Evelyn duduk termenung bersandarkan kepala ranjang, dirinya masih memikirkan ucapan Kane baru saja. Aaron membawanya kemari? Rasanya mustahil sekali bagi Evelyn, mengingat bagaimana sikap Aaron selama ini kepadanya. Tidak pernah satupun perbuatan baik Aaron yang dapat Evelyn ingat dari suaminya itu.
Di tengah lamunannya, pintu kamar terbuka. Evelyn pikir itu adalah Kane, ternyata tidak. Evelyn terkesiap melihat orang yang baru saja memasuki kamar itu. Orang yang baru saja masuk ke kamar itu adalah Aaron.
Evelyn menundukkan kepalanya, tubuhnya beringsut menjauh saat melihat Aaron mulai berjalan ke arah tempat tidur. Ada ketakutan tersendiri dalam diri Evelyn melihat kedatangan Aaron.
Ya, peristiwa malam itu menyisakan trauma bagi gadis itu terhadap Aaron. Aaron berdiri tepat di hadapan Evelyn di ujung tempat tidur, menatap Evelyn dengan tatapan tajamnya. Aaron sudah dapat menebak bagaimana reaksi Evelyn sebelum masuk ke kamar ini, persis sekali dengan bayangannya. Gadis ini takut kepadanya.
"Kau takut kepadaku?" kalimat pertama Aaron setelah hampir dua menit membisu memperhatikan Evelyn menundukkan kepalanya.
"Ti tidak Tuan, Saya..." Evelyn tersentak mendengar suara dingin itu terasa menghujam pendengarannya.
"Aku tau takut kepadaku. Dan itu memang seharusnya, kau harus takut pada Tuanmu." Lelaki itu tersenyum sarkas menatap Evelyn dengan sinis.
"Inilah akibatnya jika kau berani melawan perintahku, dan aku akan melakukan hukuman jauh lebih berat dari ini jika kau masih berani menyalahi aturanku."
Belum sempat Evelyn menjawab, Aaron sudah lebih dulu menyahut. "Harusnya kau sadar diri, posisimu di rumah ini tidak lebih tinggi dari seorang pelayan. Kau memang istriku, tapi bukan berarti kau bisa berbuat sesukamu di rumah ini, ingat kau hanyalah pelampiasan balas dendamku. Camkan itu baik-baik!" Sungguh kata-kata itu telah menjatuhkan hati Evelyn sejatuh-jatuhnya.
Evelyn tidak tau harus berkata apa-apa lagi, hanya air matalah yang bisa menanggapi perkataan pria itu.
"Aku sangat menyayangkan kesalahan yang diperbuat ayah kesayanganmu itu, sehingga mengharuskanmu mengalami penderitaan ini." ucap Aaron sebelum akhirnya berlalu dari kamar itu.
Setelah kepergian Aaron, Evelyn menumpahkan air matanya dengan menangis sejadi-jadinya. Ini sangat menyakitkan, rasanya ingin sekali Evelyn mengakhiri hidupnya saja.
Evelyn merasakan sebuah tangan mengusap bahunya, lalu perlahan memeluk tubuhnya yang bergetar.
"Kane..." lirih Evelyn.
"Nona..." tangan wanita itu masih setia mengusap bahu Evelyn, dia juga merasakan bagaimana sakitnya perasaan gadis dalam dekapannya ini.
"Kane, aku ingin mati saja Kane." ujar Evelyn dalam isakan tangisnya.
Kane tertegun mendengar ucapan Evelyn, dia tidak menyangka Evelyn berpikiran sejauh itu. "Nona." Kane setengah berteriak.
"Aku tidak sanggup lagi Kane, terlalu banyak musibah yang menimpa hidupku Kane.."
"Nona sadarlah, kenapa Nona selemah ini. Apa Nona tidak menyayangi orang tua Nona lagi?" bentak Kane.
Evelyn terdiam, ya... Mommy dan Daddy, tentu saja Evelyn menyayangi mereka. "Apa maksudmu Kane? Tentu saja aku menyayangi mereka." raut wajah Evelyn menunjukkan ketidaksukaan akan tudingan dari Kane.
"Kalau Nona menyayangi mereka, kenapa Nona berpikir seperti itu, kalau Nona tidak ada, siapa yang akan merawat Mommy Nona?: Dan Daddy Nona yang mendekam di penjara, siapa yang akan mengeluarkan beliau dari sana jika Nona tidak ada?" ujar Kane dengan tegas, seraya mengguncang kedua bahu Evelyn.
Evelyn tertegun mendengar tuturan dari Kane, benar, siapa yang akan menjaga kedua orang tuanya jika dirinya tidak ada. Orangtuanya masih sangat membutuhkannya. Evelyn melemaskan tubuhnya di sandaran ranjang, pikiran gadis itu sangat kacau saat ini. Evelyn tidak tau harus melakukan apa lagi, dia hanya bisa berpasrah kepada Yang Kuasa, berharap dirinya kuat menghadapi semua musibah yang menimpanya.
"Kane.." lirih Evelyn dengan menatap nanar lurus ke depan.
"Saya mohon jangan berkata seperti itu lagi Nona, Nona, tidak boleh lemah, Nona harus menjadi gadis yang kuat." ujar Kane sembari mengusap surai hitam milik Evelyn.
