BAB 13

1618 Words
Author Pov. Rafael berjalan memasuki ruangan kerjanya,  hari ini Rafael akan menjadi capilot saja, tanpa mengoperasikan pesawat, ia belum bisa mengoperasikan pesawat, bukan karena belum bisa. Namun, Mayra melarangnya dan sebagai kekasih, Rafael menuruti permintaan Mayra. Setelah memasukkan kopornya ke dalam ruang kerjanya, Rafael berjalan keluar ruangan dan menghampiri ruangan kerja Mayra. Mayra kini membelakangi pintu masuk karena tengah mencopy beberapa dokumen. Rafael merangkul pinggang Mayra seperti biasa, membuat Mayra memekik tak percaya dengan sikap spontan Rafael meski di dalam lingkup perusahaan. "Yank, apaan, sih? Nanti ada yang melihat." kata Mayra, khawatir. "Aku gak pernah perduli jika ada yang melihat, Sayang, malah bagus donk jika mereka tahu hubungan kita." kata Rafael, membuat Mayra menggeleng. "Yank, jika mereka tahu tentang hubungan kita, mau ngapain aja gak bakal nyaman, aku gak pengen mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan, bawaannya entar gak fokus, Yank." "Jadi, kamu mau menyembunyikan hubungan kita?" "Iya, Yank, aku gak mau sampai mereka tahu, entar mereka menyerangku." kata Mayra, membuat Rafael sedikit kecewa. Namun, ia berusaha memahami pemikiran sang kekasih. "Baiklah... tapi, saatnya untuk sarapan, Sayang." kata Rafael, membuat Mayra tersenyum. "Aku sudah membawa sandwich untukmu dari kost." kata Mayra, lalu merabah laci mejanya dan mengambil kresek di dalamnya. "Nah ini, aku sudah membawakan sandwich untuk kamu, sama sebotol s**u juga, makan dan minum lah sebelum berangkat." kata Mayra, membuat Rafael tersenyum. "Aku baru akan mengajakmu sarapan di luar." "Aku sudah sarapan di kost, Yank, Nyak masak sesuatu, jadi mau gak mau aku harus sarapan." kata Mayra. "Nyak sama Babe kapan pulang?" "Hari ini rencananya." "Baiklah, mungkin aku pulangnya agak pagi besok." kata Rafael, membuat Mayra mengangguk, tatapan pramugari dan para staf wanita mulai membuat Mayra tak nyaman, Rafael paham arah tatapan sang kekasih. "Baiklah, Sayang, aku akan ke ruanganku, aku masih ingin di sini, tapi mereka mulai membuatmu gak nyaman." kata Rafael, lalu berjalan meninggalkan Mayra. Rahmadi masuk ke ruangan dan melihat Rafael baru saja keluar dari ruangannya. "May, ada apa dengan Pak El?" tanya Rahmadi. "Oh, dia kemari menanyakan jadwal penerbangannya." "Apa dia sudah boleh bekerja?" "Dia hanya akan menjadi capilot katanya." "Baiklah, ini dokumen dari Pak Harjum, dia memintamu untuk menginputnya di laporan bulan ini." kata Rahmadi. Rafael masuk ke ruangan kerjanya, sesaat kemudian, Ibu Danessa masuk. "Pak El? Apa anda sudah baikan?" tanya Ibu Danessa. "Iya, Bu, sudah." "Anda masih bisa istirahat, anda juga tidak boleh memaksakan diri." "Saya benar tidak apa-apa, Bu, hari juga saya memiliki jadwal penerbangan. Namun, untuk sementara waktu sebagai capilot saja." "Jadwal penerbangan anda jam berapa?" "Jam 10." "Menuju?" "New York." "Masih tersisa dua jam lagi untuk bersantai, Pak El, baiklah saya akan keluar agar Pak El bisa bersantai." kata Ibu Danessa, lalu berjalan meninggalkan Rafael. Rafael membuka kresek berisi kotak sandwich dan sebotol s**u yang di berikan Mayra untuknya, Rafael tertawa kecil melihat sandwich buatan Mayra yang tak terlihat seperti sandwich pada umumnya, sandwich buatan Mayra berhamburan dan tak saling melengket, membuat Rafael tak bisa menahan tawanya. Namun, tak di ragukan lagi, rasanya enak meski bentuknya seperti roti tak memiliki bentuk. Suara ponsel Rafael terdengar, membuat Rafael merogoh kantung celanananya dan melihat nama Damian. "Hallo, Dam." "Ad apa dengan suaramu? Apa kamu sedang makan?" "Iya, aku sedang sarapan, ada apa? Bagaimana kabar