Bab 14
Video
Raka dan papanya sampai. Alva sudah menunggu di depan pintu lima belas menit lamanya. Segera dituntunnya Raka dan papanya masuk ke dalam rumahnya. Melihat potongan tubuh bayi di dalam kotak itu membuat Agung meringis. Siapa gerangan orang tua yang tega melakukan hal keji semacam itu kepada anaknya.
Agung mengeluarkan ponselnya. Ia menghubungi pihak kepolisian agar segera datang ke rumah Alva. Supaya kejadian ini bisa lebih cepat diselidiki.
“Siapa yang memberi kamu kotak ini?” tanya Agung.
“Saya juga gak tau, Pak.” Alva memulai penjelasan. “Tadi ada yang memencet bel rumah, lalu saya keluar. Tidak ada siapa-siapa. Yang ada hanya kotak ini. Saya pikir itu paket seperti biasa. Ternyata isinya potongan tubuh bayi.”
Agung terlihat berpikir. Kenapa potongan bayi itu diletakkan di sini? Kenapa tempat ini yang menjadi tujuan si pembunuh?
Tak lama terdengar suara sirine polisi. Begitu sampai mereka langsung melaksanan tugas. Potongan bayi diangkat, dibawa ke badan forensik. Alva untuk kali kedua dimintai keterangan mengenai kronologi bagaimana bisa potongan bayi itu bisa sampai di rumahnya.
__00__
Hari menjelang siang. Kaila sudah selesai menyetrika sejak dua jam lalu. Ia ditelpon Marsita untuk datang ke rumahnya, meminta bantuan. Sarah sudah tidur siang di kamarnya. Farah juga ingin melakukan hal yang sama. Ia berjalan ke kemar.
Sampai di sana, Farah melepas hijabnya. Ia melihat layar ponsel sejenak. Farah memperhatikan foto satpam yang ia lihat dua minggu lalu tertusuk di d**a dan lehernya pisau. Farah tidak habis pikir. Bagaimana bisa satpam itu terlihat sehat wal afiat di foto tersebut?
Atau jangan-jangan itu foto lama? Farah memperbesar foto di layarnya, memperhatikan setiap inchi dari foto itu. Di bagian leher, tidak terlihat sama sekali bekas tusukan pisau. Farah mulai yakin bahwa foto itu pasti adalah foto yang diambil sebelum kejadian nahas itu menimpa sang satpam.
Jelas-jelas Farah melihat dengan mata kepala sendiri, pisau yang menancap di leher dan juga dadanya. Farah baru saja hendak mematiakn ponselnya, ketika sebuah pesan masuk. Ia membuka pesan itu, dari orang yang sama, yang mengiriminya foto satpam.
Sebuah video dengan sampul pemandangan yang asri. Tanpa rasa curiga, Farah memutar video tersebut. Betapa terkejutnya dirinya melihat sang satpam sedang melambaikan tangan dengan pisau yang menusuk leher dan dadanya. Tubuhnya bersimbah darah. Ternyata yang ia lihat kemarin adalah sebuah acting belaka. Farah memegang dadanya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ap aini? Apa yang sekarang sedang terjadi?
Ini tidak bisa ia rahasiakan lagi. Ia harus memberitahukan kepada Alva dan teman-temannya. Farah memakai kembali hijabnya. Ia harus ke bertemu Naira sekarang.
__00__
Dave baru selesai mandi. Dengan handuk yang menutupi separuh badannya, ia berjalan, membuka lemari. Kaos biru tua dan celana hitam selutut menjadi pilihannya siang ini.
Setelah mengganti pakaian, perutnya terasa lapar. Dari pagi tadi ia juga belum sarapan. Sampai di dapur sudah tersedia nasi dan beberapa macam lauk dan sayuran. Dave mengambil piring, mencentong nasi, dan memilih lauk yang ia suka, sambal terong, dan ikan goreng.
“Sayur sopnya, Den?” Bi Tuti bersuara. Saat itu ia baru saja keluar dari kamar mandi.
“Nggak, Bi. Saya lagi gak mau makan sayur.” Jawab Dave.
“Oh, ya sudah.” Bi Tuti mengambil vacuum cleaner untuk melanjutkan pekerjaan rumahnya.
Dave sudah lama tinggal bersama Bi Tuti. Enam tahun lalu, kejadian yang begitu berat menimpa Dave. Orang tuanya harus meninggal mengenaskan. Saat itu kedua orang tuanya sedang berlibur ke bali. Di sana, kedua orang tuanya menjadi korban tabarakan beruntung yang merenggut hingga sepuluh nyawa sekaligus, termasuk kedua orang tua Dave.
Sejak saat itu, Bi Tuti menjadi pembantu sekaligus ibu asuh bagi Dave. Berat. Namun seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia Dave, akhirnya laki-laki yang sekarang berusia 17 tahun itu bisa menerima lapang d**a apa yang terjadi padanya.
Dave duduk di sofa, menyalakan tv.
“Pemirsa! Telah ditemukan potongan tubuh bayi yang diduga dimutilasi…”
Dave seperti melihat sesuatu. Difokuskannya matanya ke arah tv. Benar. Ia melihat rumah Alva di berita itu. Potongan tubuh bayi ditemukan di rumah Alva? Bagaimana bisa?
Ponsel Dave bergetar. Satu panggilan masuk.
“Halo, Deva?”
“Kita ke apartemen Naira sekarang.”
Tut..tut.
Deva memutuskan sambungan telepon sepihak.
Dave berlari ke kamarnya, mengambil kunci mobil. Saat berlari keluar Bi Tuti bertanya. “Den mau ke mana?”
“Saya ada urusan sebentar, Bi.” Jawab Dave tanpa menoleh.
Di luar Deva sudah menunggu. Dave pergi ke garasi, mengeluarkan mobil.
“Ayo, Deva!”
Sampai di sana, Alva, Naira, Raka, dan satu anggota baru, Farah, sudah berkumpul.
“Kenapa? Ada apa?” tanya Dave sedikit kebingungan.
Naira memberi kode kepada Farah untuk berbicara.
Farah mengangguk.
“Dua hari lalu ada nomor yang gak dikenal mengirimkan foto. Satpam yang dua minggu lalu resmi dinyatakan meninggal, terlihat seperti tidak terjadi apa-apa di foto.” Jelas Farah.
“Fotonya udah gue kirim ke grup,” sela Naira. Semua melihat ponsel mereka sekarang.
“Awalnya aku mengira itu hanya ulah orang iseng. Lagi pula, foto itu bisa saja diambil sebelum kejadian,” Farah menyambung penjelasan. “Tapi siang tadi, nomor itu mengirim sebuah video. Kalian bisa lihat sendiri.”
Masing-masing dari mereka fokus melihat video yang dikirim Naira. Jika satpam itu masih hidup? Lantas tubuh siapa yang dibawa ke badan forensik? Tubuh siapa yang diautopsi?
“Dari awal gue udah curiga.” Ujar Raka tiba-tiba. “Kita gak akan bisa nyelesaikan masalah ini sendiri. Kita butuh bantuan.”
“Tapi siapa?” Dave menampilkan ekspresi kebingungan.
“Untuk masalah penyelidikan, kita bisa meminta bantuan bokap gue. Ada bibi gue juga, pengacara. Untuk urusan autopsy dan segala macamnya kita bisa meminta bantuan kedua orang tua Naira.” Raka berdiri. “Lihat ini.” Raka mengeluarkan dua lembar foto, ada gambar dua bayi yang utuh dan hanya kepala bayi saja. “Coba perhatikan, gue yakin pernah lihat bayi ini. Tapi gue lupa di mana.”
Farah mengambil foto bayi yang utuh. Tiga detik kemudian, ia ingat. “Gue tahu. Ini bayi yang kita selamatkan tempo hari. Ingat kejadian mobil tabrakan?”
“Lo yakin?” tanya Naira.
“Lihat ini.” Farah mengambil foto kepala bayi. Ia menunjuk sisi kanan atas foto. “Ini baju yang sama, yang digunakan bayi yang ada di dalam foto.”
“Tapi itu belum bisa sepenuhnya menjadi bukti kalau bayi yang dimutilasi adalah bayi yang kalian selamatkan.” Ucap Raka.
“Gue setuju.” Alva berbicara. “Sekarang, kita harus mencari tahu di mana keberadaan orang-orang yang kita selamatkan waktu itu.”
“Lo tahu ke mana ambulance membawa mereka waktu itu?” Deva menatap Alva, menunggu jawaban.
“Gue tahu.” Naira mengeluarkan ponselnya, menghubungi mamanya.
Malam harinya setelah kejadian tabrakan mobil itu, Naira menghubungi mamanya untuk menanyakan kabar. Di tengah pembicaraan itu mamanya cerita kalau hari ini beliau melihat ada korban kecelakaan mobil.
Ternyata benar. Mereka semua dibawa ke rumah sakit mamanya.
“Lalu bagaimana?” tanya Farah.
Bersambung...