Evelyn mengangguk lemah, "Terima kasih Kane, kau telah menyadarkanku. Kau benar, aku tidak boleh lemah, karena aku masih memiliki Mommy dan Daddy yang harus kuperjuangkan." ucap Evelyn memandang Kane dengan sendu.
Kane tersenyum tulus kepada Evelyn, dia ikut senang Evelyn kembali seperti dulu lagi. Kane sangat menyayangi gadis ini, sama seperti dia menyayangi anak-anaknya.
****
Pagi ini Evelyn bangun pagi-pagi seperti biasa, dia akan mulai malakukan aktivitasnya seperti biasa, gadis itu sudah merasa lebih baik setelah memulihkan tubuhnya selama satu minggu ini.
Ya, selama satu minggu ini Evelyn benar-benar mengistirahatkan tubuhnya, terbebas dari mengerjakan pekerjaan rumah. Kane merawatnya dengan baik sesuai perintah dari Aaron, Aaron memang memerintahkan Kane untuk merawat Evelyn, dan tidak memperbolehkan gadis itu bekerja.
Sebenarnya tidak ada yang meminta Evelyn untuk melakukan pekerjaannya hari ini, tapi dia cukup tau diri untuk bermalas-malasan di saat tubuhnya sudah pulih. Evelyn masih ingat perkataan Aaron tempo hari, bahwa dirinya tidak lebih dari seoraang pelayan.
Memang benar dirinya menyandang status sebagai istri dari Aaron Leonid Vladimir Lisin, pebisnis sukses ternama seantero, tapi sayang Evelyn tidak dapat menyombongkan status itu. Hah lucu sekali, menikah tapi hanya dianggap seperti pelayan, mungkin inilah yang dikatakan pelayan berkedok istri.
Evelyn bergegas keluar dari kamar Aaron, kamar yang ditempatinya selama satu minggu ini. Dengan hati-hati, gadis itu menuruni anak tangga rumah Aaron, berjalan menuju dapur.
Sampai di dapur, Evelyn membuka lemari kecil di sudut ruangan itu, tangan mungilnya mengambil beras dan telur dari dalam sana. Gadis itu mulai berjalan ke arah kompor dan mulai memasak.
"Kembali ke kenyataan." batin gadis itu.
Sudah cukup satu minggu ini menikmati makanan yang layak, dengan perasaan miris Evelyn mencuci beras tidak layak dimakan itu.
"Nona sedang apa?" Kane tiba-tiba datang mengejutkan Evelyn.
"Kane?" pekik Evelyn. "Kau mengejutkanku." sambil mengelus dadanya.
Kane terkekeh pelan, "Maaf Nona." Kane mengedarkan pandangannya ke belakang Evelyn, keningnya berkerut melihat apa yang dilakukan Evelyn.
"Nona memasak?"
"Ya Kane." diiringi dengan anggukan kepala.
"Kenapa Nona memasak? Bukankah sudah ada makanan tersaji di meja makan?" Kane mendekati kompor, melihat masakan Evelyn.
"Kenapa Nona memasak ini?"
Evelyn hanya tersenyum kecut menanggapi pertanyaan Kane.
"Nona baru saja sembuh, Nona tidak boleh makan itu. Nona ingatkan perkataan dokter kemarin? Nona harus makan makanan bernutrisi." ujar Kane mengingatkan.
"Tidak apa-apa Kane,aku sudah terbiasa memakannya. Jadi tidak usah khawatir."
Evelyn tersenyum hambar.
Sebenarnya bukan keinginannya kembali memakan makanan tidak layak ini, tapi mau bagaimana lagi, dia sudah sembuh, itu artinya Evelyn harus menjalani kehidupannya seperti dulu lagi.
"Nona?"
"Jangan khawatir Kane, aku sudah sembuh." Evelyn meyakinkan.
"Tapi Nona..."
"Biarkan saja Kane." suara bariton terdengar mengejutkan Evelyn dan Kane.
Pemilik suara itu adalah Aaron yang mendengar percakapan kedua wanita itu sedari tadi. Aaron mengangkat salah satu alisnya, menatap sinis ke arah Evelyn. "Ternyata kau orang yang tau diri, bisa menempatkan posisimu ke tempatmu seharusnya."
Pandangan pria itu beralih ke arah Kane, "Dia akan melakukan pekerjaannya seperti biasa Kane, masa pemulihannya sudah berakhir."
"Tapi Tuan, Nona masih butuh istirahat..." sanggah Kane.
Wajah Aaron seketika menggelap mendengar bantahan Kane, "Apakah kau buta Kane? Kurasa dia sudah cukup kuat untuk melakukan tugasnya kembali." ujar Aaron penuh penekanan, Aaron sangat tidak suka dibantah.
Evelyn menyentuh bahu Kane saat melihat wanita paruh baya itu ingin menyahut Aaron lagi. Evelyn menggelengkan kepalanya.
"Sebenarnya saya akan melakukan pekerjaan saya seperti biasa Tuan." ucap Evelyn menengahi. Evelyn yang memang menyadari kemarahan Aaron segera memotong ucapan Kane agar tidak menyulut amarah pria itu.
"Baguslah kalau kau tau diri." ujar Aaron dingin lalu berlalu dari hadapan kedua wanita itu.