Trauma

1076 Words
"Tu..tuan.." cicit Evelyn ketika berbalik dia sudah mendapati Aaron berdiri di hadapannya. Aaron menatapnya dengan sorot mata tajam, seakan ingin mencabik-cabik tubuh mungil itu. "Bawa dia." suara baritonnya memerintah kepada para pengawal yang juga berbaris rapi di belakang pria itu. Aaron melenggang pergi dari hadapan Evelyn begitu saja. Dua orang pria bertubuh besar mendekati Evelyn, memegang kedua lengannya. Evelyn terkesiap ketika kedua pria itu menarik lengannya. "Mari Nona." Evelyn menolak, dia berusaha melepaskan cengkraman dari kedua pria bertubuh tegap itu. "Tidak, aku masih ingin kembali ke rumah sakit, aku belum pamit kepada Momnyku!" "Jangan persulit kami Nona, atau Tuan Aaron akan berbuat kasar." ujar salah satu pengawal itu dingin. "Tapi Mommy-ku menungguku, setidaknya biarkan aku pamit kepada Mommy." Evelyn sungguh tidak menyangka bahwa Aaron akan menemukannya di sini, padahal dia sudah mengelabui Remar agar tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya ada di sini. "Keputusan ada di tangan Tuan Aaron Nona." Kedua pria itu sedikit menyeret tubuh Evelyn karena Evelyn masih menolak. Mereka sampai di sebuah mobil mewah dan Evelyn yakin bahwa Aaron ada di dalamnya. Setelah Evelyn masuk ke dalam mobil, rasanya hawa di dalam mobil terasa dingin. Evelyn melirik Aaron yang duduk tenang di sampingnya, raut wajah pria itu sangat menyeramkan membuat Evelyn yang tadinya ingin memohon untuk kembali ke rumah sakit, diurungkannya. Sepanjang perjalanan keheningan meliputi di dalam mobil itu.Evelyn merasa perjalanan kali ini sangat lama, ingin sekali Evelyn cepat-cepat sampai dan keluar dari suasana yang mencekam ini. Setelah beberapa saat, akhirnya mobil yang mereka naiki sampai di halaman mansion Aaron. Evelyn terkesiap saat kedua pengawal yang menyeretnya tadi datang menghampirnya dan memegang kedua lengannya. "Lepaskan, kenapa kalian memegangku?!"Evelyn memberontak. Kedua pengawal itu mengabaikan protes Evelyn, lalu kembali menyeret gadis itu sesuai perintah Aaron. Evelyn tidak tau akan dibawa kemana, tapi sepertinya tujuan mereka adalah gudang penyimpanan yang terletak di samping bangunan rapuh yang menjadi kamarnya selama beberapa minggu ini. Ternyata Evelyn salah, mereka hanya melewati gudang itu, dan berjalan lebih jauh lagi dari gudang. "Kalian mau membawaku kemana, lepaskan aku." Evelyn berusaha melepaskan cekalan kedua pria itu, tapi sepertinya sia-sia saja, kekuatannya tidak sebanding dengan kedua pria itu. Sampai akhirnya mereka sampai di sebuah bangunan yang hampir sama besar dengan gudang.Bangunan itu terlihat tidak terawat, banyak daun-daun kering yang mengotori halaman bangunan itu. Sebelumnya Evelyn tidak pernah melihat bangunan ini, pantas saja karena bangunan ini sangat jauh dari mansion dan ditutupi oleh pohon-pohon yang tumbuh mengelilingi sekitar taman belakang. Cat bangunan itu juga sudah mulai mengelupas, hampir sama dengan kamarnya. Tapi bedanya bangunan ini terlihat masih kokoh, tidak seperti kamarnya yang siap roboh saat angin kencang mendera. Oleh sebab itu, setiap malam Evelyn selalu diliputi kecemasan dan rasa waswas, barang kali badai hujan akan mendera. Untung saja selama beberapa minggu tinggal di sana cuaca masih berpihak kepadanya, sehingga dia bisa tidur dengan tenang. Kedua pengawal tadi membawa Evelyn masuk ke dalam bangunan itu, setelah salah satu pengawal yang lain membukakan pintu. Cahaya redup dari lampu kecil yang menerangi ruangan itu, membuat Evelyn tidak dapat menjangkau untuk melihat ruangan itu dengan leluasa. "Dimana ini, kenapa gelap sekali?" Evelyn mulai cemas. Kedua pria itu tidak menjawab, mereka tetap melanjutkan langkah mereka melewati koridor-koridor gelap di dalam bangunan itu. Setelah cukup lama berjalan, mereka akhirnya berhenti. Salah satu pengawal itu mengambil ponselnya dan segera