ayahku?" "Aku harus memberimu kabar, El, ayahmu kini kritis, beliau sudah tidak makan dan minum selama 3 hari, ia memiliki permintaan untuk menemuimu." kata Damian, membuat Rafael membulatkan matanya penuh. "Ayahku kritis? Apa maksudmu?" "Aku juga tidak tahu, El. Namun, kamu harus ke Jerman secepatnya untuk melihat kondisi ayahmu, itu sebagai permintaan terakhirnya untuk menemuinya sebagai seorang Ayah." kata Damian, membuat Rafael panik dan gelisah. "Baiklah, aku memang ada jadwal penerbangan ke New York, setelah dari New York, aku akan langsung ke Jerman, siapkan saja jet untukku." kata Rafael. "Baiklah, aku akan menunggumu." kata Damian, lalu mengakhiri telfon. Rafael memukul keras meja kerjanya. Suara ketukan pintu terdengar, membuat Rafael menoleh melihat Mayra tengah mengetuk pintu. "Sayang? Ada apa?" tanya Rafael, mencoba menyembunyikan wajah paniknya. "Aku kemari mau memberikan ini, Yank, sepertinya ini terikut di dalam saku celanaku, seingatku ini adalah USB yang ada di saku seragam pilotmu sewaktu aku menyetrikanya, jadi ku taruh di saku celanaku tanpa sadar." kata Mayra, lalu memberikan USB itu pada Rafael. "Ini kan—" "Apa, Yank?" "Ini yang sedang aku cari beberapa hari ini. Akhirnya aku menemukannya." kata Rafael. "Tapi, yang membuatku heran, sebenarnya USB ini isinya apa? Apa ini yang di incar oleh para penjahat itu?" tanya Mayra. Rafael sejenak terdiam dan berpikir keras, benar kata Mayra, mungkin saja USB ini lah yang menjadi incaran para penjahat itu, jika memang iya, berarti para penjahat itu adalah suruhan dari seseorang yang Rafael kenal sebagai musuh perusahaan. "Yank, kamu dengar aku, 'kan?" tanya Mayra, menyadarkan lamunan Rafael. "Hem?" "Apa USB ini yang para penjahat itu incar? Tapi, kenapa mereka tahu ada padaku?" tanya Mayra. "Sayang, aku akan menjelaskannya, USB ini memang memiliki GPS yang bisa melacak lokasi tersimpannya USB ini, mungkin karena itu, para penjahat itu mengincarmu. Namun, kamu gak perlu khawatir karena USB ini sudah di tanganku, kamu gak akan mendapatkan masalah lagi, setelah mereka melacak lokasi USB ini." kata Rafael menjelaskan. "Sebenarnya apa isi USB itu?" "Sebuah bukti kejahatan yang bisa merenggut kehidupan mewah seseorang." "Maksudmu?" "Dia adalah pengkhianat di perusahaan, Sayang, kamu jangan khawatir, ya." "Perusahaan? Perusahaan siapa?" tanya Mayra, membuat Rafael melupakan satu hal, jika Mayra belum tahu siapa dia sebenarnya dan apa tujuannya kemari. "Aku akan menjelaskannya nanti, Sayang, ketika kita bertemu lagi, aku harus ke pesawat sekarang." kata Rafael, menarik kopor miliknya, Rafael menghentikan langkah kakinya dan menatap Mayra. "Aku akan kembali selama apa pun dan kemana pun aku pergi, Sayang, doakan aku, ya, agar aku bisa kembali menemuimu secepatnya." kata Rafael, membuat Mayra keheranan mendengar perkataan Rafael. "Kamu mengatakan hal itu seperti tak akan kembali saja, Yank." kekeh Mayra. Rafael menarik Mayra dan mengecup puncak kepalanya, untung saja tak ada yang melihat. Mayra merasakan keanehan dalam diri Rafael. Namun, hangat itu datang secara bersamaan. "Baiklah, aku berangkat dulu, aku membawa sandwich dan sebotol s**u buatanmu." kata Rafael menunjukkan kresek yang ia genggam. Mayra tersenyum, lalu berbalik menatap punggung sang kekasih, yang akan berangkat ke New York untuk bertugas. "Hei, Mayra, apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Tari, membuat lamunan Mayra bubar seketika. "Hem?" "Kamu gak nyadar apa? Kamu lagi di ruangan Pak El loh." kata Tari, membuat Mayra terkekeh. "Oh, tadi Rafael pamit." kata Mayra. "Dia udah berangkat?" "Iya." "Kangen lagi donk kamu." "Besok pagi juga dia kembali." kata Mayra. "Oh gitu, ya udah sabarkan dirimu kalau gitu." kekeh Tari, membuat Mayra membungkam mulut sahabatnya. "Kamu itu ngomongnya keras amat, sih, jangan kencang-kencang, Tari Sayang, aku gak mau orang lain denger." kata Mayra, membuat Tari tertawa kecil. "Ya udah." kata Tari. "Bukannya kamu free?" tanya Mayra. "Gak jadi, Vica memintaku menggantikannya lagi." kata Tari. "Emang dia ada urusan mendesak?" "Seperti biasa." "Jadi, besok Vica menggantikanmu?" "Iya." kata Tari. "Ya udah, kamu sudah sarapan?" tanya Mayra. "Udah, enak banget, ya, kalau Nyak sama Babe ada di rumah, serba di siapin." kekeh Tari. "Iya." "Kamu nginep?" tanya Mayra. "Gak kayaknya, aku pulangnya larut." "Emang jadwal Vica di mana?" "Bali sama Batam." jawab Tari, membuat Mayra mengangguk. Mayra membanting pantatnya di kursi kerjanya, merasakan hangat masih sangat terasa ketika Rafael mengecup puncak kepalanya. "Lehermu itu cantik banget, sih, May." goda Tari. "Bukan hanya lehernya, Tari. Namun, wajahnya juga, 'kan?" kekeh Mayra. "Haha... Pak El emang baik banget, sih, ya, aku gak tahu deh mau ngomong gimana lagi. Tapi, Pak El benar-benar romantis." puji Tari. "Hem." jawab Mayra. "Ini pasti mahal, 'kan?" "Gak tahu deh, aku gak pernah nanya harganya, sih." "Ngapain nanya harganya coba? Ada-ada aja kamu, May." "Lagian kamu menanyakan harganya padaku, tentu saja aku gak tahu." kata Mayra, mengelus kalung pemberian Rafael, perasaannya menjadi tak enak seketika. "Aku bangga deh sama kamu, May, kelihatannya, Pak El sangat menyukai dan mencintaimu, dia sempurna menurutku dan kamu wanita yang apa adanya, itu sangat serasi dan menarik di mataku." kata Tari. "Hem? Aku juga gak nyangka ternyata selama ini Rafael menyimpan perasaan terhadapku. Alasannya menyukaiku karena aku wanita apa adanya dan wanita yang selalu menjadi diri sendiri." sambung Mayra. "Sangat jarang mendapatkan pria yang melihat wanita dari apa adanya loh, May." "Karena itu, aku kagum pada Rafael." "Kamu mencintainya, 'kan?" "Tentu saja, Tar, aku gak mungkin menjalin sebuah hubungan tanpa perasaan." "Judulnya jadi, Cinta sang pilot tampan dan cinta sang staf cantik. Bener gak?" kekeh Tari, membuat Mayra tertawa kecil. "Ish, apaan, sih, judulnya mengenai hati banget." kekeh Mayra. "Aku selalu berharap kamu bahagia, May." "Makasih, Tar, kamu juga harus bahagia, kita, kan, udah sering berjanji bakal bahagia bersama, aku gak mungkin bahagia sendirian." kata Mayra, membuat Tari tersenyum Suara ketukan pintu terdengar membuat Eva masuk ke ruangan Mayra dan Rahmadi. Namun, Rahmadi tak kelihatan. "Ada apa, Va?" tanya Mayra. "Perintah Pak Harjum, 10 menit lagi kita adain rapat." kata Eva, membuat Mayra mengangguk. "Baiklah, makasih informasinya." Sepeninggalan Eva, Tari lagi-lagi merasa heran. "Ada apa lagi, Tar?" "Tumben Eva jadi baik banget kelihatannya. Dia, kan, gak pernah suka sama kamu. Ngomong aja sering kasar, 'kan?" "Iya, aku juga heran. Namun, itu yang terbaik." kata Mayra. "Semoga saja dia gak punya niatan lain." "Ah, kamu jangan berprasangka seperti itu deh, gak baik." "Iya, iya. Jangan-jangan Pak Harjum ngadain rapat buat ngirim kamu lagi, May." "Ngirim kemana?" "Ya, keluar negeri." "Gak mungkin ah." "Siapa tahu saja, 'kan? Karena sejak tadi aku lihat Rahmadi ngurus sesuatu atas perintah Pak Harjum. Kamu udah bisa bahasa Inggris? Tumben, Pak Harjum mempercayakanmu mengurus tugasnya?" "Dikit, sih, gak terlalu lancar, tapi tahu lah apa artinya kalau orang ngomong." "Cepet banget kamu belajarnya." "Rafael yang mengajariku." "Pacarmu itu memang sempurna banget deh." puji Tari, membuat Mayra merona. Siapa yang tidak bahagia mendengar kekasihnya di puji. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD