak dalam dadaa yang mungkin akan meledak suatu waktu.
"Aku hanya mencintaimu, Aruna," ujar Sammy sambil merunduk dan mendaratkan kecupan di bibir Aruna. Perempuan itu berusaha untuk menghindar dan memukuli dadaa Sammy dengan kesal, tetapi akhirnya dia kalah dan pasrah saat pria itu menguasai bibirnya.
Desahan kecil keluar dari bibir tipis Aruna dan membuat hasrat Sammy semakin menggebu. Meskipun dia sudah menghabiskan waktu berjam-jam di peraduan bersama Jenita, tetapi dia tetap tidak bisa lepas dari pesona Aruna.
Perempuan berkulit kuning langsat itu mengalungkan tangan di leher Sammy. Membalas sentuhan dan lumatan pria tersebut dengan hasrat yang merangkak naik. Bagaimanapun usahanya untuk membenci Sammy, tetap saja dia kalah dan tak bisa menolak keinginan primitif. Sebab hanya Sammy satu-satunya orang yang mengetahui sisi liar Aruna dan selalu mampu memuaskannya.
Tiba-tiba Sammy merunduk dan mengangkat tubuh perempuannya dengan tidak menghentikan ciuman mereka. Melangkah dengan sedikit terhuyung menuju kamar dan meletakkan tubuh Aruna ke tempat tidur. Satu per satu yang melekat di tubuh pun terlepas. Selanjutnya hanya suara lenguhan dan geraman dua insan yang memenuhi peraduan panas.
***
Langkah Keven mendadak berhenti kala membuka pintu unit milik Aruna dengan key card cadangan, dan menemukan sahabat sekaligus bosnya tengah duduk di sofa sambil berciuman dengan Aruna.
Kedua orang tersebut sontak berhenti dan menoleh ke belakang. Sammy langsung berdiri dan melangkah mendekat. Menepuk-nepuk lengan Keven seraya tersenyum lebar.
"Thank's, Bro. Udah ngejagain Aruna," ucap Sammy.
"Kembali kasih. Aku cuma menjalankan tugas," jawab Keven sambil menahan rasa sesak dalam dadaa. Pria bertubuh tinggi itu berusaha untuk memaksakan segaris senyuman, tidak mau memperlihatkan bila batinnya bergemuruh dan terluka.
"Oke, aku mau pulang karena penjaganya sudah datang. Besok aku ke sini lagi, Sayang." Sammy mengecup kedua pipi Aruna yang telah berada di sampingnya. Aruna membalas dengan hal yang sama.
Kala sosok Sammy menghilang di balik pintu, Aruna seketika melemas dan menyandarkan diri ke dinding. Matanya seketika berkabut, merasa sedih karena setelah ini harus berbagi Sammy.
"Jangan nangis," ucap Keven yang menuntun Aruna dan mengajak perempuan itu kembali duduk di tempat semula.
"Aku nggak nangis," sahut Aruna sembari menunduk.
"Oh, jadi yang keluar dari mata itu apa? Batu?" seloroh Keven.
"Rese kamu, Kev!"
Tiba-tiba Aruna tergugu sambil menutup wajahnya dengan tangan. Isakan yang awalnya lirih akhirnya mengencang dan membuat Keven terenyuh. Pria itu berpindah duduk ke sebelah kanan Aruna dan mengusap punggung perempuan itu dengan pelan.
Tanpa diduga-duga Aruna langsung memeluk Keven dan menempelkan wajahnya ke pundak pria tersebut. Tubuh Keven yang awalnya tegang, lambat laun akhirnya melemah dan merangkul perempuan itu lebih erat.
"Kev."
"Hmm?"
"Apa aku salah kalau masih mencintainya?"
"Aku bukan Tuhan yang bisa menentukan apakah itu salah atau tidak, Na. Hanya saja ... mungkin sebaiknya kamu ngelupain dia."
"Susah, Kev. Susah banget!"
"Apa kamu mau selamanya kayak gini? Menjadi simpanan tanpa dinikahi?"
Aruna terkesiap dan mengurai pelukan. Memandangi seraut wajah tampan yang selalu ada di sisinya selama ini dengan hati meragu.
"Aku nggak mau kamu disia-siakan, Na. Karena kamu adalah perempuan baik dan pantas untuk dicintai sepenuh hati."
Aruna menggeleng lemah. "Siapa yang mau memungut barang bekas?"
"Aku!" batin Keven. Akan tetapi, bibirnya tetap terkunci dan tidak mampu menyuarakan isi hati. Pria itu hanya bisa memandangi paras menawan Aruna yang sejak lama telah menguasai relung jiwa.
Keduanya terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya Aruna berdiri dan jalan menuju kamar mandi. Meninggalkan Keven yang meremas rambut dengan gelisah.
"Kamu pulanglah, aku mau tidur," ujar Aruna kala keluar beberapa saat kemudian.
Keven mengangguk dan bangkit. Melangkah pelan menuju pintu depan. Namun, gerakannya terhenti ketika Aruna memeluknya dari belakang sambil berkata,"Makasih, kamu selalu ada untukku selama ini."
Keven tidak menjawab. Dia hanya menepuk-nepuk punggung tangan Aruna. Keduanya berdiam dalam posisi itu beberapa waktu, sebelum akhirnya Keven melepaskan diri dan meneruskan langkah.
Aruna menatap pintu yang tertutup itu dengan tatapan sendu. Merasa sedikit aneh dengan sikap Keven yang biasanya periang, tetapi kali ini menjadi pendiam.
Keven melanjutkan langkahnya memasuki lift. Menatap kosong ke depan kala benda besi itu bergerak turun dan berhenti di lantai basemen apartemen. Keven meraih kunci mobil dari saku celana. Menimang-nimang benda itu sesaat, sebelum menggunakannya untuk membuka pintu mobil.
Tak lama berselang, kendaraan roda empat itu sudah melaju menembus kegelapan malam. Meninggalkan perempuan yang telah dicintai hingga membuat batinnya teramat sakit.
Seperti halnya Aruna yang sulit untuk melupakan Sammy, Keven pun demikian. Dia tidak bisa mengenyahkan rasa cinta yang kian lama kian membesar. Terpatri kuat pada sosok Aruna. Cinta pertama dan terakhirnya.