menyalakan ponsel untuk menerangi ruangan itu, sebuah pintu kayu dapat Evelyn lihat melalui penerangan itu. Mereka membukanya, "Hati-hati Nona, kita akan menuruni tangga." "Tidak mau, sebenarnya dimana ini, kenapa kalian membawaku ke sini!" teriak Evelyn. "Ini sangat gelap, aku takut.." "Menurutlah Nona, jangan paksa kami menggunakan kekerasan." ucap salah satu pengawal itu. Evelyn menurut, menuruni anak tangga itu mengikuti salah satu pengawal tadi.Akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan yang Evelyn tidak tau seperti apa karena ruangan itu benar-benar gelap. Hanya senter dari ponsel pengawal itulah yang menjadi sumber penerangan mereka, tapi seketika menjadi gelap gulita saat ponsel pengawal itu sudah mati. "Kenapa mati, tolong nyalakan senternya, aku takut.." tangannya berusaha menjangkau kedua pengawal tadi. "Kalian dimana, jangan tinggalkan aku..." Evelyn semakin takut, ketika menyadari dirinya telah ditinggalkan seorang diri di ruangan gelap ini. "Kalian dimana... tolong jangan tinggalkan aku, gelap..." suara tangisnya yang terdengar seperti lolongan tapi tidak ada satupun yang mendengar. Jelas saja, karena ruangan ini merupakan penjara bawah tanah, yang dibuat Aaron khusus untuk menyiksa orang yang telah membunuh ayah dan Zen. Jika lampu ruangan ini dinyalakan, maka semua alat mengerikan untuk penyiksaan akan berjejer rapi di ruangan itu. "Aku takut... di sini gelap." tangis Evelyn.Traumanya akan gelap masih melekat sampai sekarang, dulu waktu kecil Evelyn pernah bermain petak umpat bersama pelayan dan akhirnya terjebak di gudang kosong dan gelap. Semalaman dia terjebak di sana, menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat. Hingga kejadian itu meninggalkan trauma yang mendalam bagi Evelyn. Evelyn terduduk di tempat dia berdiri tadi, menelungkupkan kepalanya di antara kedua lututnya. "Tolong aku...siapa pun aku mohon tolong aku..." tiada hentinya Evelyn meraung-raung, berharap seseorang akan datang membawanya dari sana. Mata gadis itu tertutup rapat, dia sangat takut membuka matanya, lama-lama bayangan peristiwa di gudang itu berkelebat di pikirannya. Evelyn berteriak saat kejadian yang tidak seharusnya diilihatnya dulu terus menghantui pikirannya. "Aaa...tolong aku.." teriak Evelyn dengan tangannya menarik rambutnya. Kejadian itu seperti terulang kembali di saat Evelyn berada di tempat gelap. "Tolong aku....." Sedangkan di ruangan lain, Aaron yang menyaksikan Evelyn sedang meraung-raung seketika dibuat kebingungan akan reaksinya. Walaupun di ruangan itu sangat gelap, tapi dengan kamera infra merah yang terpasang di sudut ruangan itu, Aaron dapat dengan mudah melihat apa yang terjadi di ruangan itu. Sungguh reaksi Evelyn saat ini terlalu berlebihan untuk orang normal, kecuali jika orang itu memiliki trauma terhadap gelap. Setelah menemukan jawabannya, Aaron bergegas pergi ke penjara bawah tanah, tempat Evelyn dikurung. Butuh waktu yang lama agar Aaron sampai di sana, jarak rumah utama dengan penjara bawah tanah yang terletak di area paling belakang mansion itu dapat memakan waktu limabelas menit. Aaron sangat merutuki akan hal itu, mobil tidak dapat digunakan, karena menjangkau bangunan itu hanya melewati jalan setapak. Harap-harap cemas, Aaron mercepat langkahnya dengan diikuti oleh para pengawal. Aaron tidak tau mengapa dia secemas ini, harusnya dia senang jika Evelyn ketakutan di sana. Tapi hati kecilnya seakan perih melihat Evelyn menangis ketakutan di sana. Setelah sampai di sana, dan salah satu pengawal menyalakan lampu ruangan itu, Aaron mendapati Evelyn telah terkapar di atas lantai keramik itu.Melihat wajah pucat dan sembab, kembali membuat hati Aaron terhenyak. Segera diraupnya tubuh mungil Evelyn ke dalam pelukannya, dan membawa gadis itu keluar dari tempat mengerikan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD